Oleh: Risro Siregar*
PIRAMIDA.ID- Globalisasi membawa dampak yang cukup berkembang pesat khususnya tanah ibu pertiwi, yakni bangsa Indonesia. Dampaknya terlihat jelas dengan adanya pergeseran penggunaan bahasa Indonesia ke bahasa asing.
Penggunaan teknologi menjadi hal penting di masa globalisasi saat ini. Berkembangnya penggunaan teknologi komunikasi yang modern ini tampak dari pemanfaatan teknologi komunikasi di setiap kalangan usia baik dari kalangan orang tua sampai kalangan anak-anak.
Penggunaan ini dapat dilihat dari penelitian yang menggunakan penelitian kuantitatif-deskriptif. Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang berusia 7-12 tahun. Data yang digunakan adalah angket yang diberikan kepada responden. Uji normalitas dan uji homogenitas dijadikan sebagai uji prasayarat hipotesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh globalisasi terhadap penggunaan bahasa Indonesia. Hal ini terlihat dari terhitung, yaitu 6,675 > 2,10092.
Globalisasi merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri pengaruhnya yang sangat besar, ini nampak dalam penggunaan bahasa gaul di kehidupan sehari-hari dan lebih lagi penggunaan bahasa Inggris dalam industri perusahaan agar dapat bersaing di kancah internasional. Namun ada beberapa dampak yang ditimbulkan, yakni dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif dapat dilihat bangsa Indonesia mampu mengikuti perkembangan zaman dan dapat bersaing dengan negara lain. Sedangkan dampak negatifnya, bahasa persatuan yang sesuai kaidah lama-lama akan tergeser.
Saat ini maraknya penggunaan bahasa gaul di Indonesia sungguh menjajal dunia maya dan kehidupan sehari, seperti munculnya kata “TBL” dalam arti “takut bangat loh”, “Ngab”. Bahasa ini tentunya sudah tidak asing lagi di kalangan milenial, bukan?
Penggunaan Bahasa Gaul di Kalangan Remaja
Istilah gaul yang satu ini didapat dari kosakata bahasa Indonesia, hanya saja pelafalannya dibalik. Kosakata tersebut kebalikan dari kata “bang”. Merujuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “bang” ini merupakan turunan dari ‘abang’ yang berarti kakak laki-laki, tidak terbatas pada saudara kandung. Namun, untuk seorang laki-laki yang mempunyai umur di atas kita, bisa kita juluki dengan ‘bang’ ini.
Lalu kata kasar yang berkonotasi negatif dalam bahasa gaul seringkali digunakan juga untuk kata menyerang, menghina, merendahkan, atau membully seseorang. Seperti kata “bacot, misqueen, bomat, bangsat, kampret, anjing, babi, syaiton, idiot, goblok, sarak,unyuk, asu”, dan beragam varian kata-kata menyeramkan yang tidak enak untuk didengar lainnya.
Bahkan lebih mirisnya lagi sampai muncul sebutan unik di kalangan remaja untuk Indonesia saat ini seperti negara +62 miris, bukan?
Nah dengan adanya bahasa gaul ini akan menimbulkan kekhawatiran yang signifikan, seperti .enurunnya derajat atau eksistensi bahasa Indonesia, karena dengan semakin seringnya penggunaan bahasa gaul ini dipakai komunikasi anak muda akan lebih memilih bahasa gaul yang bisa menyebabkan punahnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kehidupan sehari-hari.
Begitu juga dengan penggunaan bahasa Inggris di Indonesia akan menimbulkan efek negatif terhadap kaum milenial karena:
1. Anak-anak mulai mengentengkan/menggampangkan untuk belajar bahasa Indonesia;
2. Rakyat Indonesia semakin lama akan lupa kalau bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan;
3. Anak-anak mulai menganggap rendah bacaan Indonesia.
Maka dari itu untuk mengatasi kekhawatiran ini diharapkan kita semua semakin bijak dalam menerapkan bahasa Indonesia kita karena bahasa Indonesia ini pun jika kita kembangkan dan kita gunakan dengan baik tidak kalah eksistensinya dengan bahasa asing.
Kita aja yang kurang bijak menerapkan kan dan lebih diimbau lagi terhadap kaum pendidik agar lebih fokus memberi pemerolehan bahasa Indonesia dengan baik dan tidak menjenuhkan.
Karena bahasa gaul tersebut muncul kebanyakan kaum remaja menganggap bahwa penggunaan bahasa Indonesia itu sungguh formal dan membosankan, makanya timbullah bahasa gaul dalam berkomunikasi dengan kelompoknya sebagai wujud penggambaran ekspresi.
Penulis merupakan Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar.