PIRAMIDA.ID- Google Doodle menampilkan sosok dokter perempuan yang sedang menggendong seorang bayi. Sosok yang menjadi Google Doodle tersebut adalah Marie Thomas. Google menjadikannya sebagai Google Doodle, Rabu (17/2/2021), karena tepat 125 tahun dari hari itu merupakan hari kelahiran Marie Thomas.
Marie Thomas lahir pada 17 Februari 1896 di Likoepang, Hindia Belanda, atau kini disebut Minahasa, Sulawesi Utara. Dikutip dari Huygens ING, Marie adalah putri dari seorang tentara profesional dan dibesarkan dalam keluarga Kristen Protestan. Dia punya satu saudara kandung laki-laki.
Karena ayahnya adalah seorang tentara yang kerap dipindahtugaskan ke beberapa tempat, keluarga Marie juga jadi sering berpindah-pindah tempat tinggal. Akibatnya, Marie juga sering berpindah-pindah sekolah.
Nama ayah Marie adalah Adriaan Thomas. Pria yang memiliki karier profesional di bidang militer itu lahir pada 1861 dan meninggal pada 1925. Adapun ibunda Marie adalah Nicolina Maramis yang meninggal pada 30 Juli 1934.
Dilansir Kompas.com, Marie adalah dokter perempuan pertama di Indonesia. Marie lulus dari School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) atau sekolah kedokteran pada masa Hindia Belanda.
Pada awal abad XX, dokter-dokter lulusan STOVIA merupakan pionir dalam bidang penelitian kedokteran di Indonesia. Banyak dokter Indonesia jebolan dari sana. Lewat STOVIA, semangat kebangkitan nasional terbentuk dan pada masa itu dikenal sebagai masa kebangkitan nasional dan menjadi masa yang penting bagi pendidikan kedokteran di Indonesia.
Awalnya sekolah kedokteran STOVIA hanya menerima murid laki-laki. Tapi pada 1912 Marie Thomas, perempuan asal Sulawesi Utara itu, berhasil masuk ke sana. Dia merupakan perempuan pertama yang masuk ke sekolah kedokteran itu. Tak hanya itu, dia merupakan satu-satunya murid perempuan di antara 180 murid laki-laki. Barulah setelah dua tahun Anna Warouw , yang juga dari Minahasa, hadir di STOVIA. Marie dan Anna kemudian menjadi teman dekat dan bahkan disebut sebagai “si Kembar”.
Masuknya Marie ke STOVIA tidak lepas dari peran Aletta Jacobs, dokter perempuan pertama di Belanda. Ketika sedang melakukan tur keliling dunia, Aletta Jacobs mengunjungi Hindia Belanda di Batavia pada 18 April 1912. Aletta Jacob mendesak Gubernur Jenderal A.W.F. Idenburg agar perempuan bumiputera diizinkan mendaftar dan memperoleh pendidikan kedokteran di STOVIA.
Dikutip dari media Belanda Java Post, surat-surat perjalanan Jacobs memang menunjukkan bahwa dia memperdebatkan betapa sulitnya penerimaan gadis-gadis pribumi Indonesia di pelatihan medis atau sekolah kedokteran. Padahal di rumah sakit perempuan, banyak pasien perempuan membutuhkan penanganan khusus dari tenaga medis perempuan. Jacobs mendesak pihak penguasa agar tidak menyulitkan kaum perempuan untuk mendaftar ke STOVIA.
Desakan tersebut akhirnya membuahkan hasil. Marie Thomas berhasil masuk ke STOVIA setelah mendapat dukungan beasiswa dari Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen (SOVIA). SOVIA merupakan perkumpulan untuk membentuk dana studi buat pendidikan dokter Hindia wanita.
Marie Thomas lulus dari STOVIA pada 1922. Dia merupakan yang pertama mendapat gelar Indisch Arts (dokter Hindia). Setelah lulus pada 1922, dia bekerja di Centraal Burger Ziekenhuis di Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).
Di Stovia, Marie sempat bertemu Mohammad Joesoef dari Sumatra. Mereka duduk di kelas yang sama untuk waktu yang lama dan lulus pada waktu yang sama pula. Setelah beberapa tahun lulus mereka akhirnya menikah pada 16 Maret 1929.
Mereka berdua kemudian berangkat ke Padang, Sumatra Barat, yang merupakan kampung halaman suami. Marie dan suami dikaruniai dua orang anak yang bernama Sonya dan Eri.
Di Padang, Marie Thomas bekerja di Layanan Kesehatan Masyarakat setempat atau yang kala itu disebut Dienst der Volksgezondheid. Setelah menetap selama beberapa tahun di Padang, dia kembali ke Batavia. Di sana dia menjadi anggota partai Persatuan Minahasa.
Selama menjadi dokter, Marie sering melakukan penelitian di bidang ginekologi dan kebidanan. Tidak hanya itu, ia juga sering membantu perempuan yang mengalami kesulitan dalam persalinan. Selain dokter perempuan Indonesia pertama, Marie Thomas juga merupakan ahli ginekologi dan kebidanan pertama Indonesia.
Pada 1950, Marie kembali lagi ke Sumatra Barat. Di Bukittinggi dia mendirikan sekolah kebidanan. Sekolah tersebut merupakan sekolah kebidanan yang pertama di Sumatra dan yang kedua di Indonesia.
Sampai kematiannya –saat ia berusia 70 tahun– Marie Thomas terus bekerja di rumah sakit. Dia meninggal secara tidak terduga pada 29 Oktober 1966 di Bukittinggi setelah mengalami pendarahan otak.
Marie Thomas dikenal sebagai seorang dokter yang selalu ada untuk pasiennya. Banyak pasiennya ia bantu secara gratis. Di Indonesia, sayangnya, seperti dicatat media Belanda, saat ini Marie Thomas menjadi tokoh yang tidak begitu dikenal. Bahkan, sekolah kebidanan yang ia dirikan tidak menggunakan namanya.(*)
Kompas, National Geographic