Oleh: Novelin Silalahi*
PIRAMIDA.ID- Kemajuan zaman yang terjadi saat ini seakan tidak ada batasnya lagi; semua dapat diakses, semua dapat dijangkau, semua dapat diketahui dengan mudah dan semua dapat dilakukan dengan hebat. Kemajuan ini tidak hanya berdampak positif, namun juga berdampak negatif.
Salah satu bentuk kejahatan di tengah kemajuan zaman, yakni human trafficking atau yang biasa kita dengar dengan perdagangan manusia. Kejahatan ini sudah semakin merajalela, tidak hanya terjadi di dalam satu daerah ke daerah lain dalam satu negara, namun juga menembus batas negara. Perdagangan yang sifatnya tidak hanya diperjualbelikan di dalam negara, namun sampai menembus batas negara.
Selain perlunya pemberantasan mafia atau induk sumber atas kejahatan ini, kita juga perlu memberantas faktor penyebab kejahatan ini. Kejahatan ini biasanya terjadi pada masyarakat yang kurang mampu, atau bisa disebut faktor yang paling besar, yakni kemiskinan.
Korbannya adalah mereka yang terpinggirkan, terkhusus perempuan dan anak, persoalan kemiskinan mendorong orang untuk melakukan apapun yang dapat menyelamatkan hidupnya dan keluarganya. Faktor lainnya, yakni minimnya tingkat pendidikan, faktor uang dan pengangguran.
Perdagangan perempuan dan anak merupakan salah satu kejahatan yang termasuk ke dalam tindak pidana. Jual beli perempuan dan anak ini sudah lama terjadi, khususnya di Indonesia. Ada banyak pola yang terjadi, dimulai dari penjaringan penyaluran tenaga kerja yang berkedok distribusi tenaga kerja, pengangkatan anak, dan membantu perekonomian masyarakat menengah ke bawah.
Sasaran mereka bukan wilayah perkotaan, melainkan anak anak dari kampung, anak muda yang baru lulus sekolah menengah atas, atau anak anak muda yang tidak bisa melanjutkan perkuliahan, yang orang tuanya memiliki pendidikan rendah, seperti petani, nelayan, dan lainnya.
Modusnya, mereka direkrut dengan janji bekerja, diberi uang untuk orang tuanya, gaji yang fantastis dan cukup besar, dan dibawa keluar dari kampungnya menuju ke luar kota, dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial. Kasus ini besar terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Segala prosesnya begitu mudah, dimulai dengan proses administrasi yang mudah, semua mereka yang urus, termasuk pemalsuan dokumen. Lembaga mereka ini tidak legal. Sebelum berangkat disampaikan bahwa akan diberikan kursus, seperti pelatihan masak. Sebelum keberangkatan juga mereka akan menandatangani kontrak.
Yang dikirim bekerja keluar, banyak sekali kasusnya sampai tidak kembali. Pun kembali dengan peti mayat. Ada juga yang lari bersembunyi ke tempat tempat yang mereka pikir aman, seperti hutan. Sebagian besar dari kasus ini juga memiliki peluang untuk terkena penyakit HIV/AIDS. Penyaluran berkedok distribusi tenaga kerja ini kebanyakan diproses ke Malaysia.
Beberapa informasi penting ini kita dapati dari beberapa kawan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.
Akibat dari kasus ini, dapat mengganggu mental masyarakat, trauma psikologis, kekerasan, hingga meninggal dunia. Belum adanya perlakuan hukum yang serius dalam menangani kasus ini, indikasinya pihak hukum bermain di dalam kasus ini. Kalau hukum benar benar ditegakkan, niscaya kasus ini akan berkurang, perdagangan dan eksploitasi pun akan terminimalisir.
Karena sejatinya hukum itu tidak boleh lagi hanya bersifat tajam ke bawah, tumpul ke atas. Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, bukan hanya sekedar slogan, bukan untuk memperkaya mafia dan dalang di balik kisah yang memilukan tersebut. Namun harus memikirkan bagaimana kasus ini bisa turun sampai ke titik 0 yang artinya sudah tidak ada lagi. Mental masyarakat pun harus dipulihkan, sakit hati keluarga yang ditinggalkan harus diobati. Karena kehilangan itu adalah luka yang akan terus terkenang sepanjang perjalanan kehidupan.
Karena perempuan dan anak itu bukan untuk diperdagangkan, bukan untuk dieksploitasi. Mereka berhak untuk menerima pendidikan, mereka berhak menjalani proses kehidupannya, terlebih penting mereka berhak atas dirinya dan tubuhnya.
Kasus perdagangan perempuan dan anak ini mendapat sorotan dari Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat ditemui beberapa waktu lalu di kantornya melalui audiensinya dengan Pengurus Pusat GMKI. Beliau mengatakan bahwa kita semua harus melawan persoalan ini. Semua pihak harus terlibat dan ikut serta dalam memeranginya.
Himbauan dari Ibu Menteri harus kita laksanakan demi terciptanya kehidupan yang layak, kesempatan yang sama untuk perempuan dan anak.
Pentingnya penggalakan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang mengatur secara menyeluruh dan terpadu kegiatan pencegahan dan penanggulangan tindak pindana perdagangan orang, serta pendidikan yang utuh untuk perempuan dan anak sampai ke pelosok pedesaan, juga kemandirian perekonomian yang akan membawa masyarakat kepada pemikiran yang terbuka.(*)
Penulis merupakan Bendahara Umum PP GMKI periode 2020-2022.