Oleh: Anggith Sabarofek*
PIRAMIDA.ID- Demokrasi, perempuan dan politik merupakan tiga unsur yang saling berkesinambungan satu dengan yang lain. Berbicara mengenai demokrasi di negara
kita sendiri berarti semua warga negara memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengandung makna kebebasan berkumpul, kebebasan berserikat dan kebebasan berbicara, termasuk kebebasan dalam berpolitik.
Laki-laki maupun perempuan mempunyai hak atau kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hal inilah yang menjadi dasar bagi kaum perempuan agar diberikan ruang yang lebih untuk mengeksplorasi apa yang ada dalam dirinya.
Tendensi di atas menimbulkan esensi mengapa penting partisipasi perempuan dalam politik? Tentunya karena partisipasi perempuan dalam politik menjadi anggota DPR-RI, sangatlah penting. Sebab keberadaan perempuan dapat
meningkatkan kesejahteraan kelompok perempuan dengan mewakili, mengawal dan mempengaruhi agenda dan proses pembuatan kebijakan, serta turut serta dalam proses pembangunan. Menurut hasil survei Woman Research Institute (WRI) menyebutkan sebanyak 58% responden menyatakan setuju jika perempuan semakin banyak duduk di DPR-RI maka kepentingan perempuan akan semakin diperjuangkan, bahkan 6% menyatakan sangat setuju.
Melihat betapa pentingnya partisipasi perempuan dalam politik dan diiringi dengan majunya perkembangan zaman, pemerintah menetapkan sebuah undang-undang bagi unsur perempuan dalam dunia politik, diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
UU Nomor 2/2008 mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30 persen dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat dan di tingkat daerah (Pasal 2 dan Pasal 20). Data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum RI bahwa keterwakilan perempuan di legislatif, terutama di DPR, menunjukkan tren meningkat dari tahun ke tahun. Pada hasil Pemilu 2009, menunjukkan keterwakilan perempuan sebesar 18 persen atau 101 orang, Pemilu 2014 mencapai 14,32 persen atau sebanyak 97 orang, dan Pemilu 2019 mencapai 20,8 persen atau 120 orang.
Meskipun meningkat tetapi belum mencapai persentasi 30 persen. Keterwakilan perempuan secara aktif di dalam legislatif, merupakan salah satu wujud nyata dari tumbuhnya kesadaran kekuatan politik perempuan. Keterlibatan perempuan secara nyata tidak saja didasarkan pada keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, tetapi juga kontribusinya untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan.
Merujuk pada angka partisipasi yang belum mencapai presentasi 30 persen keterwakilan perempuan disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu pertama, budaya masyarakat yang mana di Indonesia masih sangat kental dengan asas budaya partiarki. Budaya patriarki menggambarkan tingginya dominasi laki-laki yang tidak memberikan kesempatan pada perempuan. Budaya ini menganggap perempuan
lemah dan lebih memposisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Dengan kondisi seperti ini, maka kemampuan finansial kaum perempuan juga menjadi terbatas.
Faktor kedua berhubungan dengan birokrat partai yang didominasi oleh laki-laki, cenderung tidak memberi peluang kepada perempuan dalam penetapan nomor urut caleg. Penetapan nomor urut ditentukan oleh pimpinan partai yang pada
umumya laki-laki. Beberapa studi menunjukkan kegagalan perempuan menjadi anggota legislatif dikarenakan adanya sistem budaya politik dan sistem rekrutmen oleh partai yang belum menunjukan keberpihakkan kepada calon anggota legislatif perempuan, dan sistem pemilu proporsional terbuka yang melemahkan calon perempuan ketika berjuang mendapatkan suara.
Faktor ketiga, faktor internal perempuan
itu sendiri terkait dengan kualitas SDM, pengetahuan, kecakapan berorganisasi, pendidikan, sikap mental, dan pemahaman tentang hak-hak politik yang masih rendah. Faktor keempat, kurangnya penyajian, dan promosi aktivitas perempuan di bidang politik dibandingkan aktivitas politik laki-laki.
Perjuangan hari ini menentukan langkah perempuan kedepannya, sebagai perempuan masa kini harus menempuh langkah-langkah strategi agar keterwakilan perempuan di parlemen dan di lembaga penyelenggara pemilu sebanyak 30 persen dapat menjadi kenyataan. Maka perlu dilakukan pembenahan pada diri perempuan, yaitu peningkatkan pendidikan politik bagi perempuan pemilih sehingga mereka secara cerdas memilih waktu dan parpol yang dapat menyuarakan aspirasi mereka, di samping itu perempuan harus percaya diri, kuatkan keinginan dari diri perempuan sendiri bahwa kita perempuan juga bisa, ingin sukses, ingin maju, dan terpilih.
Hal lainnya, yaitu mendorong parpol-parpol yang ada untuk menominasikan 30 persen
calon legislatif perempuan dan mendorong kader-kader perempuan untuk maju di seleksi lembaga penyelenggara pemilu, peningkatan kualitas partai seharusnya dilihat sebagai sebuah kewajiban bagi setiap orang yang ada partai agar merekrut anggota yang berkualitas. Saat ini perempuan menjadi salah satu komuditas politik yang laris di pasaran politik. Sehingga perlu untuk setiap partai melihat itu sebagai sebuah peluang, perempuan harus terlibat tanpa berpikir bahwa mengikuti pemilu mahal tapi bukan berarti tidak bisa, kita harus bisa maju dan bersaing.
Langkah strategi yang tidak kalah penting bahwa perempuan harus mempunyai nilai Integritas dalam dirinya, integritas menurut nilai Kekristenan dapat diartikan sebagai hati yang penuh damai, bersikap tanggap terhadap teguran-teguran kecil di dalam batin kita, bekerja dengan tulus, integritas adalah syarat yang mutlak bagi seorang pemimpin.
Tanpa integritas kepemimpinan akan hancur. Mengapa demikian? Karena persyaratan dari kepemimpinan yang efektif adalah bahwa ia dipercayai oleh orang yang ia pimpin. Hak perempuan dalam politik, yakni hak untuk memilih dan dipilih; hak untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah dan implementasinya; hak untuk memegang jabatan dalam pemerintahan dan melaksanakan segala fungsi pemerintahan di segala tingkat; hak berpartisipasi dalam organisasi dan perkumpulan non pemerintah yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik bernegara; berpartisipasi dalam pekerjaan untuk mewakili pemerintah dalam organisasi internasional.
Urgensi kaum perempuan di ranah politik, yaitu sebagai representasi akan aspirasi perempuan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan. Dalam konteks inilah figur perempuan perlu dikedepankan. Dengan demikian keputusan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan perempuan dan sebagai representasi perempuan untuk mengurangi problem yang dialami perempuan.
Melalui momentum Hari Perempuan Internasional 2023 ini, bukan hanya sekadar seremonial belaka, tetapi bagaimana kita memaknai perjuangan-perjuangan perempuan para perempuan terdahulu yang sudah lebih dulu memperjuangkan kesetaraan, mereka tak hanya berkorban tenaga bahkan diri mereka sendiri pun dikorbankan demi kesetaraan hak para kaum perempuan.
Harapan penulis agar perempuan diberikan ruang lebih dalam mengembangkan kapasitas, kapabilitas dan integritas. Karena untuk mengetahui ada tidaknya ketimpangan dan ketidaksetaraan dalam bidang politik antara perempuan dengan laki-laki, dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan, akses, kesadaran kritis,
partisipasi dan kontrol. Perempuan multi peran, perempuan harus berubah dengan cara komunikasi yang dimainkan, perempuan-perempuan melalui berbagai macam saluran baik dengan menyampaikan pesan politik dengan aktif di berbagai sistem politik, seperti partai politik, legislatif, organisasi masyarakat dan lainnya.
Selamat Hari Perempuan, untuk perempuan-perempuan hebat dan kuat yang berjuang dari dalam dan luar, berjuang untuk harus keluar rumah, bangun organisasi dan pergerakan melawan intimidasi partriaki dengan demokrasi yang sebebas-bebasnya.(*)
Penulis merupakan Ketua GMKI Cabang Manokwari.