Thompson Hs*
PIRAMIDA.ID- Orang yang sudah merdeka berani mengungkapkan kebenaran. Saya teringat kembali pernyataan itu hari ini, ketika Indonesia dirayakan dalam kemerdekaannya dari penjajah Jepang.
Jepang merupakan penjajah terakhir Indonesia setelah merebut kekuasaan kolonial dari Belanda pada tahun 1942.
Sebelum Jepang di mana-mana kolonial Belanda sudah menguasai wilayah di Indonesia setelah berhasil melakukan pertukaran daerah jajahan dengan Inggris. Termasuk wilayah Batak menjadi taklukan kolonial Belanda setelah menguasai Aceh.
Wilayah Batak secara kultur dibagi-bagi menjadi wilayah administratif oleh kolonial. Sehingga kita mengenal wilayah administratif Tapanuli dan Sumatera Timur.
Di Sumatera Timur pada pertengahan abad ke-19, perkebunan sudah dirintis atas dukungan kolaborasi kolonial dengan para sultan. Di Tapanuli kolonial membuat pos awal di Sibolga sebagai pengembangan pos Sumatera di Padang. Tapanuli sebagai bentukan dari kata tapian nauli merupakan desa kecil pengambilan air di sekitar Sibolga, tepatnya antara Mela dan menuju Sorkam.
Citra Tapanuli pada zaman kemerdekaan melekat di Selatan (Angkola/Mandailing), Tengah (Sibolga dan Barus), dan Utara (Silindung dan kabupaten-kabupaten hasil pemekaran seperti Dairi, Tobasa, Samosir, Humbahas). Tujuan pemekaran sejak kolonialisme terkait dengan pembagian jatah kekuasaan kepada penguasa lokal.
Kolonial Belanda harus memanjakan raja-raja lokal Batak untuk kerjasama baru bersama misionaris, dengan alasan utama: membentengi pengaruh Islam dari Sumatera Barat dan Aceh.
Sesungguhnya kolonial Belanda sudah bekerja sama dengan raja-raja Islam (sultan) di Sumatera Timur. Dari sanalah pengaruh Aceh dibayangkan satu jalur, selain secara langsung melalui pengaruh Sisingamangaraja.
Melalui Barus Sisingamangaraja berhubungan dengan Aceh, meskipun pertarungan tarekat tidak memungkinkan Barus sebagai daerah yang berbahaya. Barus adalah negeri berbilang bangsa dan dapat menyatu dengan peradaban Batak, jika bertahan sebagai Melayu pinggiran kemudian.
Pengaruh Islam yang lebih keras dari Sumatera Barat sudah jelas dibayangkan melalui Selatan Tapanuli. Sebelum kolonial Belanda masuk ke jantung Toba sudah ada komunitas Islam di Selatan. Namun setelah perang Paderi, wilayah Selatan mendapat citra baru sebagai kantong Islam garis keras dengan paham Wahabi. Paham Ahmadiyah juga sudah ada di Selatan dan pemimpin awalnya bermarga Lubis.
Batak bukanlah agama. Namun dianggap kolonial Belanda sebagai paham adat. Di Tapanuli tidak ada masalah agama jika paham adat kebatakan masih dijalankan.
Namun kolonial Belanda berusaha mendukung misionaris menjadikan Batak sebagai Kristen, karena pengaruh Sisingamangaraja tetap dicurigai dan tidak pernah bisa memberikan kompromi utama kepada kolonial. Para Parmalim merupakan pengikut Sisingamangaraja, di samping beberapa diikuti oleh paham lainnya di sekitar Danau Toba.
Batak Kristen menjadi entitas baru pada zaman kolonial setelah Batak Islam di Selatan. Selatan dan Utara menjadi dua kutub yang identik dengan pertarungan agama. Sehingga posisi Sisingamangaraja dominan diterima sebagai simbol perjuangan atas wilayah dan peradaban Batak.
Itulah mungkin yang mendorong sejumlah pihak menerima Sisingamangaraja XII lebih logis sebagai pahlawan nasional, termasuk diterima para pejuang pergerakan kemerdekaan yang anti kolonial dan anti misionaris.
Ada gerakan Kristen dari kalangan Batak yang anti kolonial dan anti misionaris, selain gerakan khusus Parmalim. Demikian gerakan Islam di Selatan yang kemudian terkesan nasionalis melalui Muhammadiyah.
Bahkan gerakan Islam NU yang basisnya lebih kuat di Sibolga masih menjiwai kebatakan orang-orang di Selatan. Sehingga waktu zending NU masuk ke Toba, gerakan Parmalim itu sempat dikesankan sebagai Islam yang tidak sempurna; entah karena ciri sorban (tali-tali) putih yang tidak berekor itu atau karena kebiasaan pada konsumsi makanan tertentu dengan penjelasan mitis-historikal dalam ritual Batak.
Batak Islam dan Batak Kristen sudah merdeka di Indonesia, meskipun masih dapat bertarung dalam situasi politik dan jatah jabatan yang sudah diatur dalam sistem pemerintahan pusat sampai di jabatan kantor urusan agama dan lain-lain.
Di zaman kemerdekaan ini identitas dapat ditampilkan melalui ktp, kartu keluarga, dan akte catatan dengan pencantuman agama tertentu yang diakui oleh negara. Agama-agama resmi yang diakui di Indonesia merupakan import. Indonesia masih dijajah oleh yang semacam itu. Sehingga kemerdekaan selalu dipertanyakan antara hadiah dan perjuangan.
Indonesia merdeka dari tangan penjajah Jepang pada tahun 1945. Namun kolonial Belanda ingin berkuasa kembali dengan membonceng sekutu. Namun Jepang juga mendukung para perintis kemerdekaan agar kolonial Belanda jangan sampai berkuasa lagi di Indonesia.
Antara Belanda-Jepang, Indonesia sudah merdeka 71 tahun. Dirgahayu untuk hari ini. Semoga Indonesia tidak selalu macet lagi saking banyaknya kenderaan dan barang impor.
Soalnya satu hari sebelum 17 Agustus kemacetan itu banyak di samping kemacetan banyak urusan menjadi orang merdeka. Merdeka itu tanggung jawab setiap orang yang sudah paham atas kebenaran. Dan merdeka itu jangan sampai kebetulan.(*)
Penulis adalah Penerima Penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud RI pada September 2016 dan terlibat dalam Tim Kreatif Presiden untuk Acara Karnaval Kemerdekaan Danau Toba pada Agustus 2016.