Thompson Hs*
PIRAMIDA.ID- Di beberapa latihan dan pelatihan saya sudah biasa melihat kesalahan ditertawai. Termasuk waktu pelatihan Opera Batak di Siantar awal-awal kami beroperasi di sana melalui PLOt. PLOt merupakan singkatan dari Pusat Latihan Opera Batak. Tiga huruf awal diambil secara huruf kapital dan satu diambil dari kata Batak yang ditulis tanpa huruf kapital.
Jadi bisa dicermati lagi penulisan singkatan untuk itu agar tetap terasa mantap, kukuh, dan tidak terbalik antara huruf kapitalnya dengan yang tidak. PLOt mulai beroperasi di Siantar sejak September 2007 atas inisiatif 4 orang, yakni Sitor Situmorang, Lena Simanjuntak-Mertes, Barbara Brouwer, Thompson Hs.
Tujuan PLOt didirikan memang untuk wadah pelatihan, di samping harus berfungsi mengadakan fasilitasi sesuai dengan potensi dan kemampuan operasionalnya. Latihan-latihan dilakukan di sekretariat awalnya di Siantar dengan semakin membuka kesempatan kepada generasi baru dan siapa saja yang ingin mengetahui perihal budaya Batak melalui Opera Batak.
Opera Batak merupakan seni pertunjukan yang muncul di Sumatera Utara sekitar tahun 1920-an, tepatnya tahun-tahun menjelang Sumpah Pemuda 1928. Ada yang mengatakan sudah dimulai sebelum 1927 dengan menarik kroniknya dari Grup Tilhang Parhasapi yang muncul dan awalnya hanya beraktivitas di Samosir.
Lantas dari Samosir perkiraan sebutan Opera Batak dimulai. Bahkan identifikasi Opera Batak dengan Tilhang Gultom selalu menjadi suatu klaim yang tidak perlu dianggap sebagai suatu kepastian. Namun dominannya karya-karya Tilhang dalam banyak pertunjukan Opera Batak terdahulu penting diapresiasi dan dipelajari, di samping satu dua dari pimpinan grup-grup Opera Batak lainnya.
Ada puluhan grup Opera Batak selain Serindo, grup yang didirikan dan dibina oleh Master Tilhang setelah pulang dari istana kepresidenan dan kompleks Siliwangi. Konon presiden Sukarno mengundang grup Tilhang sebelum bernama Serindo. Mungkin namanya adalah Opera Batak Sitamiang yang catatan administrasi keuangannya pada tahun 1927 masih tersimpan rapi oleh pewaris keluarga Gultom di Silima Lombu, kenegerian Sitamiang.
Bukti catatan itulah menjadi patokan akurat bagi kami untuk menegaskan sebutan Opera Batak kapan dimulai. Sebelumnya kami sempat berpatok pada tahun 1930-an ketika misi Katolik mulai masuk ke Samosir dengan kehadiran seorang pastor kapusin bernama Diego van Den Biggelar.
Di Samosir gelar pastor perintis itu disebut dengan Ompu Bornok dan mungkin sempat didaulat sebagai marga Simbolon. Misi Katolik masuk ke Samosir tahun 1934 melalui pos di Balige.
Sebutan Opera Batak yang dianggap bersumber dari pastor itu disampaikan oleh salah seorang pemain Opera Batak yang terlibat selama program Opera Batak Metropolitan di TVRI Sumut. Program tersebut dibuat oleh almarhum Ben M. Pasaribu pada tahun 2004, dua tahun setelah gong revitalisasi Opera Batak dilakukan di Tarutung.
Tanggungjawab revitalisasi juga terdukung dengan program di TVRI Sumut itu, meskipun dengan mengandalkan cerita lakon terbaru sampai 30-an judul dan episode. Sekitar 15 judul saya yang membuatkan teks cerita lakonnya.
Saya katakan teks karena bukan dibuat seperti naskah yang siap dihafal dialog-dialognya. Semua teks itu dimungkinkan berkembang melalui improvisasi para pemain Opera Batak terdahulu dengan porsi yang lebih besar jumlahnya. Namun secara perlahan harus bergeser dengan pemain yang lain yang lebih partisipatif.
Proses latihan satu dua kali dilakukan di tempat tinggal para pemain Opera Batak terdahulu itu. Mereka saya sebut saja pemain lama. Mereka banyak yang terkonsentrasi di Tanjung Morawa Medan, dekat Kantor Poldasu. Latihan-latihan kadang bikin jengkel karena waktunya selalu tidak tepat dimulai. Itu sering dilakukan oleh para pemain dari generasi baru. Sedangkan salah satu pemain lama terkadang harus di telepon sedang berada di mana atau bagaimana posisinya.
Di pesta. Begitu cerita atau jawaban melalui telepon genggam. Jadi pemain lama Opera Batak masih dapat bertahan untuk hidup sehari-hari melalui pesta adat. Namun mereka berlaku cenderung seperti ententainer karena pesta adat Batak potensial mengundang keramaian. Marsius Sitohang merupakan generasi ketiga sebagai pemain lama Opera Batak. Siapa yang tidak mengenalnya?
Pasca pelatihan melalui Program Revitalisasi di Tarutung tahun 2002, Marsius Sitohang juga dilibatkan dalam pertunjukan Opera Batak “Siboru Tumbaga” oleh grup Opera Silindung (GOS) ke dua tempat di Jakarta (Hotel Indonesia dan TMII).
Grup tersebut merupakan grup percontohan hasil revitalisasi di Tarutung itu dan sempat ingin dihidupkan kembali pada tahun 2018 melihat potensi generasi baru yang menjadi para peserta pelatihan Belajar Bersama Maestro (BBM) Opera Batak.
BBM Opera Batak merupakan salah satu program fasilitasi BPNB Aceh untuk sekaligus mendukung program Indonesiana yang dituan-rumahi Kabupaten Tapanuli Utara. Momen itu juga mendorong keinginan pengaktifan GOS ke tangan generasi baru.
Selama latihan dan pelatihan saya betul-betul teringat bagaimana kesalahan bisa ditertawai. Sesungguhnya itu tidak baik bagi psikologi orang yang ditertawai karena akan berantai pada dendam mentertawai kesalahan yang lainnya.
Termasuk kesalahan yang pernah menertawai salah ucap, pose tubuh waktu melakukan pola lakon yang ditetapkan, dan lain hal yang bisa muncul secara spontan. Teman saya dari tim kreatif presiden waktu mempersiapkan Karnaval Kemerdekaan Danau Toba 2016 cukup serius bilang agar kesalahan jangan ditertawai. Ini konteksnya pasti memang serius.
Penonton juga bisa tiba-tiba ngakak melihat tubuh yang kaku melakukan gerak tarian. Padahal orangnya sudah serius. Ada juga memang sudah layak diganti posisinya dari pemeran tertentu ke tokoh lain. Kalau dipertahankan sudah pasti mengundang kesalahan yang akan ditertawai terus.
Seseorang tidak harus seperti badut kalau tidak diinginkan dalam pertunjukan. Apalagi tidak ada di dalam naskah. Sedangkan gaya badut di dalam pertunjukan Opera Batak terdahulu dikenal melalui tokoh-tokoh Sitakkal tabu, Sijarajiri, atau Cikala Pompong.
Fungsi tokoh itu kadang dikondisikan untuk mengundang tawa, seperti Sitakkal Tabu dalam pertunjukan Opera Batak Sipiso Somalim. Melihat gaya Sitakkaltabu (dibuat-buat atau tidak), penonton selalu cenderung tertawa. Apalagi dengan gayanya mengeluarkan kalimat yang tak terduga.
Tokoh yang menyerupai para badut sudah pasti lebih laku untuk iklan. Maka ada selingan yang berbau iklan dalam Opera Batak yang pernah saya lihat, terutama setelah Opera Batak direvitalisasi. Ini perlu diteliti lagi. Dan dalam perkembangannya waktu menuliskan naskah Opera Batak “Lopian, Ulu Porang di Tano Batak” saya mencoba membuat tokoh Christoffel seperti badut.
Tertawa Etis
Tertawa itu sehat meskipun kebanyakan tertawa dapat mematikan. Maksud itu tidak langsung terkait dengan kumpulan humor “Mati Ketawa ala Rusia” pada tahun 1980-an. Namun dibandingkan dengan kebanyakan menangis, kebanyakan tertawa memang bisa mematikan. Kebanyakan di sini bermakna kelamaan.
Coba Anda menangis tiga jam dan bandingkan dengan tertawa selama itu terus menerus. Suatu waktu kami pulang setelah pertunjukan di Padang tahun 1993 seorang teman aktor saya buat tertawa tak berhenti di dalam bus.
Dia akhirnya hampir mati karena kebanyakan tertawa itu. Lalu meminta tolong jangan saya teruskan melucu. Dari situ saya sedikit bercermin kalau cerita komedi bertujuan untuk mengingatkan kita pada tragedi di baliknya seperti kematian.
Banyak orang tiba-tiba mati karena kelamaan tertawa, meskipun datanya tidak harus dikumpulkan dulu. Setidaknya tertawa dianjurkan jangan sampai kelamaan. Tertawa itu menjadi pengganti obat sehat kalau diatur berapa kali satu hari.
Ada rujukan tertawa setiap hari cukup seratus kali. Itupun sudah divariasikan secara teknis; tertawa alami dari mulut dengan tertawa perut. Khusus tertawa perut secara teknis maksudnya adalah terkait kelucuan tertentu yang bisa ekspresinya dialihkan ke isi perut atau usus.
Tanpa sengaja juga tertawa di mulut sudah mengguncang ke bagian perut. Coba lakukan ulang dengan kesadaran dan melimpahkan semua rasa yang lucu (termasuk dari kesalahan yang terdengar dan terlihat) ke dalam perut. Itu berguna untuk kesehatan diafragma atau rongga perut. Atau coba cukup senyum namun perut terguncang bergembira. Begitu kira-kira tertawa perut.
Kita perlu mengajak seseorang agar tidak terus larut dalam sedih dengan mengundang untuk tertawa. Mari kita tertawa. Menggali sumber cerita untuk tertawa termasuk kerja intelek. Apalagi sampai ke tingkat humor.
Saya sudah lebih lima tahun tidak menikmati suasana di Bukit Lawang Bohorok, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Terakhir saya mendampingi pasangan Jerman campuran Batak. Mereka mau trekking ke Bukit Lawang dan harus membayar sesuai tarif untuk orang asing.
Namun si perempuan sedikit protes dengan pukul rata harga dari pos pendamping trekking. Mestinya harga jangan disamakan jumlah dengan suami (termasuk satu adik) dengan dia. Dia bilang, bahwa dirinya orang asing namun ibunya bukan. Mestinya potong harga dong!
Trekking teman-teman dari BPNB Aceh ke Bukit Lawang menjadi satu kesempatan juga untuk saya kembali menikmati sekitar Bukit Lawang. Meskipun tidak ikut trekking saya menganggap rute yang mereka tempuh sejauh 3 Km untuk pergi dan pulang sudah bernuansa latihan otot. Berjalan berarti melatih 70 persen otot di tubuh kita, terutama otot dari mulai bagian bawah pusar.
Sebagai pengisi materi untuk pengembangan kapasitas (Capacity Building) saya memanfaatkan pengakuan mereka sebagai informasi yang dapat saya gunakan untuk memperkaya materi dan praktik.
Dan selama beberapa praktik rileksasi dan tarik/keluar nafas melalui beberapa contoh peregangan saya melihat kesalahan. Namun mereka secara spontan terlihat mulai menertawai kesalahan itu. Asyik.
Sebenarnya bukan suatu kesalahan karena mungkin mereka tidak biasa saja melakukannya. Mungkin itu yang pertama dan bikin tubuh jadi merasa lucu dan dipaksa bergerak keluar dari kebiasaannya yang kaku, sedang dalam kontraksi, atau stres jasmani.
Saya menganggap kesalahan sebagai kelucuan yang ditunjukkan oleh bahasa tubuh. Namun tubuh yang berbahasa itu sering tidak diperhatikan atau jarang didengar. Ketika sekali didengar suara tubuh itu lucu. Sisa resamnya mungkin tersimpan di baju.
Ada banyak kesalahan yang bisa timbul dari tubuh kita dan dapat dilihat orang lain sebagai kelucuan. Mereka yang tidak biasa menari terasa lucu kelihatan. Meskipun gerak dan lantak yang diajarkan satu pola lama yang lucu dan salah dari situ menjadi menarik untuk ditertawakan.
Ini sah karena konteks kesalahan atau kelucuan ini untuk menghibur dan membuka energi dengan cara-cara yang tidak wajib serius.
Saya juga tertawa atas kesalahan para teman yang menerima materi dari Profesor Basuki, pengurus Ikatan Olahraga Dansa (IOD) Sumatera Utara. Saya tak mampu menahan saya menertawai kesalahan itu dan terdorong menyelesaikan tulisan ini.(*)
Penulis adalah Penerima Penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud RI pada September 2016 dan terlibat dalam Tim Kreatif Presiden untuk Acara Karnaval Kemerdekaan Danau Toba pada Agustus 2016.