Frans Sipayung*
PIRAMIDA.ID- Minat baca di kalangan anak bahkan generasi muda di era milenial ini sangat minim, terbukti dari banyaknya syndrome bermain game baik offline maupun online. Melihat perkembangan teknologi yang memanjakan anak-anak dan generasi muda sekarang ini, lebih memilih gadget bahkan membuka sosial media ketimbang membaca buku.
Lihatlah situasi kemajuan teknologi, lagi-lagi untuk meningkatkan minat baca anak dan generasi muda justru semakin menenggelamkan mereka bahkan mereka lebih suka bermain game seperti (Freefire, Mobile Legend, PUBG dan Scatter).
Kita juga melihat budaya membaca sekarang dianggap remeh, karena cenderung bersifat sudah tidak mau tahu lagi karena semua informasi dengan mudah dan serba cepat didapat dari “om google”. Maka jangan heran generasi kita saat ini adalah generasi tunduk. Padahal dengan membaca juga otak manusia menjadi bekerja dan akan lebih berfungsi dengan baik.
Hasan Al Banna, salah satu pegiat literasi dari Balai Bahasa Provinsi Sumatra Utara Kemendikbudristek, mengatakan, “Pandai berliterasi menjadi salah satu cara kita untuk merawat banyak hal demi kemaslahatan kehidupan: dari semula tidak mengenal huruf menjadi tahu huruf, menjadi pandai membaca kata dan kalimat. Semula hanya pandai membaca yang tersurat, kemudian menjadi mahir membaca yang tersirat. Lantas, hasil bacaan yang tersurat maupun tersirat itupun dikabarkanlah kepada khalayak agar kehidupan dapat dihayati secara bersama-sama, suka maupun duka.”
Sesungguhnya cara-cara sederhana juga dapat kita lakukan dalam proses berliterasi, semisal memberikan hadiah berupa buku bacaan terhadap anak-anak bahkan generasi muda, berkunjung ke toko buku serta bisa juga menyisihkan uang saku untuk membeli buku-buku bacaan maka akan terbiasa berkunjung di perpustakaan dan taman baca yang kita ketahui.
Namun begitu, kita sangat mengharapkan peranan orang tua untuk selalu menyarankan kepada anaknya untuk selalu membaca, menulis agar menghasilkan literasi yang kreatif. Pepatah mengatakan buku adalah jendela dunia sebuah alat yang membentuk kerangka berpikir kita menjadi berwawasan yang luas.
Itulah sebabnya kemajuan pendidikan sebuah negara diukur dari salah satunya minat baca. The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi telah mendeklarasikan setiap tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Literasi Internasional (Hak Aksara Internasional). Hal ini pertama kali diproklamasikan oleh UNESCO pada tanggal 17 November 1965. Terlebih tema Hari Literasi Internasional pada tahun 2016 adalah “Membaca Masa Lalu, Menulis Masa Depan”, sementara tema tahun ini adalah “Literasi di Era Digital”.
Pada peringatan kali ini, UNESCO ingin mencari tahu kemampuan literasi apa saja yang diperlukan masyarakat dalam menghadapi era digital dan mengeksplorasi program serta kebijakan di bidang literasi. Tentu baca, tulis, hitung (calistung) saja tidak cukup untuk diterapkan pada zaman sekarang ini.
Maka digagaslah dimensi literasi yang secara maksimal harus dikuasai, yaitu mencakup 6 literasi dasar yang dipergunakan oleh Kemendikbudristek dalam Gerakan Literasi Nasional (gln.kemendikbud.go.id), yakni:
1. Literasi Baca dan Tulis
Pengetahuan dan kecakapan untuk membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisis, menanggapi dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
2. Literasi Numerasi
Pengetahuan dan kecakapan untuk bisa memperoleh, menginterpretasikan, menggunakan dan mengkomunikasikan berbagai macam angka dan simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari serta menganalisis informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bahan, dsb)untuk mengambil keputusan.
3. Literasi Sains
Pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, mencari pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait sains.
4. Literasi Digital
Pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas ,cermat, tepat dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Literasi Finansial
Pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan resiko, keterampilan dan motivasi serta pemahaman agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat.
6. Literasi Budaya dan Kewargaan
Pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. sementara itu, literasi kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga masyarakat.
Penguatan keenam literasi di atas bertujuan untuk mendukung pemerintah dalam meningkatkan minat baca dan angka literasi Masyarakat Indonesia. Menulis (atau sekarang disebutkan mengetik) sudah menjadi keharusan terutama bagi pelajar, mahasiswa, dosen atau publik. Kemampuan menulis harus ditingkatkan.
Menulis tidak hanya sekedar menulis saja tetapi menulis juga butuh analisis terhadap objek atau kajian yang ditulis. Ini juga soal mindset berfikir yang dimiliki setiap manusia dan tentang pesan yang selalu dipahami setiap manusia terutama dipahami dan dimengerti karena memiliki mindset berfikir yang luas dengan sesuatu yang dianalisis. Pada akhirnya membaca, menulis dan menganalisis itu bagian yang sangat penting dalam literasi.
Menurut Hasan Al Banna, “Kemunculan taman baca, perpustakaan desa, pondok literasi dan sebagainya dengan seabrek programnya adalah cara dini yang dinilai akan mampu menderek kemampuan literasi, khususnya anak-anak kita”.
Harapannya adalah, bagaimana anak-anak yang berada di Kecamatan Panei dan Raya tetap membaca melalui Rumah Baca Pelita Bangsa, walaupun masih dipengaruhi gadget. Satu kutipan yang menutup tulisan ini, “Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi” (Madilog,Tan Malaka).(*)
Penulis merupaka tenaga pendidik di Kabupaten Simalungun.