PIRAMIDA.ID- Harapan dan usaha para penggarap liar yang menamakan diri kelompok 147 KK PTPN4 Kebun Bah Jambi tampaknya akan berujung kekecewaan dan sia sia, setelah ribuan karyawan PTPN4 yang bergabung dalam Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN), memberi waktu kepada mereka (penggarap) selama 7 X 24 jam untuk segera meninggalkan lahan yang digarap.
Peringatan keras itu disampaikan pada saat SPBUN melaksanakan aksi unjuk rasa di depan kantor sementara Bupati Simalungun, kompleks SKPD Raya, pada Selasa (20/9) siang.
Sedikitnya 1000 orang massa yang berasal dari seluruh unit PTPN4, menggelar aksi yang langsung dipimpin oleh Iskandar Nasution selaku Ketua Umum SPBUN PTPN4.
Sebelum menuju kantor Bupati, massa terlebih dahulu melakukan apel di tanah lapang Kebun Marjandi, Kecamatan Panei Tongah. Saat melakukan apel, Iskandar membekali seluruh jajarannya untuk tetap melakukan aksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Saat menyampaikan orasi, para Orator menekankan dengan tegas bahwa apa yang dilakukan oleh kelompok 147 adalah melawan hukum .
“Hak Guna Usaha (HGU) itu adalah produk negara yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) dan karena itu menjadi asset BUMN, kami selaku karyawan memiliki kewajiban untuk menjaga seluruh asset PTPN4 tempat dimana kami bekerja, saya gak habis pikir bagaimana mungkin produk negara itu yang kita lawan,” bilang Iskandar tegas.
Aksi unjuk rasa yang digelar oleh ribuan karyawan PTPN4 ini diduga merupakan ‘buntut’ dari pertemuan kelompok 147 KK dengan Junimart Girsang salah seorang anggota DPR RI dari komisi 2, pada pertemuan yang terkesan ‘menyemangati’ penggarap tersebut juga dihadiri Radiapoh Sinaga Bupati Simalungun, Kepolisian Resort Simalungun juga Camat Jawa Maraja Bah Jambi dan berlangsung di huta Mariah Jambi pada Kamis (15/9/2022) lalu.
“Kehadiran kami pada hari ini disini karena Bupati dan Kapolres adalah orngtua kami dan kami tidak meminta agar Pemerintah serta Aparat Penegak Hukum (APH) berpihak pada kami, tapi berpihaklah pada kebenaran dan tegakkan kebenaran itu,” lanjutnya lagi.
“Kami juga meminta agar pelaku penganiayaan dan intimidasi terhadap rekan kami (Karyawan) agar segera diadili jangan ada upaya penangguha, serta para penggarap segera ditangkap, karena telah merusak dengan cara membakar dan menguasai asset PTPN4,” pungkas Iskandar dengan lantang yang disambut hiruk pikuk peserta unjuk rasa.
Massa SPBUN ini diterima oleh Sarimuda Purba selaku asisten 1 Pemkab Simalungun serta AKP Alwan Kapolsek Raya dan jajarannya.
“Bupati tidak dapat hadir dikarenakan ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan, kami menerima apa yang menjadi tuntutan SPBUN, kami akan membentuk Panitia untuk mengatasi ini dan akan kita adakan mediasi,” tutur Sarimuda.
Usulan yang diberikan oleh Asisten tersebut langsung mendapatkan penolakan dari seluruh peserta unjuk rasa.
“Kami tidak perlu mengadakan mediasi karena ini bukan sengketa, kami memiliki hak alas yang kuat, mereka (penggarap) harus keluar dari lahan,” balas Iskandar setelah juga memberikan contoh kepada Sarimuda.
Aksi sempat mengalami ketersinggungan antara pihak pemerintah dengan massa ketika Sarimuda berbicara Habonaron Do Bona.
“Saya dengar tadi dari belakang ada yang mengatakan di Simalungun ini kita menjunjung Habonaron Do Bona, saya harap kita semua mengetahui itu, jangan asal mengatakannya,” ujar Sarimuda yang langsung ditanggapi oleh Iskandar dengan mengambil mikrofon dari tangan Asisten tersebut.
Sempat dikabarkan bahwa Bupati dan Kapolres akan segera hadir menemui para pengunjuk rasa, namun setelah ditunggu beberapa jam tidak hadir juga, akhirnya massa membubarkan diri setelah memberikan 5 tuntutan secara tertulis, terkait penanganan pelaku intimidasi dan peenganiayaan terhadap karyawan, dan tuntutan rasa aman bagi karyawan saat bekerja agar tidak ada intimidasi lagi, serta tuntutan agar penggarap meninggalkan lahan selama 7 X 24 jam dan jika tidak maka SPBUN akan melakukan pembersihan atas lahan tersebut.(*)