PIRAMIDA.ID- Masyarakat terdampak tambang PT Dairi Prima Mineral, Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), dan BAKUMSU melakukan audiensi dengan DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara di Kantor DPD PDI Perjuangan Jln Ngumban Surbakti, Kamis (27/05/2021).
Audiensi kali ini diterima oleh Soetarto selaku Sekretaris DPD PDI-Perjuangan dan Sarma Hutajulu selaku Wakil Ketua Bidang Buruh.
Kedatangan Masyarakat Dairi untuk memaparkan proyek pertambangan PT Dairi Prima Mineral yang berdiri di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Dairi. Pertambangan PT Dairi Prima Mineral ditolak oleh beberapa elemen baik masyarakat, NGO, akademisi dan beberapa para pakar tambang.
Proyek penambangan PT DPM ditolak karena berada di daerah rawan gempa. Tanah Dairi merupakan gugusan tiga patahan tektonik (Toru, Renun, dan Angkola) sepanjang 475 kilometer yang menjadi sumber rambahan gempa bumi darat dengan potensi kekuatan magnitude 6-9 SR.
Penolakan warga baik dari desa maupun dari perantau juga semakin massif di Jakarta dan Parongil. Penolakan warga terhadap adendum Andal PT DPM juga terus digaungkan hingga saat ini yang mana sedang dibahas di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Gerson Tampubolon warga Desa Bongkaras menyampaikan bahwa kehadiran PT DPM tidak ada sama sekali manfaatnya. Pada tahun 2012 pernah terjadi bocor terowongan dan 2018 pernah terjadi bencana banjir bandang yang membawa korban jiwa bahkan 2 orang hingga hari ini belum diketemukan.
Hal senada disampaikan Tioman Br Simangunsong selaku warga Parongil. “Kami menolak hadirnya tambang di Kabupaten Dairi. Pertanian selama ini yang kami rasakan sudah cukup bagus. Kami hidup damai tidak ada saling curiga mencurigai. Tapi setelah kehadiran perusahaan DPM ini, kehidupan sosial kami terganggu,” ucapnya.
Juniaty Aritonang mewakili Bakumsu menyampaikan bahwa dalam proses penyusunan Amdal minim partisipasi masyarakat. Padahal masyarakat yang terkena dampak perlu dilibatkan dalam proses penyusunan Amdal dan penilaian termasuk pemeriksaan dokumen lingkungan hidup.
Dari segi regulasi banyak hal yang belum dipatuhi oleh PT.DPM salah satunya perubahan izin lingkungan karena faktanya gudang bahan peledak berada dalam Areal Penggunaan Lain (APL) yang dekat dengan pemukiman penduduk. Padahal dalam Amdal 2005 berada dalam kawasan hutan lindung.
Selanjutnya Monika dari YDPK menyampaikan bahwa kehadiran tambang DPM menimbulkan pro dan kontra di tengah tengah masyarakat. Diakuinya bahwa sejak diberikannya kontrak karya oleh pemerintah tahun 1998 perusahaan ini sudah mendapat penolakan sebenarnya dari masyarakat dan tahun 2019 masyarakat sudah pernah memberikan surat penolakannya kepada KLHK yang ditanda tangani 938 orang. Itu artinya bahwa ada masyarakat yang tidak menginginkan tambang hadir di Dairi.
Pada kesempatan ini, pihak DPD PDI Perjuangan memberikan pernyataan mereka Soetarto, Sekretaris DPD PDI-P menyampaikan bahwa akan menampung segala yang menjadi aspirasi masyarakat dan akan menggodoknya di dalam tubuh DPD PDI Perjuangan Sumatera Utara. Melalui Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut, Djarot Syaiful Hidayat nantinya dokumen yang diberikan oleh masyarakat akan dipelajari dan dibahas bersama untuk dibuatkan tim kecilnya.
Sarma Hutajulu juga menyampaikan ke depannya akan dikomunikasikan di Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut dan DPC PDI-P Dairi untuk membahas bagaimana merekomendasikan hal yang baik dan membantu masyarakat serta lebih responsif akan permasalahan masyarakat.
Akhir dari pertemuan masyarakat menyerahkan semua dokumen hasil kajian seperti kepatuhan hukum, kajian pasokan air, ahli geologi dan hidrologi internasional yang bisa menjadi referensi PDI Perjuangan untuk dipelajari lebih lanjut.(*)