PIRAMIDA.ID – Dalam upacara tradisi Batak, ulos merupakan salah satu media paling sakral. Ia digunakan dalam setiap perhelatan adat, baik dari kelahiran, pernikahan, sampai ke kematian. Selain itu, mengikuti perkembangan zaman, ulos juga dapat dijumpai dalam kreasi berbagai bentuk souvenir, seperti tas, alas meja, gorden, dan lainnya yang bisa kita temukan di toko-toko penjual ulos.
Hal tersebut disampaikan Frengki Simanjuntak, salah seorang pengusaha muda ulos dengan label toko UD. Ulos Boru Simatupang, saat kami temui di tempat usahanya, Pasar Horas Gedung 1, Lantai 2, Nomor 88, Kota Pematangsiantar. Usaha ini merupakan terusan dari usaha orangtuanya yang telah dirintis sejak tahun 1990-an.
Dia bercerita kepada kami (20/05/2020), UD. Ulos Simatupang ini menjual berbagai jenis Ulos seperti: Sadum, Ragi Hotang, Pucca, Bintang Maratur, Songket Batak, Ulos Simalungun, dan lain-lain.
Harga jual ulos yang dijual di sini pun bervarian, dari yang termurah seperti Rp. 25.000/ulos sampai pada ulos yang lumayan mahal hingga Rp. 7.000.000/ulos.
“Penghasilan kita biasanya cukup lumayan. Untuk per harinya bisa sampai Rp.500.000 s/d Rp.2.000.000 hasil kotor, dan dibantu dengan penjualan UD. Ulos Simatupang melalui online,” katanya.
Namun, untuk bulan-bulan tertentu, omsetnya bisa bekali lipat dari itu. Ia mengatakan, biasanya pelonjakan pembeli terjadi pada bulan Juni-Juli serta November-Januari. Momen pelonjakan ini ditengarai dari umumnya orang Batak memilih mengadakan pesta pada bulan-bulan tersebut.
Saat disinggung soal bagaimana dampak penjualan pada masa-masa COVID-19 ini, ia menyebut benar-benar terdampak.
“Akibat pandemi COVID-19 ini anjloklah penjualan ulos hingga 80 ke 90% karena sudah tidak ada lagi pesta,” Terang alumni ITM itu dengan nada lesu.
Sebagaimana diketahui, kebijakan PSBB dan larangan untuk berkumpul yang selalu didengungkan pemerintah pada masa pandemi COVID-19 berimbas juga pada pelarangan dan penundaan pesta-pesta orang suku Batak yang notabene menghadirkan orang banyak dan tentu selalu menggunakan ulos sebagai simbol budaya Batak.
“Jika COVID-19 semakin lama, kami akan semakin menderita, karena darimana penghasilan kami? Bukannya bisa ulos ini dimakan, harus dijual dulunya baru uangnya bisa kami beli makan. Ya, kita sama-sama berharaplah COVID-19 ini bisa segera selesai agar semua kembali seperti biasanya,” katanya berharap.
Selain itu, ia juga berharap pasca COVID berlalu, pemerintah menerapkan kebijakan untuk menentukan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada ulos guna menghindari ulah oknum nakal yang mempermainkan harga ulos semena-mena.
Ia juga punya mimpi agar Kota Siantar ditetapkan menjadi pionir Kota Ulos.
“Iya, mimpi besar saya itu (Kota Siantar jadi Kota Ulos),” tutupnya.
Editor: Red/Hen