Tumpak Winmark Hutabarat (Si Parjalang)*
PIRAMIDA.ID- Kebijakan pemerintah negeri ini tiada hentinya menunjukkan sisi gelapnya. Berbagai kebijakan kontroversial menjadi wacana dan kerap menjadi suatu undang-undang dan peraturan yang secara de facto berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Dari sekian banyak kebijakan yang berlaku tersebut, hampir tidak ada yang berpihak kepada masyarakat kecil (buruh, petani dan nelayan).
Inilah yang menjadi kekhawatiran bersama, seperti apa watak pemerintahan kita.
Dominasi perusahaan asing yang mitosnya meningkatkan kesejahteraan rakyat semakin menjamur di Indonesia. Hal ini tentunya sangat disukai pemerintah, terbukti dengan adanya sejumlah kebijakan yang berpihak dan tawaran menggiurkan lainnya.
Berangkat dari itulah maka sangat wajar Neokolonialisme dan Imperialisme (Neokolim) tertancap tajam di Indonesia. Sebab telah bersatunya gerakan yang dibangun perusahaan modal besar, Trans National/Multi National Corporation (TNC/MNC), lembaga keuangan internasional, dan borjuasi elite birokrasi negeri ini. Korporatokrasi ini lah yang mengakibatkan semakin maraknya dominasi negara asing dalam setiap kebijakan publik dan dalam aspek ekonomi politik Indonesia.
Neokolim sendiri bukan barang baru lagi bagi Indonesia. Ia telah ada sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan meletus besar ketika peristiwa 1965 di mana pintu masuk penguasaan sumber daya alam, keuangan, dan manusia Indonesia menjadi dibuka lebar.
Sampai saat ini juga, model pemerintahan kita menghamba pada arus modal asing. Bermimpi akan adanya kemajuan dan pertumbuhan ketika adanya investasi yang disertai ketentuan yang mengikat.
Realitas Buruknya Pemerintahan Indonesia
Kondisi-kondisi yang dipaparkan dalam tulisan ini mungkin bisa menguatkan betapa sudah mengakarnya watak Neokolim yang telah menggerogoti bangsa ini. Di saat utang luar negeri telah membengkak dan mentorehkan prestise angka fantastis, Rp 5.835 triliun (Kuartal I 2020).
Perilaku korupsi yang digemari elite birokrasi bangsa ini pun sampai pada perlakuan memanipulasi hukum untuk tujuan pribadi dalam ikatan kerjasama dengan pihak dalam negeri maupun asing.
Tujuannya menguras kekayaan negara dan menghabiskan anggaran negara demi memuaskan libido mengakumulasi keuntungan pribadinya.
Modal Asing Bukti Nasionalime Sempit
Aturan-aturan yang ketat kerap dikatakan menjadi penghambat perkembangan perekonomian bagi perusahaan dalam penanaman modal. Akan tetapi keadaaan parah terjadi, ketika perusahaan swasta besar/kecil bangkrut, pemerintah langsung membantu sampai menghabiskan dana negara yang begitu besar. Padahal jika terjadi pemecatan (PHK) di rakyat dan ketika rakyat butuh bantuan negara, pemerintah acuh tak acuh.
Sikap menghamba terhadap arus penanaman modal asing, inilah ciri pemerintahan kita. Ketika seluruh kekayaan alam, tambang, hutan, mineral, perkebunan, laut, diserahkan pada perusahaan asing. Dan kegiatan eksploitasi dioptimalkan pada ekspor ke luar negeri (negara maju), tidak untuk keperluan dalam negri, tapi lebih kepada menghidupi kegiatan industri negara maju.
Tidak terhenti sampai di situ, ketika sumber daya alam dikerahkan pada modal asing, harga melonjak tinggi, harga listrik naik, harga bahan pokok naik, dan masyarakat tetap menjadi korban, mengalami penderitaan. Akibat eksploitasi, rakyat tidak lagi punya tanah, tidak punya tempat tinggal, kehilangan identitas, yang berlabuh pada hilangnya mata pencaharian rakyat.
Pemerintah telah memiliki keyakinan baru, lebih meyakini yang namanya perdagangan bebas.
Padahal perdagangan bebas akan mematikan industri dalam negeri. Alasan pemerintah bahwa persaingan dengan negara-negara ekonomi kuat, maka perekonomian negara Indonesia katanya secara tidak langsung akan menjadi kuat.
Ada pemahaman parsial di pemerintah, ketika negara maju kuat dalam ekonomi adalah karena mampu menyusun strategi ekonomi nasionalnya, dengan cara mengembangkan kekuatan nasional. Beda dengan pemerintah ini, yang tidak percaya dengan kekuatan sendiri.
Sektor perusahaan swasta mendapatkan posisi yang dimanjakan oleh pemerintah, ketika pemerintah memberikan berbagai kemudahan, fasilitas yang mewah seperti keuangan, kebijakan, pembangunan pelabuhan dan pergudangan.
Sehingga pemerintah mengesampingkan kebutuhan publik, mengakibatkan tidak adanya pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan rakyat, malah kehancuran lah yang terjadi dalam sarana dan prasarana publik
Akhirnya, seluruh sumber kekayaan alam, daerah teritorial diserahkan sepenuhnya pada kekuasaan asing. Dan pemerintah menerapkan UU yang menjamin stabilitas dominasi dan eksploitasi perusahaan asing terhadap kekayaan alam Indonesia . Pemerintah tidak berbuat apa-apa ketika sektor perkebunan, mineral, energi, hutan, laut dan bahkan sektor keuangan dikuasai asing.
Padahal pemerintah sering mengelu-elukan nasionalisme.
Inilah yang membuktikan bahwa nasionalisme pemerintah hanyalah sebatas nasionalisme sempit!
Penulis merupakan pegiat sosial-kreatif. Aktif traveling. Akrab disapa “Si Parjalang”.