Oleh: Indah Juwairiyah*
PIRAMIDA.ID- Berbicara mengenai permasalahan hukum di Indonesia sangat menarik untuk dianalisis, karena banyak tejadinya tindakan kriminal yang sering terjadi di Indonesia.
Bagaimana tindakan kriminalitas dapat terjadi? Tindakan kriminalitas dapat terjadi karena adanya kondisi-kondisi sosial, adanya kesenjangan sosial, meningkatnya tingkat kepadatan penduduk, adanya dendam pribadi, faktor ekonomi, asimilasi budaya, dan adanya pengangguran yang meningkat.
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945, negara Indonesia adalah negara hukum. Apa itu negara hukum? Negara hukum adalah negara yang dilandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum.
Akhir-akhir ini kasus kriminalitas, terutama pada kasus pembunuhan sering terjadi di Indonesia. Tindak pidana seperti pembunuhan yang merupakan salah satu jenis tindak pidana terhadap jiwa/tubuh orang lain yang membawa dampak sangat luas dan mendalam.
Bahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat yang akibatnya masyarakat akan merasa gelisah, panik dan dapat mengalami keputus asaan akan keselamatan jiwanya. Saat ini, banyak peristiwa menarik perhatian masyarakat, yaitu semakin banyaknya tindak pidana yang terjadi dengan berbagai sebab yang melatarbelakanginya. Salah satunya adalah tindakan pidana pembunuhan berencana.
Kata pembunuhan berencana sudah tidak asing, bukan? Lalu, apakah sebenarnya itu pembunuhan berencana? Pembunuhan berencana adalah kejahatan yang merampas nyawa manusia lain, atau membunuh, setelah dilakukan perencanaan mengenai waktu atau metode, dengan tujuan memastikan keberhasilan pembunuhan atau untuk menghindari penangkapan. Pada tindak pidana ini kita bisa mengambil salah satu contoh kasus, yaitu “Oknum Polisi Bunuh 2 Wanita di Medan”.
Pada kasus pembunuhan ini diketahui terdakwa Aipda Roni Syahputra (RS) ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan. Adapun korbannya adalah dua orang wanita muda berinisial RP(21) dan SNT (16), warga Lorong VI, Veteran Bagan Deli, Kecamatan Medan Melawan, Kota Medan. Kasus pembunuhan ini berawal dari masalah sepele, yaitu korban RP yang merupakan Pekerja Halian Lapas (PHL) di Polres Pelabuhan Belawan dilarang tersangka saata hendak menitipkan barang di sel tahanan.
Sesuai aturan yang sudah diatur, bahwa waktu malam tidak boleh menitipkan barang ke sel tahanan. Terjadilah percekcokan antara keduanya, yang menyebabkan RS merasa tersinggung dengan ucapan korban.
Pelaku ingin berusaha menyelesaikan kesalahpahamannya dengan korban. Lalu, diajaklah bertemu di sebuah hotel di Jalan Jamin Ginting, Medan. Korban menuruti pelaku, dan dia datang ke hotel tersebut bersama rekan perempuannya berinisial SNT.
Saat berada di kamar hotel, percekcokan kembali terjadi antara pelaku dan korban. Karena pelaku merasa emosi, pelaku mencekik korban hingga tewas. Untuk menghilangkan jejaknya itu, pelaku juga membunuh teman perempuan korban.
Setelah kedua korban tewas, pelaku lalu membawa jenazahnya dan dibuang di lokasi yang berbeda. Jasad RP dibuang di pinggir Jalan Lintas Sumatera Lingkungan Pasiran, Kelurahan Simpang Tiga Pekan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai. Sedangkan, jasad SNT dibuang di Jalan Budi Kemasyarakatan Lingkungan 24 Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat. Pembunuhan itu tentunya direncanakan.
Makanya satu dibawa ke Sergai satu di Pulo Brayan, untuk menghilangkan jejak. Terjadinya kasus ini pelaku dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap dua orang wanita. Dia dinilai melanggar Pasal 340 KUHP dan divonis hukuman mati. Majelis hakim menyebutkan tidak ada hal yang dapat meringankan hukuman pelaku.
Berdasarkan penjelasan serta analisis mengenai kasus tersebut, dapat kita simpulkan bahwa keduanya salah bertindak, karena diketahui bahwa korban yang memulai terjadinya perselisihan dengan membuat pelaku merasa tersinggung dengan ucapan korban. Begitupun pelaku yang akhirnya melakukan tindak kejahatan pembunuhan. Bagaimapun motifnya, segala kekerasan dan bahkan melakukan pembunuhan atas dasar tersinggung sangat tidak dapat dibenarkan, karena akan merugikan diri sendiri.
Hukum memang harus ditegakkan atas kesalahan apa yang ia lakukan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tidak hanya itu, hal penting lainnya, yaitu dengan mempertimbangkan hukuman yang akan diberikan, mengingat beberapa hal yang mungkin dapat menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan. Berdasarkan kasus ini, hakim memutuskan untuk memberikan hukuman mati.
Dalam pandangan sosiologi hukum, menurut Durkheim sanksi yang sifatnya mengekang (repressive) adalah suatu sanksi yang berarti suatu celaan masyarakat, suatu penghinaan terhadap kehormatan, baik dalam bentuk hukuman mati atau hukuman badan, penghapusan kemerdekaan dan lain-lain atau semata-mata pencelaan dimuka umum.
Sesungguhnya sanksi-sanksi represif (mengekang) dan hukum pidana yang mengiringinya melindungi persamaan-persamaan sosial yang paling hakiki.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji Prodi Sosiologi Semester III.