Oleh: Novita Anggelin Siagian*
PIRAMIDA.ID- Saat ini, bangsa dan negara tengah menghadapi masalah dan persoalan yang tidak kunjung selesai masalah yang sangat serius, yakni pandemi Covid-19. Di tengah kondisi pandemi saat ini, di satu sisi lain dunia pandemi juga sedang mengalami masalah dan persoalan yang tak berkesudahan.
Rencana pembelajaran tatap muka yang tidak kunjung terwujud adalah rencana-rencana yang hanya tumpang tindih tanpa tahu kapan akan benar-benar terealisasi.
Pendidikan berkarakter adalah harapan dan satu-satunya jalan untuk mendapatkan hasil belajar yang tidak hanya berdasarkan pada ilmu pengetahuan semata, akan tetapi juga pendidikan yang akan membangun etika, moral, dan sopan-santun di mana ini akan menjadi penyeimbang seorang peserta didik di dalam proses pembelajarannya. Dan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berbudi luhur.
Tentunya pendidikan berkarakter ini adalah pendidikan yang akan 100% berhasil keetika diaplikasikan secara langsung (sekolah). Akan tetapi karakter pendidikan di masa pandemi saat ini, di mana akan menjadi kerikil-kerikil tajam bagi dunia pendidikan, tentunya tidak akan pernah bisa sejalan dengan tujuan pendidikan berkarakter itu sendiri.
Wajah peserta didik di masa pandemi saat ini adalah jawaban atau karakter pendidikan yang berlangsung selama hampir 2 tahun. Tidak semua guru adalah guru milenial, dan dapat mudah memahami bagaimana penggunaan teknologi di era 4.0. Tidak semua orang tua dapat menjadi guru dan pendidik yang tepat untuk seorang anak. Dan tidak semua anak adalah peserta didik yang baik tanpa seorang guru dalam proses pembelajarannya.
Lalu apakah untuk tetap melanjutkan sistem Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) adalah jalan dan jawaban yang tepat, dan apakah pendidikan berkarakter akan bisa didapat dari karakter pendidikan saat ini, dan dapatkah karakter pendidikan saat ini memberikan pendidikan berkarakter untuk mengubah wajah peserta didik selama hampir 2 tahun melakukan pembelajaran jarak jauh?
Tentunya kita dan semua pihak mengharapkan solusi dan jalan keluar yang dapat juga terbaik yang tidak hanya untuk satu pihak melainkan semua pihak.
Pada masa pandemi saat ini, tidak dapat dipungkiri jika belajar dari rumah adalah tantangan terbesar dalam dunia pendidikan. Guna memutus mata rantai penyebaran virus, maka belajar dari rumah adalah satu-satunya jalan yang dipilih menteri pendidikan sekiranya pendidikan tidak terputus akibat Covid-19. Tidak dapat dikatakan sulit, akan tetapi tidak pula dapat dikatakan mudah.
Belajar dari rumah, menuntut semua pihak untuk ikut berperan di dalamnya. Tidak hanya sebatas guru dan siswa saja, akan tetapi peran orang tua juga sangat dibutuhkan dalam hal ini. Orang tua, adalah guru yang nyata bagi setiap siswa di rumah ketika sedang belajar. Akan tetapi tidak semua orang tua tahu dan mengerti bagaimana cara menjadi guru dan pendidik untuk anak mereka sendiri.
Belum lagi penggunaan media sosial. Media sosial sendiri berperan sebagai alat bagi para guru untuk mengirimkan bahan dan materi pembelajaran untuk para siswa, dan begitu juga sebaliknya siswa akan mengirim kembali tugas mereka kepada guru melalaui aplikasi belajar tersebut.
Tapi yang menjadi masalahnya adalah, di mana tidak semua orang tua dan juga siswa dapat memahami apa dan bagaimana cara penggunaan aplikasi belajar tersebut. Yang di mana aplikasi ini berbasis online, yang memiliki segudang masalah yang tidak dapat dibuang begitu saja.
Masalah-masalah itulah yang menjadi momok dan pengaruh buruk yang berdampak pada semangat dan hasil belajar siswa. Sebut saja mulai dari gangguan jaringan, memori penyimpanan yang penuh, belum lagi godaan dari notifikasi-notifikasi aplikasi lain.
Memang jika niat dan termotivasi untuk belajar tidak akan pernah menjadi masalah apapun itu halangan dan cobaannya. Tapi kembali lagi pada diri dan pribadi masing-masing siswa, yang tentu saja niat dan motivasi mereka tidak sama satu sama lain.
Pengaruh-pengaruh tersebut yang berdampak buruk memang akan sangat sulit untuk diatasi. Mengingat siswa sendirilah yang mengontrol apa dan bagaimana mereka belajar, bisa saja karena mereka merasa bosan dengan pelajaran mereka dan merasa jenuh dengan gangguan-gangguan dunia online tentunya media sosial membuat mereka beralih dari pelajaran mereka meninggalkannya dan memilih untuk bermain dengan media sosial mereka.
Hal-hal yang seperti inilah yang menjadi masalah dan berdampak pada hasil belajar siswa.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.