Oleh : Tiklas Pileser Babua*
PIRAMIDA.ID- Melansir dari KBBI, etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan individu maupun kelompok. Ini biasa digunakan untuk menilai performa seseorang di dunia kerja. Banyak juga yang berpendapat bahwa etos kerja adalah prinsip, moral, tekad, dan dedikasi yang dimiliki seseorang pada pekerjaannya untuk selalu memberikan usaha terbaik.
Orang yang mempunyai etos kerja yang tinggi adalah pekerja yang selalu tampil maksimal dalam menyelesaikan pekerjaan, bisa diandalkan, dan proaktif dalam diskusi projek. Orang yang menjunjung tinggi etos kerja akan sangat dibutuhkan di lingkungan kerja khususnya dalam pengawasan pemilu.
Etos kerja memiliki fungsi sebagai motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan. Menurut A. Tabrani Rusyan, (1989) etos kerja yaitu mendorong tindakan, penyemangat dalam aktivitas, dan sebagai motivasi untuk menentukan cepat lambatnya proses atau pekerjaan demi mencapai keberhasilan.
Jadi etos kerja adalah kesadaran untuk selalu melakukan pekerjaan dengan menerapan prinsip dan etika, sebagai cerminan diri. Salah satu contohnya, yaitu tidak pernah menunda tugas yang diberikan, selalu bisa diandalkan, dan sering berpartisipasi dalam penyampaian ide.
Dalam pengawasan pemilu ada gambaran menurut S.P. Siagian, (1970: Hal. 107) bahwa pengawasan pemilu sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Pendapat Siagian tersebut disematkan pada tindakan pengawasan pada proses yang sedang berjalan atau dilaksanakan. Pengawasan tidak dilaksanakan pada akhir suatu kegiatan, justru pengawasan dilaksanakan dalam menilai dan mewarnai hasil yang akan dicapai oleh kegiatan yang sedang dilaksanakan tersebut.
Dilihat dari segi kedudukannya, pengawasan partisipatif ialah pengawasan yang bersifat eksternal. Pengawasan berisfat eksternal adalah pengawasan yang dilakukan terhadap pemerintah oleh organisasi atau lembaga-lembaga yang dibuat oleh masyarakat yang secara struktural berada diluar lingkungan pemerintah.
Pengawasan partisipatif ialah juga suatu pengawasan yang melibatkan peran masyarakat untuk ikut andil dalam pengawasan suatu kegiatan pemerintah secara kritis dan aktif, seperti pilkada. Pengawasan oleh bawaslu dan pengawasan yang optimal, sehingga dapat terselenggara pilkada serentak yang jujur dan adil, berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
PEMBAHASAN
Karakter Pengawas Partisipatif dan Peranan Mahasiswa Dalam Penegakan Sistem Demokrasi di Indonesia
a. Membangun Karakter Pengawas Partisipatif
Pengawasan partisipatif mengacu pada pemahaman tentang partisipasi politik. Partisipasi politik itu sendiri adalah bagaimana keterlibatan masyarakat atau rakyat banyak dalam kegiatan-kegiatan politik. Yoyoh Rohaniah an Efriza, (Hal:280).
Dalam konteks pengawasan pemilu partisipatif jelas bahwa masyarakat atau kelompok masyarakat terlibat dalam kegiatan politik. Masyarakat atau kelompok yang terlibat didalmnya bisa mendukung maupun menjadi penggugat dalam proses maupun hasil pemilu. Untuk membangun karakter pada pengawas partisipatif diperlukan pengorganisasian yang didalamnya terkandung nilai-nilai etika yang mendukung integritas pengawas pemilu.
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukan kesediaan dan kesanggupan seseorang secara sadar untuk menaati ketentuan dan norma kehidupan yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau suatu organisasi. Sondang Siagian, (1996: Hal. 335-337). Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika merupakan sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada pada di tingkat yang sama. Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan hidup kita.
Dalam konteks tersebut, terkait etika juga diatur oleh Bawaslu yang menerapkan Peraturan Nomor 6 Tahun 2017 Pasal 3 tentang Kode Etik Pegawai Badan Pengawas Pemilihan Umum.
b. Peran Mahasiwa Dalam Pengawasan Pemilu Sebagai Penegakan Demokrasi Di Indonesia
Demokrasi pertama kali dikemukakan oleh mazhab politik dan filsafat yunani kuno yang dipimpin oleh Cleisthenes pada tahun 508 SM. Demokrasi berasal dari dua kata yakni, demos dan kratos. Demos berarti rakyat, dan kratos berarti pemerintah, bila ditafsirkan demokrasi adalah pemerintahan rakyat.
Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan rakyat sebagaimana adagium populer ari Presiden Amerika ke-16, Abraham Lincoln, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (from people, by people and for people). Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan yang melibatkan rakyat dalam berlangsunya tata kelola pemerintahan, sistem ini mengafirmasi bahwa pemerintahan ada demi rakyat secara komperhensif, bukan untuk segelintir elite penguasa singgasana perpolitikan seperti yang dewasa ini sering dipertontonkan.
Perlabelan kata demokrasi semenjak orde lama sebenarnya telah dilakukan, terbukti pada saat itu (orde lama) Indonesia menganut sistem demokrasi konstitusional berganti menjadi demokrasi terpimpin, dan rezim orde baru menggunakan sistem pemerintahan Indonesia memakai label (nama) demokrasi Pancasila. Namun konon barulah pada saat reformasi 1998 barulah Indonesia mulai benar-benar memakai sistem demokrasi yang bukan hanya sekedar label.
Dengan seiring berjalanya waktu, dari gerakan yang dibangun pada reformasi 1998 sampai saat ini banyak fenomena yang membuat kita merenung dan bertanya, benarkah kita sedang hidup dalam negara yang menganut sistem demokrasi?
Menilik dari rezim orde lama hingga orde baru, Indonesia telah memakai sistem demokrasi. Dapat diakui bahwa Indonesia sedari dulu telah menggunakan sistem demokrasi, namun hanya sebatas memakai sistem demokrasi sebagai sekadar label (nama) tidak dengan aktualisasi tindakannya. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa rezim orde lama hingga orde baru begitu kental dengan tipe kepemimpinan “rasa” otoritarianisme.
Dengan begitu, maraknya pembungkaman aktivis-aktivis pemuda dan mahasiswa, dan terlebih khusus pada kebebasan pers yang sangat dibatasi ruang geraknya pada rezim waktu itu.
Memasuki era reformasi, Indonesia perlahan mulai melakukan aktualisasi sistem demokrasi yang terbukti dengan pers yang mulai bebas ruang geraknya. Kebebasan berpendapat (lisan dan tulisan) yang telah dijamin oleh Undang-Undang seperti pada Pasal 28 UUD 1945. Namun seiring berjalannya waktu, kepincangan sistem demokrasi di Indonesia mulai terlihat secara perlahan.
Kepincangan sistem demokrasi Indonesia bia kita lihat dengan maraknya peristiwa pembungkaman nalar-nalar kritis pemuda, mahasiswa, dan masyarakat pada umumnya, money politik yang kian hari semakin tak terbendung penerapannya dalam kontestasi-kontestasi politik di Indonesia yang semakin sulit untuk dihilangkan. Kepincangan demokrasi di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi kaum pemuda terlebih khusus pada kaum mahasiswa sebagai kaum intelektual.
Peran mahasiwa dalam penegakan demokrasi Indonesia kini dipertanyakan, apa yang mahasiswa seyogianya lakukan guna mampu menerapkan dan menegakan demokrasi secara baik di Indonesia? Dalam menjawab tantangan realitas sosial saat ini ada pelbagai ikhtiar yang harus dilakukan mahasiswa agar tidak lagi menimbulkan yang namanya patologi demokrasi.
Saat ini peran pemuda dan mahasiwa kurang menggaung dalam menyikapi situasi dan kondisi demokrasi di Indonesia. Demokrasi di Indonesia tidak sesuai dengan ruh demokrasi yang sesungguhnya dan lebih condong pada demokrasi liberal. “jika ingin melihat demokrasi Indonesia, maka harus dengan ketajaman penglihatan. Kalau ingin mengawal maka sebagai mahasiswa harus kuat dulu. Ketajaman tersebut dapat dimaknai dalam aspek keilmuan, yakni theoretical. Sedangkan dalam mengawal demokrasi harus mengetahui kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.”
Demokrasi dapat dibidik melalui pelaksanaan pemilihian umum dan pemilihan kepala daerah. Dalam hal itu, mahasiswa dan pemuda harus memiliki andil untuk melakukan pengawasan sebagai upaya mendorong tingkat partisipasi. Saat ini yang masih disayangkan adalah negara seringkali lalai terhadap potensi anak muda sehingga pemuda dan mahasiswa tidak mendapatkan kesempatan lebih luas untuk mengembangkan diri.
Dalam konteks partisipasi dalam pengawasan pemilu sebagai wujud dari penegakan demokrasi secara baik, maka mahasiswa yang dinobatkan sebagai agent of control dan agent of change harus mengambil peran dalam mengawasi pemilu yang akan berlangsung pada tahun 2024 mendatang.
Sebagai wujud nyata, mahasiswa diharapkan mampu mendekonstruksikan pelbagai keburukan yang dapat menghambat perkembangan demokrasi seperti money politik disaat kontestasi politik dihelat. Mahasiswa juga diharapkan agar merekonstruksikan stigma yang ada dalam masyarakat dan juga diri pribadi sebagai mahasiswa bahwa money politik adalah suatu perilaku tercela yang tidak boleh ditumbuh-kembangkan yang nantinya hanya melahirkan patologi demokrasi.
Mahasiswa harus mampu membuat stigma baru yang mengarah pada progresifitas arah demokrasi, hal tersebut bisa dilakukan antara lain dengan cara merubah stigma terdahulu “ada uang, ada suara” dengan stigma “pemilih cermat, pemilih cerdas” bahwa masyarakat harus memilih berdasarkan track-record, prestasi dan visi-misi dari calon pemimpin. Mahasiswa juga harus mampu mengedepankan politik gagasan kepada masyarakat agar tidak lagi terjadi pembodohan politik yang sering terjadi dengan menukar hak suara dengan beberapa lembar uang untuk merelakan nasib hidup 5-6 tahun kepada sang calon pemimpin yang nantinya akan sirna dengan perlahan.
Dengan politik gagasan yang diterapkan nanti, maka kedepannya mahasiswa akan menjadi sebagai pelaku agent of control yang telah siap untuk menjadi pemimpin masa depan. Kata Plato (428-348 SM) dalam teori Guardian-nya “Pemimpin haruslah seorang filsuf, sebelum menjadi pemimpin, ia (pemimpin) diharuskan terlebih dahulu mempelajari dan ahli dalam bidang filsafat, agar filsafat atau cinta kebijaksanaan dapat terpatri dalam diri pemimpin”.
Dalam pengawasan pemilu, mahasiswa juga dituntut agar dapat memberikan pencerahan terkait dengan pelanggaran-pelanggaran yang nantinya akan terjadi pada pemilihan umum serentak di tahun 2024 mendatang guna memberikan penguatan pada bawaslu sebagai instansi dalam mengawal pelaksanaan pemilihan umum. Penegakan hukum pada pemilu sangat diharapkan agar demokrasi terpimpin sebagai sistem di Indonesia tidak melahirkan kembali yang namanya patologi demokrasi.
Upaya penegakan hukum dalam pelaksanaan pemilihan umum menurut Lawrence M. Friedman, berhasil atau tidaknya penegakan hukum dalam pelaksanaan pemilihan umum dipengaruhi oleh tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (structur of Law), substansi hukum (substance of the Law) dan budaya hukum (culture of Law). Micael Josviranto, (Jurnal Pendidikan Tambusi, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022. Hal: 4279).
Unsur substansi hukum meliputi aturanm norman dan perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem hukum (Lawrence M. Friedman, 2001). Jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum pemilu di Indonesia maka yang termasuk didalamnya struktur institusi penegakan hukum antara lain Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Bawaslu.
Dalam kaitannya dengan budaya hukum, Lawrence M. Friedman selanjutnya mengartikan budaya hukum sebagai suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Tanpa budaya hukum, maka sistem hukum itu sendiri tidak akan berdaya. Micael Josviranto, (Jurnal Pendidikan Tambusi, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022. Hal: 14279).
Berkaitan dengan partisipatif pengawasan, maka dapat dilihat antara penegakan sistem demokrasi yang bertalian dengan penegakan hukum sesuai regulasi yang telah ditetapkan. Hal ini yang kemudian harus dikemukakan oleh pemuda dan mahasiwa guna menjaga kestabilan dalam berdemokrasi dan sebagai perwujudan daripada negara yang berlandaskan hukum.
KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa keterlibatan dalam pengawasan partisipatif adalah wujud dari demokrasi yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan di Indonesia mendorong kita agar menjadi masyarakat yang memiliki pemahaman utuh tentang politik dan terlibat didalamnya, dengan kata lain mampu mendukung atau menjadi penggugat dalam proses pemilihan umum.
Untuk merawat demokrasi agar tidak ada lagi yang namanya patologi didalam demokrasi seperti money politik, maka dibutuhkan peranan penting mahasiwa yang dialamatkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai pembawa perubahan dan memiliki fungsi kontrol di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.(*)
Penulis merupakan Kader GMKI Jailolo. Banyak menulis di berbagai media.