Hanter Oriko Siregar*
PIRAMIDA.ID- Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap Warga Negara Indonesia. Norma tersebut tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 di mana konstitusi ini merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Dalam Pasal 28H ayat (1) sebagai payung hukumnya menentukan bahwa, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan.”
Akan tetapi persoalan lingkungan, semakin hari semakin hancur. Norma atau kaidah dan nilai-nilai di atas terlihat indah hanya dalam bentuk tulisan di atas kertas. Hukum tersebut juga nampak semata-mata hanya power di dalam ketentuan UU namun dalam praktik di lapangan, hanya omong kosong.
Bisa kita lihat persoalan lingkungan di sekitar kita yang semakin rusak. Hukum seolah-olah tak mampu menyentuh dan menjamah setiap persoalan lingkungan yang terjadi.
Para pelaku pengerusakan bebas di sana-sini berkeliaran tanpa rasa pertanggungjawaban. Itu sebabnya masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas, dan serius.
Persoalannya bukan hanya bersifat lokal atau translokal, tetapi regional, trans-nasional, dan global.
Dampak-dampak yang terjadi terhadap lingkungan tidak hanya berkait pada satu atau dua segi saja, tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi yang saling mempengaruhi secara sub-sistem.
Lingkungan seperti tubuh manusia, di mana salah satu organ tubuh atau bagian kecil dari tubuh manusia yang mengalami luka, semua atau seluruh tubuh manusia akan mengalami dampak maupun penderitaannya. Teori ini bukan hanya sekedar retorika belaka, tapi bisa diuji keabsahannya.
Begitu juga dengan lingkungan, ia adalah satu kesatuan yang membentuk ruang bumi. Apabila salah satu aspek dari lingkungan terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak atau akibatnya pula.
Misalkan seluruh hutan Indonesia rusak dan terbakar, maka seluruh dunia akan mengalami dampaknya.
Oleh karena itu sangat disayangkan, apabila manusia terlalu berambisi dan rakus dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Sebagian manusia dengan sifat ketamakannya itu, dengan rakus dan egoisnya merusak habis-habisan kelestarian alam.
Persoalan-persoalan lingkungan saat ini, seperti pencemaran, kerusakan sumber-daya alam, penyusutan cadang-cadang hutan, musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir adalah merupakan sebagian besar disebabkan oleh faktor keserakahan manusia itu sendiri.
Meskipun demikian, manusia menyadari dampak dari ketimpangan lingkungan itu. Tetap sifat ke-egoisan manusia itu tak mampu dibendung.
Manusia nampak selalu dikendalikan oleh hasratnya untuk berkuasa dan memperkaya diri sendiri. Meski sekalipun itu dengan mengorbankan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup.
Dalam ketentuan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan defenisi lingkungan tersebut, lingkungan hidup merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia dengan kata lain, lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia.
Satu dari kesatuan yang ada, yang artinya saling ketergantungan dan melengkapi. Dengan demikian, tak seharusnya kita merusak lingkungan dengan sesuka hati.
Sebab, manusia mencari makan dan minum serta memenuhi kebutuhan lainnya dari ketersediaan atau sumber-sumber yang diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber pertama dan terpenting bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia.
Ditengarai hal itulah, para filsuf dunia menyebut lingkungan sebagai mother of life (ibu kehidupan).
Lingkungan memberikan tempat tinggal dan penghidupan bagi seluruh makhluk hidup.
Lingkungan hidup ibarat seorang ibu yang memberikan makan dan penghidupan terhadap anak-anaknya, tanpa seorang ibu anak-anaknya akan sulit tumbuh dan berkembang, dan barang kali juga akan mati dengan sendirinya.
Tak bisa kita pungkiri, manusia hidup dalam “rahim” lingkungan. Hidup dan mati kita bergantung pada lingkungan.
Oleh sebab itu, sudah menjadi tuntutan dan kewajiban untuk menjaga dan melindungi lingkungan. Hal semacam itu bukan sekedar kata-kata lagi, tapi jauh lebih dari tanggung jawab.
Kita sebagai manusia bisa melirik ke-kehidupan kita masing-masing. Bagaimana peran lingkungan dalam membentuk dan mendukung pertumbuhan kita. Dengan memahami hal semacam itu, kita bisa terhindar dari manusia yang egois dan rakus.
Maka kiranya kita perlu merenung dan memaknai bagaimana setiap detik hidup kita ditopang oleh kekuatan dan pelayanan lingkungan secara cuma-cuma.
Dari lingkungan hidup, manusia memanfaatkan bagian-bagian lingkungan hidup seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, air, udara, sinar matahari, garam, kayu, barang-barang tambang dan lain sebagainya untuk keperluan hidup manusia.
Termasuk, lingkungan juga berfungsi sebagai tempat menampung dan mengolah kotoran kita manusia hingga kembali lagi menjadi bersih.
Berdasarkan hal itu, manusia tumbuh dan berkembang 99% dipengaruhi oleh lingkungan dan semua keperluan ataupun kebutuhan manusia sudah disediakan sebagaimana lingkungan ibu dari kehidupan itu sendiri.
Sekarang tugas kita, menjaga keseimbangan lingkungan itu agar tetap mampu berdiri seimbang dan selalu terjaga sebagaimana mestinya. Salam Lestari!
Penulis merupakan pegiat lingkungan hidup.