Oleh: Riani Kartini Samosir*
PIRAMIDA.ID- Saat ini konflik global sedang berlangsung, perang antara Rusia dengan Ukraina dan ketegangan antara China dengan Taiwan masih berlangsung. Konflik ada masih terus terjadi dan diperkirakan akan terus berlanjut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ketegangan antara China dan Taiwan menimbulkan peningkatan baru konflik global.
Kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat, Nancy Pelosi ke Taiwan, minggu lalu berakhir dengan ketegangan politik baru di regional Asia.
“Hadirnya Ketua DPR AS di Taiwan (menimbulkan) eskalasi yang luar biasa. Tentunya menimbulkan kemungkinan dari sisi keamanan namun juga dari sisi politik ekonomi,” kata Sri Mulyani Indrawati dalam Kuliah Umum PPKMB Universitas Indonesia, Jakarta, Senin (8/8).
Sri Mulyani mengatakan geopolitik yang luar biasa sekarang ini membuat ketidakpastian global semakin meningkat. Rasa tidak aman ini makin terasa belakangan ini. “Dengan dunia memiliki geopolitik yang luar biasa besar maka seluruh dunia merasa tidak aman,” kata dia.
Rasa tidak aman ini mengancam hubungan antara negara yang dalam 3 dekade terakhir. Padahal selama ini diasumsikan hubungan setiap negara akan saling berhubungan baik dari sisi perdagangan, investasi, lalu lintas manusia, lalu lintas modal, barang dan informasi.
Mahendra Siregar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan, penyelesaian konflik global yang terjadi sekarang diselesaikan dengan cara yang tidak tepat.
“Yang sebenarnya bisa mengatasi adalah Pemerintah dan pihak-pihak yang mampu mengurai permasalahan pasokan dari segi supply,” kata Mahendra Sidang Pleno ISEI XXII dan Seminar Nasional 2022 di Semarang, Rabu (24/8/2022).
Namun yang terjadi justru diselesaikan lewat jalur keuangan. Bank-bank sentral dunia jutru menaikkan suku bunga sebagai tindakan dari kenaikan inflasi yang disebabkan geopolitik.
“Padahal yang kita lihat sekarang, yang ambil peran justru bank-bank sentral dunia, yaitu The Fed, Bank of England, ICB artinya apa? Ini adalah pendekatan yang tidak tepat,” kata dia.
Mahendra menjelaskan persoalan utamanya pasokan, supply dan geopolitik yang terjadi sektor rill. Namun pendekatanya dari kebijakan tingkat bunga dan likuiditas yang diharapkan diselesaikan bank sentral. Sedangkan hal ini hanya dapat mempengaruhi permintaan.
“Jadi terjadi mix match, sehingga yang terjadi saat ini bukan sekedar bagaimana bank sentral bisa menyelesaikan masalah geopolitik dan masalah pasokan dunia lalu kondisi kepada keterbatasan dan rantai pasok tadi,” ungkapnya.
Padahal seharusnya para bank sentral tersebut tidak ikut campur dalam mengatasi geopolitik. Sebaliknya negara-negara bersangkutan segera menyelesaikan masalah dan menghentikan perang.
Kondisi geopolitik yang penuh kompetisi dan potensi perang membuat semua negara semakin hati-hati. Setiap negara sekarang mencari hal-hal yang bisa meningkatkan ketahanan dari perekonomiannya masing-masing. Artinya perlindungan ekonomi kemungkinan akan semakin besar, blok akan semakin menguat.
Sehingga hubungan investasi dan perdagangan tidak lagi berdasarkan kepada murni masalah bisnis dan kebebasan dalam mengambil sikap. Melainkan sudah mulai memperhatikan aspek geopolitik.
Indonesia merupakan negara yang besar baik dari sisi populasi dan ekonominya. Indonesia harus sadar terhadap kondisi global yang terjadi saat ini dan harus memahami konteks geopolitik yang berubah.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Jambi.