Oleh: Indah Juwairiyah*
PIRAMIDA.ID- Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyalahgunaan wewenang yang paling populer dalam sejarah adalah korupsi.
Apa itu korupsi? Menurut Robert Klitgaard, korupsi adalah suatu tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, di mana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi.
Korupsi bukanlah peristiwa yang baru di Indonesia, bahkan sekarang kasus korupsi sangat meningkat. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, tidak lagi mengenal siapa, mengapa, dan bagaimana.
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan pemberantasnya masih sangat lamban. Korupsi sangat berkaitan dengan kekuasaan, karena dengan kekuasaan itu pengusaha dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan temannya.
Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahtan luar biasa. Dengan demikian, dalam penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara yang luar biasa. Pada tindak pidana ini kita bisa mengambil salah satu contoh kasus, yaitu “Korupsi Mesin Tepung Ikan 3 M, Dirut BUMD di Kepri jadi Tersangka”.
Pada kasus korupsi ini diketahui bahwa salah satu Direktur Utama BUMD di Kepri yang berinisial RL, dan seorang pemimpin pengusaha swasta EN, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi mesin tepung ikan. Perbuatan keduanya diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 3 M. PT PIM merupakan pihak yang ditunjuk langsung dalam proyek pengadaan ini.
Kasus ini berawal dari penyelidikan Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimus terkait pengadaan alat pengolahan tepung ikan yang ada di Kabupaten Lingga. Pengadaan mesin ini melalui BUMD Kabupaten Lingga, yaitu PT PSM. RL merupakan direktur utama di PT PSM. RL diduga menunjuk langsung perusahaan swasta untuk mengerjakan pengadaan mesin pengolahan tepung ikan.
Hasil pendalaman diketahui pengadaan barang dan alat tersebut tidak melewati proses yang benar. Padahal pengerjaan tentang pengadaan barang dan jasa itu harus melalui proses lelang.
Dari hal ini dapat dilihat adanya timbul kerugian keuangan negara. Kemudian tersangka RL meminta inisial EN selaku direktur PT PIM menghitung kebutuhan dalam pengadaan mesin dan alat untuk proses pembuatan tepung ikan senilai Rp 3.090.726.183. RL diduga meminta fee Rp 150 juta dari proyek itu. Alat tepung ikan yang kemudian dibeli tak sesuai spesifikasi sehingga tidak bisa digunakan.
Pembuatan mesin pengolahan tepung ini ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi. Pada saat dilakukan pengujian oleh ahli, ini tidak dapat menghasilkan tepung ikan. Oleh karena itu, timbullah kerugian uang negara.
Polisi menyita sejumlah barang bukti, antara lain mobil, sepeda motor, 11 mesin pabrik, hingga berbagai dokumen. Direktur PT PSM juga tersangka kasus lain. Direktur PT PSM, Risalasih tak dapat dihadirkan dalam ekspos kasus tersebut. Ia sedang menjalani hukuman pidana selama 5 tahun di Rutan Tanjung Pinang atas kasus Korupsi Investasi Dana Jangka Pendek di salah satu BUMD di wilayah Bintan. Kerugian yang dialami negara sebesar Rp 565 juta.
Berdasarkan penjelasan serta analisis kasus tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi berkaitan dengan kekuasaan, penguasa dapat menyalahgunakan keukasaannya untuk kepentingan pribadi.
Nah, dari kasus ini dapat kita lihat sesuai dengan perkataan George Junus Aditjondro yang mengatakan, “Korupsi tidak mungkin dilakukan seorang diri”. Hal ini terbukti bahwa direktur PT PSM melakukan aksi korupsinya dengan seorang pemimpin pengusaha swasta untuk melancarkan aksinya.
Berdasarkan kasus ini sanksi yang diberikan, yaitu menjalani hukum pidana selama 5 tahun. Sesuai dengan pandangan sosiologi hukum, menurut Durkheim, sanksi-sanksi yang bersifat represif. Hukuman diberlakukan hanya semata-mata agar pelanggar merasa jera dan mendapatkah hukuman yang sebanding dengan apa yang dia perbuat.
Dengan adanya sanksi selama 5 tahun dipenjara, akan membuat oranglain sadar bahwa melakukan korupsi bukanlah hal yang baik, dan melakukan korupsi hanya akan berujung pada penjara.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Ali Haji Prodi Sosiologi Semester III.