PIRAMIDA.ID- Pemerintah pusat secara resmi telah mengumumkan kenaikan harga BBM, dengan dalih anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat tiga (3) kali lipat dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502.4 triliun.
Hal ini disampaikan langsung Presiden Jokowi melalui konfrensi pers pada Sabtu (3/9) lalu di Istana Merdeka. Hingga kini, keputusan itu kian menuai kritikan dan menimbulkan aksi protes dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia.
Tak tinggal diam, Forum Studi Perbatasan (FSP) pun merespons keputusan kontraproduktif tersebut. Sebagaimana dikatakan Koordinator FSP, Mario Yosryandi Sara, bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi di tengah resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan agenda prioritas pengembangan kawasan IKN dengan pagu anggaran kuartal 1 tahun 2022 sebesar Rp5.1 triliun sangat irasional, apabila dikaitkan dengan misi pemerintah untuk meningkatkan 5.5% pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sesuai ABPBN.
“Kebijakan yang diputuskan Pak Presiden terlihat inkonsisten dengan realita ekonomi kita. Indonesia perhari ini sedang mengalami resesi akibat Covid-19, ditambah lagi peningkatan anggaran pada sektor pembangunan kawasan IKN. Dengan demikian keputusan itu tidak tepat sebagai solusi untuk mengoptimalkan perekonomian dalam negeri, justru indeks ekonomi akan merosot akibat inflasi yang tidak berimbang dengan pendapatan dan kesiapan masyarakat terutama kelas menengah ke bawah,” ujar Mario dalam keterangan tertulis, Rabu (07/09/2022).
Mario menambahkan, keputusan itu akan diperparah dengan potensi kenaikan harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah kita dari Rp14.450/USD menjadi Rp14.837/USD. Ditambah lagi, terdapat data yang menunjukkan bahwa 70% subsidi BBM justru dinikmati kalangan masyarakat kelas atas, jelas bahwa secara situasional keputusan Presiden sangat bertolok belakang dan tidak menunjukkan sense of crisis.
“Kemudian, ada persoalan etis yang luput dari sorotan masyarakat dan perlu diperjelas oleh pemerintah terkait kelembagaan tata niaga pengelolaan minyak. Pemerintah harusnya menjelaskan secara terbuka soal biaya produksi, jumlah produksi, biaya distribusi, hingga level kebocoran distribusi. Nah, ini perlu dijelaskan, sehingga alasan menaikkan harga BBM memang rasional. Dikarenakan salah satu dampak dari kenaikan harga BBM akan berisiko menimbulkan stagflasi sebagai rambatan dari efek inflasi,” kata Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Undarma Kupang ini.
Di akhir, anggota PMKRI Cabang Kupang tersebut menegaskan, kenaikan harga BBM sangat riskan dengan penimbunan dan penyelundupan BBM ilegal melalui “jalur gelap” akibat kondisi ekonomi, kasus tersebut rentan terjadi di daerah terisolir salah satunya wilayah perbatasan antar-negara yang jauh dari aktivitas keramaian.
Maka dari itu, ia mendorong pihak TNI dan Polri perlu memperketat keamanan dan pengawasan sehingga tidak terjadi perdangangan ilegal di tengah keadaan krisis.(*)