Epifanius Mariano Mbale*
PIRAMIDA.ID- Pendidikan merupakan suatu fondasi dalam membentuk karakter seseorang atau sekelompok orang dalam mendewasakan melalui pengajaran dan pelatihan. Berbicara pendidikan di Indonesia yang bergelut di tengah wabah Covid-19, masih menjadi santapan hangat hari-hari ini. Bagaimana tidak? Sejak wabah Covid-19 melanda, sektor pendidikan terkena imbasnya.
Metode pembelajaran mengalami perubahan, baik dari segi materi dengan kurikulum darurat, dengan pembelajaran jarak jauh, termasuk juga dalam metode penilaiannya.
Karena itulah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), Nadiem Anwar Makarim membuat kebijakan tentang bantuan kuota internet kepada siswa, guru, mahasiswa dan dosen guna memfasilitasi pembelajaran jarak jauh, sedangkan masih banyak kekurangan dan adanya kendala-kendala serta keterbatasan kemampuan adaptasi dan penguasaan teknologi informasi oleh guru dan siswa sendiri, sarana dan prasarana yang kurang memadai, akses jaringan internet yang terbatas.
Jangan sampai kebijakan ini dibuat karena berpatokan pada kehidupan sang pembuat program yang kerap kali hanya melihat problematika anak-anak zaman sekarang yang kecanduan internet akan tetapi tidak mengetahui bahwa tidak semua anak-anak pernah menyentuh gadget, jangankan menyentuh melihatnya saja mungkin juga belum pernah.
Inilah yang terjadi di pelosok negeri, lalu apa artinya kuota grastis bagi mereka?, ini sama halnya kita memberi perahu kepada pelaut tanpa jala untuk pergi menangap ikan.
Pada dasarnya pendistribusian kuota internet yang bernilai Rp. 7,2 triliun itu merupakan program yang bertujuan baik namun tidak merata, program bantuan pulsa atau paket internet bisa saja dilanjutkan tetapi harus dibarengi dengan alat penguat sinyal. Pemerintah diharapakan agar adanya regulasi lain terkait pembelajaran daring yang belum bisa dirasakan sebagian daerah di negeri ini.
Pengadaan vaksinasi oleh pemerintah terutama bagi tenaga pendidik merupakan harapan besar bagi dunia pendidikan, ini bukan hanya mengenai kesehatan tetapi juga diharapkan dengan kebijakan ini, merupakan langkah yang tepat untuk mengurangi kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa atau learning lost akibat Covid-19.
Munculnya vaksinasi seperti hadirnya kembali harapan besar anak bangsa yang sudah haus akan ilmu pengetahuan, terutama bagi yang paling kesulitan menjalankan pembelajaran jarak jauh dan siswa yang belum mampu, baik dari pengadaan alat komunikasi untuk melncarkan kegiatan belajar secara daring maupun yang masih belum terjangkau oleh jaringan internet, serta untuk mendukung akslerasi penyelenggaraan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.
Update terkini lebih dari 10 juta orang telah mendapatkan vaksinasi dosis pertama dan 5,9 juta dosis kedua, termasuk di dalamnya adalah tenaga pendidik, ini merupakan angin segar bagi dunia pendidikan akan tetapi perlu diketahui, menurut hemat saya keberadaan vaksin di dunia pendidikan sendiri belumlah menjawab permasalahan yang terjadi.
Dunia pendidikan terutama kampus masih seperti meragukan manfaat dari vaksin itu sendiri, ini dikarenakan kampus dibuka hanya untuk urusan administrasi saja tetapi belum berani melakukan pembelajaran tatap muka.
Iya, lalu untuk apa kaum pendidik divaksin? Kemendikbud harus membuat skenario yang jelas dan terpantau untuk masing-masung sekolah. Tidak lagi diserahkan kepada tim Covid-19 secara global dalam satu kabupaten/kota.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) diharapkan menjadi momentum penting untuk melakukan koreksi terkait situasi pendidikan di tanah air sesuai dengan cita-cita bapak pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara. Di tengah wabah Covid-19 sekarang ini jangan sampai roh pendidikan dalam kehidupan berbangsa makin memudar.
Mari hidupkan kembali pemikiran bapak pendidikan Indonesia dan harus kita jiwai agar lekas tercipta pendidikan yang berkualitas bagi seluruh rakyat Indonesia.(*)
Anggota Biasa PMKRI Cab. Denpasar.