Rina Adriani Silalahi*
PIRAMIDA.ID- Sedikitnya, tiga kali sehari kedai kopi menghangatkan hidup dan kehidupan di dusun. Pagi hari, sebelum ke kebun dan ladang, sebelum berangkat ke tambang atau pabrik, dan sebelum mengabdi berbaju dinas, acap kali, kopi menjadi pelengkap aktivitas.
Minum kopi menjadi salah satu cara memacu semangat.
Saat istirahat siang sambil berlindung dari terik matahari di bawah pondok ditemani secangkir kopi. Dan, terakhir, saat petang menjelang pulang menuju rumah, singgah di warung sekedar ngopi. Menikmati kopi sudah menjadi bagian dari aktivitas rutin harian penduduk lokal.
Kemampuan menikmati kopi tidak selalu dimiliki oleh para penikmat kopi. Banyak orang tidak suka kopi karena rasanya yang pahit. Namun jika dipelajari, perlahan Anda dapat menemukan kenikmatan pada minuman hitam pekat ini.
Beragam cara minum kopi turut serta menjadi suatu kekhasan dalam menikmati minuman ini. Pada banyak kesempatan, sering saya memperhatikan beberapa pria paruh baya menuangkan kopinya sebanyak ukuran tatakannya.
Ketika uap panas masih terlihat membubung, mereka terlihat santai menyeruput kopinya. Hal ini berulang kali dilakukan hingga kopi tak bersisa.
Hangatnya tak hanya pas di tenggorokan namun sekaligus menjalar hingga mampu menghangatkan suasana ngobrol-ngobrol ringan dengan teman-teman.
Singgah sesaat di warung berinteraksi dengan tetangga sembari menaruh peralatan kerja seperti cangkul, pacul, parang, sabit dan lainnya. Kompor yang selalu menyala meski dengan api kecil seolah memastikan air yang digunakan untuk menyeduh minuman benar-benar mendidih.
Suguhan roti dan kue tradisional pun melengkapi keistimewaan warung kopi. Sederet minuman dalam kemasan botol tampak menghiasi dinding warung kopi khas dusun.
Berbagai topik pembicaraan silih berganti diperbincangkan. Mulai dari suasana desa, hasil panen yang kurang maksimal, jenis pupuk terbaik, jadwal rembuk desa, hingga isu-isu politik terhangat.
Menikmati secangkir kopi di kedai mempertemukan berbagai lapisan usia membuat jarak yang terbentang semakin dekat.
Perbedaan status sosial pun tampak buram ketika duduk bersama di bangku kayu memanjang hasil rakitan pemilik warung kopi. Apalagi dengan modal karakter kekeluargaan yang turun-temurun di dusun, suasana yang semula tegang bisa perlahan mencair.
Yang menarik, unik, dan khas hampir semua warung kopi di dusun menggunakan kursi kayu rakitan sendiri. Bentuknya sederhana namun kokoh. Sesekali kursi berbahan plastik pun menjadi cadangan kala pengunjung ramai.
Tak hanya roti, olahan mie instan, aneka gorengan, teh manis, teh susu, susu coklat menjadi menu lain yang ditawarkan. Di samping itu, ada pula telur setengah matang yang rasanya tak kalah nikmat. Cukup dengan menambahkan sedikit garam lalu mengaduknya hingga rata, telur setengah matang dapat dinikmati. Harganya pun relatif terjangkau berkisar Rp 5000 per butirnya.
Dalam aktivitas yang sudah mengakar ini, warung kopi tetap menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di dusun. Meski terkadang pelanggan yang merupakan penduduk lokal menunggak untuk membayar harga segelas kopinya.
Untuk mengisi waktu luang, pada warung kopi atau lebih akrab dengan sebutan kedai, sang pemilik biasanya sudah menyediakan kotak catur. Olahraga ini sudah sangat kental menemani hampir setiap kedai yang ada di desa.
Segelas kopi dan kotak catur ibarat nadi kehidupan di kedai. Keberadaan benda ini mampu mendongkrak riuh suasana di kedai. Beberapa buku teka teki silang tak luput menghiasi meja kedai.
Meski di era digital, surat kabar harian tak luput melengkapi kebutuhan informasi bagi para pengunjung kedai agar tak ketinggalan informasi.
Tak hanya itu, kedai juga dilengkapi dengan televisi. Rasanya media elektronik ini menjadi penting apalagi saat perhitungan cepat (quick count) Pilkada/Pilpres/anggota legislatif dan musim laga sepak bola nasional maupun internasional.
Menyaksikan pertandingan laga antar club kebanggaan akan jauh lebih semarak jika bersama teman-teman.
Suasana riuh sorak sorai di kedai tentu berbeda dengan di rumah. Apalagi bila gol tanda kemenangan akibat tendangan jitu pemain unggulan disambut teriakan gembira.
Sesekali terdengar nada suara yang tinggi hingga suara gebrakan di meja sebagai penanda dari adu argumentasi antar pengunjung kedai.
Meski begitu, adu sikut jarang terjadi. Pengunjung kedai biasanya didominasi oleh laki-laki dewasa. Namun sesekali siswa SMP dan SMU yang baru pulang sekolah pun tak ragu meluangkan waktunya untuk bercanda gurau dengan teman-temannya atau sekedar mencuri perhatian lawan jenis.
Dengan menggunakan sebuah alat musik gitar, biasanya anak-anak muda ini menyanyikan beberapa lagu hits bertema jatuh hati hingga patah hati yang menarik perhatian hampir setiap orang yang lewat. Kedai juga menjadi salah satu tempat alternatif bagi pedagang juga pelancong yang kebetulan melintas.
Berbagai aktivitas dan manfaat bisa diambil dari sekedar ngopi di kedai. Tak ada salahnya nongkrong sejenak di kedai kopi, daripada mengutuk lebih baik buang suntuk.
Penulis merupakan lulusan Fakultas Ekonomi USU yang memiliki minat di bidang menulis. Penulis lahir 33 tahun lalu dan menggunakan nama reena_adriani pada akun media sosial Instagramnya. Pada kesempatan sebelumnya, penulis sudah menelurkan berbagai artikel opini dan juga puisi.