Jasri Fanny Humairah*
PIRAMIDA.ID- Seperti yang kita semua tahu bahwa pelecehan seksual adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan seksual yang dilakukan kepada korban yang tidak menginginkan hal tersebut.
Juga bisa diartikan sebagai permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tanda isyarat atau pun tindakan lisan baik melalui gesture mata, badan, dan siulan yang bersifat seksual maupun perilaku lain apapun yang bersifat seksual, yang membuat seseorang merasa tersinggung, dipermalukan atau terintimidasi di mana reaksi seperti itu adalah masuk akal dalam situasi dan kondisi yang ada dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang diganggunya.
Pelecehan seksual sebenarnya bisa terjadi kepada siapapun tanpa terkecuali. Korban dalam pelecehan seksual bisa saja dialami oleh laki laki dan perempuan. Namun, pelaku yang berperilaku tidak sopan, terkesan melecehkan atau memalukan dan mengintimidasi korban melalui hal sensualitas merupakan sebuah pengujian yang obyektif, pertanyaannya adalah kenapa seorang dapat berperilaku krisis norma seperti itu?
Dan kebanyakan pelecehan itu terjadi pada perempuan, baik pada anak-anak, remaja, maupun perempuan dewasa.
Pada saat pandemi Covid-19 seperti ini pelecehan tidak makin sedikit tetapi malah semakin meningkat bahkan hingga 75,4 persen. Kekerasan yang dialami cakupannya sangat luas bukan hanya berbicara mengenai fisik saja namun juga mental, seksualitas, dan eknomi dari korban. Kondisi seperti ini kembali menimbulkan kekhwatiran dan keresahan di kalangan masyarakat terutama di kalangan perempuan.
Komnas Perempuan yang dihimpun dari lembaga layanan, mengkaji dan menemukan fakta bahwa dalam rentang waktu sepuluh tahun (2001 hingga 2011) korban kekerasan seksual rata-rata 35 hari dan korbannya adalah perempuan. Kekerasan itu bahkan bisa terjadi di lingkungan pribadi seperti rumah tangga dan hubungan asrama seperti pacaran, juga publik, tempat kerja atau tempat umum.
Masalah sosial seperti bencana, perang atau konflik pasti terjadi dalam situasi sulit. Sekarang ini juga banyak pelecehan yang terjadi pada anak-anak di bawah umur yang kebanyakann anak-anak perempuan yang jadi korbannya. Para pelaku juga biasanya bukan orang asing dari korban melainkan keluarga sendiri.
Menurut Komisi Nasional Perempuan Indonesia (Komnas Perempuan), menjadi tantangan baru bagi para korban pemerkosaan untuk mencari keadilan terlebih di masa sulit seperti kondisi yang tengah pandemi saat ini sedang marak. Di saat pandemi, fokus sekarang pada kesehatan dan kebutuhan pangan dan mengesampingkan pelayanan pemberian dampingan bagi korban kasus pemerkosaan.
Kondsi yang mengharuskan kita untuk di rumah nyatanya menjadi pukulan besar bagi korban yang ‘terjebak’ di dalam rumah bersama pelaku karena medapat berbagai ancaman sehingga kasus pelecehan saat pandemi tidak banyak yang terusut tuntas. Kondisi yang seperti ini semakin sangat memperlihatkan adanya ketimpangan keadilan yang bagi korban akibat belum adanya standar pelayanan dan institusi yang kuat bagi korban pelecehan seksual di Indonesia.
Ada kasus yang baru-baru ini terjadi di Jawa Tengah. Seorang ayah yang melakukan pemerkosaan kepada anak kandungnya sendiri yang bahkan anak tersebut masih di bawah umur. Seorang ibu yang menceritakan kisah anaknya tersebut mengatakan ayah kandung Lili (nama samaran) melakukan pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap Lili, yang bahkan belum cukup umur untuk masuk taman kanak-kanak, pada Agustus 2020.
Dia melakukan pelecehan tersebut di rumah kontrakan ayah-nya di mana pada saat sore hari Lili dipanggil ayah-nya untuk mandi dan pada saat itulah perbuatan tidak pantas itu dilakukan oleh ayah Lili, kemudian hari setelah Lili dijemput oleh ibu-nya ke rumah, dia mengeluhkan sakit pada bagian vitalnya dan merasakan sakit pada saat buang air kecil, pada saat itulah ibu Lili tahu apa yang diperbuat oleh ayah-nya tersebut kepada anak lnya dan kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian.
Sebenarnya banyak kasus pelecehan yang terjadi di rumah tetapi hanya sedikit yang ketahuan. Kasus Lili ini adalah hanya salah satu dari kejahatan seksual yang terungkap di rumah dan berhasil dilaporkan selama pandemi Covid-19. Kebijakan social distancing selama ini nyatanya memberikan efek negatif begitu parahnya yang membuat anak-anak yang termasuk dalam kelompok yang rentan menjadi korban kekerasan terlebih dalam hal seksualitas terjebak dengan waktu yang lama dan tidak disadari.
Biasanya penyebab pelaku melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur secara umum disebabkan pada saat waktu kecil pelaku adalah seorang anak atau remaja yang sangat tertarik dengan seks. Dari rasa tertarik atau nafsu pada seks yang memuncak, seseorang bisa menggunakan anak kecil sebagai sebuah percobaan seks yang mudah untuk ditaklukkan dengan iming-imingan/imbalan yang banyak disukai oleh anak dibawah umur demi memenuhi sebuah hasrat dan fantasi seks pada si pelaku.
Kasus Lili adalah satu dari 215 kasus yang dilaporkan secara nasional dalam satu tahun terakhir. Menurut catatan tahunan Komnas Perempuan, dalam satu tahun terakhir kasus Lili adalah salah satu dari 215 kasus yang dilaporkan secara nasional. Sedangkan pada tahun sebelumnya kasus kekerasan seksual yang dilaporkan mencapai 822 kasus.
Kasus kekerasan seksual terhadap anak (incest atau hubungan seksual sedarah) sudah merupakan kasus yang cukup serius untuk ditangani, karena korbannya sudah banyak dan merupakan anak di bawah umur, yang dilakukan oleh keluarga terdekat atau dikenal oleh korban. Trauma berat pasti akan selalu dirasakan oleh korban kasus kekerasan seksual dan menjadi aib keluarga maupun warga masyarakat sekitar ikut terkena dampak dari sisi psikologisnya.
Dan juga baru-baru ini terjadi kasus kekerasan pada seorang perawat di Rumah Sakit Siloam Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan. Belum lama ini, JT, ayah seorang pasien telah menganiaya CRS yang merupakan perawat yang menangani anaknya. Perawat tersebut mengalami memar di bagian mata kirinya, dan bengkak di bagian bibirnya diakibatkan tindak penganiayaan yang terjadi kepadanya.
Bahkan sampai saat ini belum ada itikad baik seperti permintaan maaf dari ayah pasien kepada perawat terkait kejadian tersebut. Tertulis pada keterangan resmi yang diunggah ke Instagram resmi DPP PPN menyatakan bahwa Ketua Umum DPP PPNI atas nama seluruh perawat menginginkan pelaku kekerasan ditindak sesuai prosedur hukum bersama pihak RS SiIoam Sriwijaya Palembang.
Ancaman terhadap keamanan di tempat kerja dan sistem pelayanan kesehatan berupa tindak kekerasan di saat perawat sedang menjalankan tugas profesinya sangat dikecam dan merupakan tindakan tidak terpuji.
Peristiwa seperti ini sudah sangat sering terjadi, menurut Harif. PPNI menyerukan kepada pemerintah dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan agar menjamin lingkungan kerja yang kondusif bagi perawat dalam melaksanakan tugasnya agar kejadian seperti ini tidak terulang untuk yang kesekian kalinya.
Perbuatan tercela seperti ini sangat meresahkan dan mengkhawatirkan di kalangan masyarakat dan harapan masyarakat ke depannya semoga penegakan hukum di Indonesia dalam kasus pelecahan ini lebih tegas serta diwujudkannya keadilan bagi korban kekerasan seksual dan melindungi perempuan dari ancaman pelecehan atau kekerasan seksual.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa UMRAH Angkatan 2020.