Oleh: Leri Panjaitan*
PIRAMIDA.ID- Anak adalah sebuah karunia yang paling berharga untuk tetap diperhatikan perkembangannya, bukan hanya karena anak masa depan suatu keluarga, adat dan budaya atau pun negara akan tetapi mendapatkan kasih sayang adalah hak anak dari semua orang.
Anak bukan hanya dilahirkan sebagai aset yang semena-mena untuk dimanfaatkan, akan tetapi anak-anak juga harus didampingi untuk hidup saat ini. Mengasihi anak tidak dibatasi dengan bahasa biologis yang mengikat dari sistem kekeluargaan saja akan tetapi mengasihi anak karena ikatan cinta yang tulus antar sesama manusia.
Pendidikan kepada anak merupakan pendidikan yang sangat kompleks mulai dari emosional, budaya, intelektual, spiritual anak. Semuanya berkaitan dengan setiap aspek-aspek pertumbuhan setiap anak.
Perkembangan setiap anak memiliki perbedaan setiap zamannya, setiap budaya, setiap tempat dan setiap keadaan latar belakang anak. Sehingga proses pendidikan setiap anak tidak bisa disamaratan dan bahkan value setiap anak tidak bisa diperbandikan.
Seorang anak yang tinggal di pedesaan tidak sama dengan seorang anak yang tinggal di perkotaan dan bahkan seorang anak tetangga tidak sama dengan anak tetangga lainnya. Hal ini dilihat dari kebutuhan kehidupan dan juga latar belakang masalah kehidupan dalam lingkungan setiap anak.
Demikian pendidikan yang diterapkan kepada semua anak tidak bisa sama, karena anak memiliki keberagaman dan kemampuan yang berbeda-beda.
Berdasarkan observasi secara umum bahwasanya banyak orang yang belum memahami bagaimana mendampingi anak-anak. Masih banyak konsep cara pandang bahwa anak-anak hanyalah objek yang dianggap kaum lemah dan dianggap second class dalam mengambil sebuah keputusan bahkan tidak dianggap sama sekali, walaupun keputusan itu sangat membahas seputar kehidupan anak tersebut.
Tidak sedikit juga anggapan bahwa anak yang tidak tahu membaca adalah anak yang bodoh, anak yang tidak tahu berhitung adalah anak yang bodoh, tanpa memperhatikan kemampuan anak tersebut dalam bidang seni, bertani, memasak dan lainnya.
Konsep berpikir yang sering sekali memarginalkan anak dari setiap keadaan kehidupan haruslah diubah. Walau umur memiliki perbedaan akan tetapi konsep saling menghargai dan menyayangi satu sama lain haruslah sama. Umur yang lebih tua bukan berarti kedudukan sosialnya selalu di atas dan umur yang lebih mudah kedudukan sosialnya selalu di bawah akan tetapi keduanya hidup dalam kesetaraan yang saling belajar satu sama lain.
Masalah-masalah yang dihadapi oleh anak adalah isu sosial yang harus diperhatikan. Sampai saat ini masih banyak orang yang belum memahami sistem perlindungan anak dari masalah yang dihadapi oleh anak, seperti eksploitasi ekonomi, kejahatan seksual dari orang terdekat maupun orang tidak dekat, korban kerusuhan keluarga maupun negara, korban bencana alam, dan bahkan masalah pandemi Covid-19 saat ini yang sangat berdampak negatif untuk psikologi dan pendidikan anak.
Dalam perlindungan anak di negara Indonesia bisa dilihat dari Undang-undang 23/2002 dan UU 35/2014. Dalam Undang-undang ini anak dikategorikan seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang dalam kandungan. Dalam UU ini anak berhak mendapatkan perlindungan dari deskriminasi. Selain dari pada itu anak berhak mendapatkan pemenuhan pendidikan yang terbaik.
Dalam perspekstif baru yang perlu diimplementasikan saat ini ialah membuka ruang yang selebar-lebarnya untuk anak dalam mengespresikan kemampuan yang dimiliki serta mengaplikasikan hak anak di dalam setiap aspek kehidupan anak. Di Indonesia Konvensi hak anak disetujui melalui Keputusan Presiden No. 36/1990 tanggal 28 Agustus 1990.
Adapun 10 hak anak ialah:
1. Hak Mendapatkan Nama atau Identitas
2. Hak Memiliki Status Kebangsaan
3. Hak Memiliki Perlindungan
4. Hak Memperoleh Makanan
5. Hak untuk Mendapatkan Akses Kesehatan
6. Hak Mendapatkan Rekreasi
7. Hak Mendapatkan Pendidikan
8. Hak Untuk Bermain
9. Hak untuk Berperan Dalam Pembangunan
10. Hak untuk Mendapatkan Kesamaan
Demikian juga melalui penerapan pendidikan anak yang ada dalam budaya dan agama yang kontekstual.
Pendidikan dalam budaya dan agama adalah pendidikan kehidupan yang melestarikan lingkungan, menghidupkan nilai-nilai sosial yang bergotong royong dan meningkatkat nilai-nilai spiritualitas melalui pengajaran kreatif dari bentuk-bentuk materi literasi yang tidak lepas dari pendidikan kontekstual yang mengajarkan keberagaman yang memperdamaikan baik melalui membaca, menulis, menganalisis dengan sederharna, menutarakan ide atau pendapat dan lainnya.(*)
Penulis merupakan Pendiri Rumah Dame dan Alumni Sekolah Tinggi Bibelvrouw HKBP.