Oleh: Tulus Panggabean
PIRAMIDA.ID- Pada dewasa ini ada begitu banyak sekali kasus kekerasan dan tindakan sadis yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja yang berujung fatal melalui media digital.
Salah satu contohnya yang masih hangat di telinga kita, yaitu seorang anak berusia 11 tahun di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang baru-baru ini meninggal. Korban tersebut dipaksa teman-temannya untuk menyetubuhi kucing, lalu direkam menggunakan telepon seluler dan videonya diunggah ke media sosial. Hingga akhirnya si anak 11 tahun tersebut berujung meninggal dunia.
Ada lagi dua remaja di Makasar yang berusia 17 dan 14 tahun yang menjual organ tubuh manusia. Korban dibunuh dan akan dijual organ tubuhnya melalui internet lantasan tergiur akan harga jual organ manusia tersebut. Dan masih banyak lagi kasus lainnya.
Hal itu terjadi akibat kurangnya Literasi Digital pada masyarakat terkhusus kepada pelajar yang dimana kebebasan konten dan informasi dari dunia maya bisa menyerang siapa saja pengunanya termasuk anak-anak dan remaja.
Ada tiga jenis informasi yang beredar di media digital yaitu misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Misinformasi adalah informasi yang salah, Namun informasi tersebut disebarkan oleh orang yang tidak tau informasi itu salah. Disinformasi adalah orang tersebut tau bahwa informasi tersebut salah, Namun tetap di-share. Malinformasi adalah ini informasi yang dengan sengaja di produksi, sudah tau informasi tersebut salah namun tetap di sebarkan dengan tujuan tertentu.
Menurut laporan “State of Mobile 2023” yang dipublikasi oleh firma riset pasar aplikasi data.ai, orang Indonesia menghabiskan waktu rata-rata 5,7 jam per harinya menggunakan ponsel. Dalam laporan itu, data.ai merinci perilaku pengguna internet di sejumlah negara untuk tahun 2022. Salah satunya soal rata-rata waktu yang dihabiskan ketika bermain Handphone.
Jumlah waktu rata-rata penggunaan HP di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara Brazil (5,3 jam), Saudi Arabia (5,3 jam), Singapura (5,3 jam), Korea Selatan (5 jam), Meksiko (4,9 jam).
Data.ai mencatat, pada 2019, setiap orang Indonesia rata-rata menghabiskan 3,9 jam setiap harinya untuk bermain ponsel. Kemudian, pada 2020, waktu rata-ratanya meningkat hingga 5 jam per hari.Lamanya rata-rata waktu yang dihabiskan orang Indonesia meningkat ke angka 5,4 jam per hari pada 2021, kemudian 5,7 jam per hari pada 2022.
Peningkatan itu sangatlah signifikan terjadi pada masyarakat Indonesia. Yang berimbas pada kebiasaan-kebiasaan baru yang belum dapat terkontrol dengan baik.
Pada saat pandemi COVID-19 melanda negara Indonesia pada tahun 2020. Kehidupan masyarakat pun beralih ke media digital. Mulai pekerjaan, pembelajaran maupun interaksi sosial.
Akibat pandemi COVID-19 pada tahun 2020 tersebut. Hampir diseluruh wilayah Indonesia para pelajar di dukung dan diberikan kemudahan dalam akses nternet. Mulai dari fasilitas kuota internet yang di sediakan oleh pemerintah maupun pemberian Handphone oleh orang tua, pihak pemerintah dan pihak lainnya untuk menunjang pembelajaran daring.
Hal itu pun harus menjadi sorotan kita bersama bahwa pentingnya Literasi Digital untuk masyarakat Indonesia terkhusus para pelajar dan mahasiswa. Karena sebagian besar aktivitas telah beralih melalui media digital. Baik itu pekerjaan, pembelajaran, maupun interaksi sosial.
Merawat Generasi Melalui Pemahaman Etika di Media Digital
Dalam hal menjaga moralitas suatu bangsa dalam menjawab tantangan dunia digital, kita harus berawal dari kaum muda. Dimana yang mendominasi pengisi ruang-ruang digital dan masa depan adalah para kaum muda. Sehingga pemahaman tentang literasi digital harus di tanamkan sejak dini. Oleh karena itu merujuk pada yang kita lihat di lingkungan kita bahwa kelompok usia muda-lah yang menjadi pengguna internet paling banyak.
Hal tersebut terlihat jelas dari hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di mana tingkat penetrasi internet di kelompok usia 13-18 tahun mencapai 99,16% pada 2021-2022. Posisi kedua ditempati oleh kelompok usia 19-34 tahun dengan tingkat penetrasi internet sebesar 98,64%. Tingkat penetrasi internet di rentang usia 35-54 tahun sebesar 87,30%. Tingkat penetrasi internet di kelompok umur 5-12 tahun sebesar 62,43%. Sedangkan, persentasenya di usia 55 tahun ke atas hanya sebesar 51,73%.
Hasil survei tersebut menyimpulkan bahwa kaum muda yang mendominasi pengguna internet di Indonesia.
Dalam menjawab tantangan kemajuan teknologi yang semakin pesat ini perlu literasi digital masuk dalam pembelajaran formal dengan sasaran/target adalah kaum muda/pelajar. Karena hal tersebut sudah menjadi kebutuhan bersama guna meningkatkan kualitas masyarakat dan menjaga ketentraman dalam berbangsa dan bernegara.
Dengan ini juga mendorong agar kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia memasukkan Literasi Digital dalam Kurikulum pembelajaran pada sekolah dan kampus. Karena lewat hal itulah akan menginternalisasi pemahaman pelajar, pemuda maupun masyarakat tentang literasi digital.
Karena, ketika Literasi Digital dapat di tingkatkan di kalangan masyarakat yang dimulai pada pelajar dan mahasiswa maka akan membawa dampak yang sangat positif untuk kualitas bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Tulisan ini muncul sebagai bentuk refleksi penulis akan minimnya Literasi Digital pada masyarakat. Hal itu dibuktikan maraknya konten bentuk tulisan, pamflet maupun bentuk video yang sangat mencederai norma yang berlaku di kalangan masyarakat Indonesia. Ada begitu banyak terjadi pelecehan, ujaran kebencian, berita bohong, dan hal negatif lainnya yang hadir di media digital. Hal ini sangat menggangu ketentraman dan mempengaruhi tindakan dan pola pikir pengguna media digital.
“Apa yang dibaca dan apa yang di tonton akan membentuk kepribadian seseorang. Sebab hal-hal kecil tersebut sangat mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Karena apapun yang di laksanakan oleh seseorang itu semua berasal dari pikirannya”. “Tulus Panggabean”
Banyak juga interaksi pengguna media digital yang mencederai norma-norma masyarakat Indonesia di media sosial baik itu ruang-ruang chat dan kolom komentar.
Salah satu contoh, lihat saja di kolom komentar pada postingan para artis. Banyak cemooh, ujaran kebencian, body shaming, dan hal-hal toksik lainya.(*)
Penulis merupakan Sekretaris Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Pematangsiantar-Simalungun.