Yudhie Haryono*
PIRAMIDA.ID- Sejak 1999 aku melihat Islam dan Pancasila sebagai ideologi yang mati segan hidup tak semangat. Islam sekarat oleh romantisme: arabis dan ontanis. Pancasila sekarat oleh begundal: lokal dan internasional.
Bagaimana mereka bisa bangkit kembali? Dalam konteks Pancasila, ia harus punya agensi yang mampu menjawab pertaruhan dan ketegangan hidup yang melingkupi kita semua. Ia harus membuat tapak dan jejak yang tegas bin jelas demi kegagahan Indonesia.
Singkatnya, kita perlu filosof muda yang mengetik kembali usaha menyeimbangkan dan mengintegrasikan beberapa ketegangan yang sedang kita hadapi. Singkatnya, metoda perelisasian Pancasila perlu diketik untuk menjawab soal-soal di bawah ini:
Pertama, soal ketegangan antara global dan lokal. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua menjadi warganegara unggul yang berperilaku jenius, baik di kehidupan negara ataupun masyarakatnya.
Kedua, soal ketegangan antara universalitas dan individualitas. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua menyeimbangkan janji globalisasi dan resiko-resikonya. Ini penting demi tercapainya semua mimpi dan cita-cita bernegara.
Ketiga, soal ketegangan antara tradisi dan modernitàs. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua menghargai sejarah dan tradisi kultural dengan menyeimbangkannya dengan ketajaman etik dan keterampilan kooperatif untuk menghargai perubahan dan inovasi; iptek dan imtaq.
Keempat, soal ketegangan antara pertimbangan jangka panjang dan jangka pendek. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua belajar menyeimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang dalam merealisasikan secara penuh bahwa solusi terhadap beberapa masalah memerlukan kesabaran dan pertimbangan kebutuhannya.
Kelima, soal ketegangan antara kompetisi dan kooperasi. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua berjuang meraih keunggulan semuanya, dengan menyeimbangkan prinsip-prinsip kompetitif yang memberikan insentif; kooperasi yang memberikan kekuatan; dan soliditàs yang menyatukan.
Keenam, soal ketegangan antara spiritual dan material. Perealisasian Pancasila seharusnya membantu kita semua bertindak sesuai dengan tradisi budaya dan keyakinannya sebagaimana mereka memberikan respek penuh terhadap pluralisme dan kepedulian terhadap manusia lainnya.
Ketujuh, soal ketegangan antara kurikulum yang ada dan perubahan revolusioner. Perealisasian Pancasila harus menyeimbangkan isi kurikulum tradisional yang terbaik dengan bidang belajar baru yang penting, seperti pengetahuan-diri (self-knowledge), cara-cara yang menjamin keseimbangan antara fisik dan psikologis, dan cara-cara yang menjamin keseimbangan antara pemahaman lingkungan alam yang membaik dan penjagaan lingkungan alam yang lebih baik.
Dengan memperhatikan tujuh ketegangan itu maka orientasi utamanya adalah pencarian keseimbangan yang berkelanjutan. Yang menjamin keseimbangan hidup bangsa dan warganya: identitas, mentalitas dan regenerasitas.
Dengan hidup seimbang, lahirlah keberanian untuk maju meraih tujuan terbaik dan dapat mengarah pada kebahagiaan, keceriaan, kemakmuran dan aman serta berkualitas.
Menciptakan warganegara unggul adalah tapak dan jejak Pancasila demi merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Itu yang menjadi program utamanya jika ingin Pancasila menjelma di keseharian kita.(*)
Penulis merupakan Direktur Eksekutif Nusantara Centre. Pendiri PKPK UMP (Pusat Kajian Pancasila dan Kepemimpinan Univ Muhammadiyah Purwokerto).https://www.piramida.id/wp-admin/post-new.php