Zamzami Almakki*
PIRAMIDA.ID- Penggunaan masker pada era kenormalan baru sudah menjadi keharusan.
Setelah pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan orang-orang boleh kembali beraktivitas di luar rumah, pemakaian masker menjadi salah satu syarat wajib ketika berada di ruang publik.
Razia masker pun digalakkan dan bagi masyarakat yang tidak mengenakan masker terancam kena denda.
Tidak mudah memang, membungkus hidung dan mulut dengan kain yang memiliki tingkat ketebalan tertentu dalam waktu yang lama sehingga mengurangi kualitas penciuman dan kekuatan vokal saat berbicara. Bagi orang yang berkaca mata, masker terkadang membuat kabut bagi pengguna kacamata.
Selain itu, penggunaan masker pun dapat berpotensi menyamarkan dan menghilangkan identitas pengguna masker.
Wajah merupakan salah satu identitas utama bagi manusia. Manusia bahkan sudah mengembangkan teknologi untuk mengenali identitas seseorang dengan teknologi pengenal wajah.
Ketika seseorang mengenakan masker, setengah dari identitas dirinya tertutup. Wajah yang menjadi pusat utama tampilan seseorang, kini tak lagi dapat dikenali secara seketika.
Ada gangguan, selubung dan penghalang datangnya keberadaan seseorang bagi yang lainnya. Penguna masker akan sulit dikenali dan dibedakan, sehingga antarsesama pengguna masker akan mengkonfirmasi identitasnya.
Begitu banyak alasan yang membuat orang mengabaikan pemakaian masker baik sengaja maupun tidak. Namun, memakai masker adalah salah satu cara bertahan hidup di tengah pandemi sekaligus wujud bentuk kepedulian terhadap yang lain.
Tulisan ini berusaha menjawab bagaimana masker saat pandemi justru bisa dipakai untuk memperkuat identitas seseorang, bukan menyamarkannya.
Siasat identitas masker
Dalam disiplin komunikasi visual, identitas dapat dibentuk melalui warna, huruf, dan ilustrasi yang digunakan dalam masker.
Seorang individu sebenarnya bisa memulihkan identitasnya yang samar dan hilang akibat penggunaan masker. Masker bisa menjadi benda yang memberikan identitas dengan menggunakan masker yang memiliki gambar atau bentuk masker yang berbeda.
Masker bisa menjadi alat untuk membangun identitas visual seseorang yang sempat samar dan hilang akibat penggunaan masker kain.
Dalam hal ini masker tidak hanya berfungsi sebagai alat pelindung diri, tapi juga sebagai media untuk menunjukkan identitas sendiri.
Seseorang yang menggemari sesuatu, warna tertentu, pola dan motif tertentu, karakter dan ilustrasi tertentu dapat mewakili dirinya lewat bentuk dan desain masker yang mewakili semuanya itu. Sederhananya, misalnya bisa saja seorang penggemar tokoh kartun Mickey Mouse mengenakan masker yang ada gambar Mickey Mouse-nya.
Penanda majemuk
Identitas seseorang adalah hasil bentukan berbagai unsur. Identitas seorang manusia misalnya, bukan hanya dilihat dari wajahnya saja, tapi juga dari sidik jari, tanda luka di tubuh, atau tato.
Ketika masker menjadi penanda identitas seseorang maka, ada unsur pendukung lainnya, misalnya motif, warna, dan logo yang hadir untuk memperjelas identitas sesuatu.
Contohnya, masker dengan motif mega mendung khas Jawa Barat yang didesain dan dipakai oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Penulis Designing Brand Identity Anita Wheeler juga mengungkapkan logo sebagai salah satu penanda identitas.
Identitas kelompok juga bisa tersampaikan lewat desain masker yang identik dengan nilai-nilai yang dianut kelompok tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membagikan masker dengan tulisan “antivirus korupsi”. Lalu bank pemerintah Bank Rakyat Indonesia (BRI) memberikan masker berwarna biru yang senada dengan warna logo bank tersebut.
Dengan demikian, masker tidak lagi berfungsi sebagai alat pelindung diri. Masker bisa menjadi media dan sarana untuk menunjukkan identitas diri.
Setiap individu bisa saja menunjukkan keunikan dan kekhasan dirinya melalui masker yang digunakannya. Misalnya dengan mencantumkan inisial nama pada masker, atau mencari gambar yang relevan dengan kepribadiannya.
Konsistensi juga menjadi hal yang penting dalam identitas. Ketika orang lain melihat kita menggunakan masker dengan warna, motif, dan gambar yang sama, maka masker tersebut otomatis bisa menjadi penanda identitas kita.
Penulis merupakan dosen di Universitas Multimedia Nusantara. Artikel ini terbit di bawah lisensi Creative Commons. Pertama kali terbit di The Conversation.