Oleh: Rijon Manalu*
PIRAMIDA.ID- Ketika izin pendirian gereja yang masih mendapat hambatan dari pemerintah dan masyarakat dengan alasan mayoritas, maka Pancasila yang katanya sebagai dasar negara masih belum terpatri di jiwa anak bangsa.
Wali kota Cilegon harus diperiksa oleh mendagri atas sikapnya yang ikut menandatangani penolakan pendirian Gereja HKBP Cilegon.
Beribadah merupakan hak asasi manusia (HAM), sedangkan kebebasan beribadah sudah diatur dalam UUD 1945. Maka sikap yang ditunjukkan para kelompok masyarakat yang menolak mendirikan ibadah adalah kemiskinan berfikir dan kemunduran dalam beragama dan bernegara.
Warga non muslim (Kristen) di Cilegon tentu paham dengan posisi mereka sebagai masyarakat minoritas, mereka tidak akan menuntut lebih, mereka hanya rindu berdirinya gedung gereja sebagai tempat mereka bersekutu dan menjalakan ibadahnya.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika tampaknya belum dimaknai para warga yang apriori dengan perbedaan agama. Penolakan pendirian rumah ibadah bukti negara ini takluk dan tunduk dengan kelompok masyarakat intoleran.
Lahirnya pemimpin dan pejabat negara yang dengan nyata nyata melawan UUD, harus menjadi perhatian serius petinggi negara ini untuk dievaluasi.
Jika dengan sikap mengalah harus ditindas maka suara lantang tidak menjadi pantang umat Kristen di negara ini lebih dari 20 juta jiwa mari bersuara menegakakan akidah negara, mengingatkan para petinggi bangsa agar hadir dan mengayomi segenap warga.
Organisasi, lembaga keumatan mulai dari GMKI, GAMKI, PGI, PPGI, BKAG dan lain lain, gereja lintas sinode, haruslah berani menyurakan suara umat.
Tunjukkan Kristen bukan kelas dua, bukan juga penumpang gelap di nrgara ini, tentu dengan pola yang mencerminkan nilai-nilai kristiani!(*)
Penulis merupakan Korwil GMKI Sumut-Aceh 2010-2012. Mantan Ketua GAMKI 2018-2022