PIRAMIDA.ID- Presiden Joko Widodo telah menyatakan berkali-kali bahwa dirinya taat dan tunduk kepada Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu Undang Undang Dasar 1945.
Hal itu untuk menepis adanya wacana atau desakan segelintir orang yang mendorong Presiden Ke-7 Republik Indonesia itu untuk melanggar UUD 1945 mengenai masa jabatan Presiden, dengan mencoba mengusung isu Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, mendesak adanya Periode Ketiga, dan atau upaya menunda pelaksanaan Pemilu 2024.
Penghargaan kepada Joko Widodo sebagai Tokoh Taat Konstitusi itu, disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof Dr John Pieris saat menjadi Pembicara dalam Dialog Kebangsaan Serie 2 bertema ‘Kudeta Konstitusi: Indonesia Menuju Negara Diktator’, yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP PARKINDO) Masa Pelayanan 2021-2026 secara virtual, pada Selasa, 08 Maret 2022.
Prof John Pieris menyebut, Presiden Joko Widodo dipaksa oleh sejumlah orang dan atau kekuatan beberapa oknum di partai politik dengan berbagai cara, agar bersedia melabrak konstitusi dengan Tiga Periode Presiden atau Perpanjangan Masa Jabatan Presiden, atau pun mengundurkan pelaksanaan Pemilu 2024.
Namun, dengan tegas Presiden Joko Widodo menolak niat orang-orang itu. Dan Joko Widodo menegaskan, dirinya tetap taat kepada Konstitusi NRKI yaitu Undang Undang Dasar 1945.
“Pak Jokowi berkali-kali sudah menyatakan bahwa dirinya tunduk dan taat kepada Konstitusi, yaitu Undang Undang Dasar 1945. Karena itu, saya menyarankan, lewat Parkindo ini, bahwa Pak Jokowi layak diberikan penghargaan sebagai Bapak yang Taat Konstitusi,” tutur Prof Dr John Pieris.
Prof Dr John Pieris melanjutkan, sikap tegas dari seorang Presiden Joko Widodo yang taat dan tunduk kepada UUD 1945 itu harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat Indonesia.
“Terutama oleh para menterinya di kabinet, juga oleh seluruh pendukung, relawan, atau apa pun namanya. Sebab, seluruh elemen bangsa dan Negara Indonesia memang wajib tunduk dan taat kepada Konstitusi,” ujar mantan anggota MPR RI ini.
Hadir sebagai pembicara dalam dialog ini yakni Prof Dr John Pieris, Guru Besar Tata Negara Universitas Kristen Indonesia (UKI), Dr Budiman NPD Sinaga, Akademisi Universitas Nommensen, Medan, dan Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy And Policy Studien (PEPS), Presidium Poros Peduli Indonesia (Populis), dengan moderator Ketua Bidang Politik DPP PARKINDO, Charles D Sirait.
Dialog ini juga diikuti oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Kalimantan Tengah atau Senator, Agustin Teras Narang, Tokoh Kristen Prof Albertus Patty, Politisi Senior Bursah Zarnubi, Politisi PDIP I Wayan Sudirta, Dewan Pembina DPP PARKINDO Dr Lintong Manurung, Ketua Umum DPP PARKINDO Lukman Doloksaribu, Sekjen DPP PARKINDO Besli Pangaribuan, para pengurus DPP PARKINDO, aktivis mahasiswa lintas kampus, aktivis kepemudaan lintas organisasi, para akademisi, politisi, dan lain-lain.
Lebih lanjut, Prof John Pieris menyebut, usulan-usulan yang diduga telah mencederai konstitusi, seperti adanya upaya oleh segelintir oknum di partai politik dan relawan Jokowi yang mendesak-desak agar Presiden Jokowidodo melanggar konstitusi dengan masa jabatan tiga periode, atau memperpanjang masa jabatan, adalah bentuk pembangkangan terhadap konstitusi yang sah.
Apalagi, katanya, jika wacana itu hanya dikarenakan kepentingan sempit oleh para oknum itu, maka mereka layak mendapatkan sanksi atas dugaan pelanggaran konstitusi tersebut.
“Mereka bisa dikenakan sanksi. Walau pun sanksinya bukan lewat proses yudisial atau peradilan, tetapi sanksi sosial dan sanksi politik dari masyarakat sangat nyata,” lanjut Prof John Pieris.
Prof John Pieris menegaskan, mengenai masa jabatan Presiden telah dengan tegas dan jelas diatur pada Pasal 7 Undang Undang Dasar 1945 tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Bunyinya, ‘Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.’
Kemudian, Prof John Pieris juga mengulas Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Mengandung pengertian bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas hukum.
“Oleh karena itu, sangat tegas dinyatakan bahwa Negara Hukum itu harus ditaati. Indonesia adalah Negara Hukum, bukan berdasarkan kekuasaan. Sebab, jika segala sesuatu didasarkan pada kepentingan politik, apalagi politik kepentingan sesaat, maka itu namanya Negara Kekuasaan. Padahal, Indonesia adalah Negara Hukum. Dan Indonesia sepakat, kita semua harus taat dan tunduk pada hukum itu. Kita semua, termasuk Presiden wajib tunduk dan taat kepada UUD 1945,” terang Prof John Pieris.
Prof John Pieris juga tidak menafikan bahwa UUD 1945 bisa diamandemen atau diubah. Tetapi, tegasnya, persyaratan dan kondisi maupun faktor-faktor untuk mengubah konstitusi itu tidak mudah.
Bahkan, katanya, jika pun di Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyebut ‘Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang’, itu pun bukan berarti Presiden dengan mudahnya mengeluarkan Perpu.
“Syaratnya sangat berat, rumit dan sangat tidak mudah. Perpu pun harus taat kepada konstitusi. Harus menurut UUD 1945. Tidak boleh hanya karena desakan sekelompok kepentingan belaka, tidak boleh hanya karena keinginan-keinginan sepihak belaka. Atau, tidak boleh juga hanya karena keinginan parpol saja. Jadi UUD 1945 itu wajib hukumnya untuk ditaati dan dipatuhi,” terang John Pieris.
Bagi Prof John Pieris, pihak-pihak yang sedang berupaya mengutak-atik UUD 1945 saat ini, adalah pelecehan terhadap Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
“Itu sama saja juga melecehkan para Reformator Indonesia, mencederai hasil-hasil perjuangan Reformasi. Yang menginginkan waktu itu, agar masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden dibatasi. Agar seluruh rakyat bisa mengawasi dan mengawal kinerja kekuasaan,” tuturnya.
Karena itulah, Prof John Pieris menyebut, kelompok-kelompok Relawan Jokowi yang gembar-gembor hendak meminta Presiden kembali mengubah UUD 1945 dengan masa jabatan tiga periode adalah kelompok yang bersengaja melecehkan konstitusi.
“Kasihan sekali mereka. Mungkin hanya karena mendapat sedikit logistik seperti bikin kaos, bikin seminar atau duit untuk konperensi-konperensi pers malah dengan membabibuta mendesak agar tiga periode Presiden. Itu sungguh pelecehan terhadap Konstitusi Indonesia,” ujarnya.
Soal mengubah konstitusi, John Pieris mengingatkan agar tidak semena-mena dan tidak semudah berkoar-koar di media-media. Sebab, ada mekanisme panjang, ada kondisi yang sangat darurat, atau kepentingan jangka panjang Bangsa Indonesia, yang harus dipertimbangkan secara riil dan nyata.
“Mengubah UUD 1945 memang tidak tabu. Namun bukan berarti jadi bisa sewenang-wenang menyatakan mengubah Konstitusi. Mengubah Konstitusi juga harus taat kepada Konstitusi itu sendiri,” jelasnya.
Prof John Pieris menyebut ungkapan salah seorang Tokoh Bangsa Indonesia, dokter Johannes Leimena, yang di era Presiden Soekarno adalah seorang yang taat konstitusi dan tidak mendewakan kekuasaan dalam memimpin Negara.
“Seperti dokter Johannes Leimena pernah menyampaikan, ‘Politik bukan alat kekuasaan, tetapi etika untuk melayani’. Jadi, berpolitik itu juga harus beretika dan melayani rakyat dengan sungguh-sungguh. Itulah yang mesti dikedepankan. Bukan kepentingan sesaat dan kepentingan sesat ya,” tutur Prof John Pieris.
Prof John Pieris juga mengingatkan, Konstitusi adalah juga tatanan untuk menjadikan politik dan demokrasi di Indonesia menjadi sehat dan langgeng.
Karena itu, UUD 1945 perlu dijaga dan dirawat dengan baik. Dan yang paling terdepan menjaga dan merawat UUD 1945 itu adalah Presiden dan Wakil Presiden, MPR, DPR, DPD, Lembaga-Lembaga Negara, Lembaga-Lembaga Pemerintahan, Partai Politik dan seluruh elemen masyarakat Indonesia.
“Dalam pendekatan filsafat hukum, politik dan demokrasi itu harus sehat. Dan dirawat dengan sehat juga. Jangan ada lagi anasir-anasir oligarki sempit atau tirani sempit yang mencoba mengkudeta Konstitusi kita. Kita semua harus menjaga dan merawat konstitusi kita,” tandas Prof John Pieris.
Senator asal Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang menyebut, sejauh ini di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), belum ada pembahasan atau usulan untuk membahas perubahan UUD 1945, terutama dalam urusan masa jabatan Presiden.
“Yang ada, beberapa kawan sesama anggota DPD, bisik-bisik di luar, mengenai masa jabatan Presiden ini. Dan yang saya tangkap, teman-teman itu tidak setuju dengan perubahan masa jabatan atau pun perpanjangan masa jabatan Presiden itu,” tutur Teras Narang.
Mantan Gubernur Kalimantan Tengah dua periode ini menyebut, dalam melakukan perubahan UUD 1945, ada mekanisme panjang yang harus diikuti. Setiap anggota DPR bersama anggota DPD untuk MPR, juga dihitung dalam pengusulan perubahan UUD 1945.
“Itu pun belum tentu usulan akan disetujui untuk melakukan pembahasan. Mesti jelas data, fakta dan juga prosesnya. Nah, kami di DPD belum ada membahas soal itu. Mungkin nanti dalam rapat DPD akan coba ditanyakan,” tutur Teras Narang.
Mantan Ketua Komisi II dan Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP ini juga menyatakan tidak setuju agar usulan perubahan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden itu dibahas di DPD dan MPR.
“Sebab, sejauh ini tidak ada usulan, dan tidak ada kondisi yang memaksa agar itu dibahas. Situasi Indonesia aman-aman saja. Masih dalam kendali yang normal. Kita memang harus taat dan tunduk kepada konstitusi kita yakni UUD 1945,” ujar Teras Narang.
Sementara, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partisipasi Kristen Indonesia (DPP PARKINDO), Lukman Doloksaribu menyampaikan, setiap Warga Negara Indonesia wajib taat dan tunduk kepada ketentuan di UUD 1945.
Upaya-upaya untuk melakukan perubahan konstitusi bukan pada tempatnya, lanjut Lukman Doloksaribu, layak diidentifikasi sebagai pihak-pihak yang mencoba melakukan makar dan hendak mengubah tatanan berbangsa dan bernegara secara ilegal.
“Kita DPP Parkindo tegak lurus dengan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu UUD 1945. Dan ini akan kita gerakkan terus, agar taat dan tunduk kepada Konstitusi,” tandas Lukman Doloksaribu.(*)