Oleh: Muhyi Aditya Supratman*
PIRAMIDA.ID- Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan untuk menciptakan tujuan yang sama dalam konteks kebersamaan di masyarakat. Bagi ilmu sosiologi solidaritas dibagi kedalam dua jenis, yaitu solidaritas mekanik dan organik. Jenis solidaritas ini diangkat oleh salah satu tokoh sosiologi terkenal, yaitu Emile Durkheim.
Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain yang berada di sekitarnya, oleh karena itu manusia memerlukan bantuan orang lain dalam setiap tindakan sosialnya yang kemudian terciptalah solidaritas sosial yang menjembatani sebuah proses interaksi antar manusia di dalam kelompok masyarakat.
Selanjutnya Durkheim membagi solidaritas ke dalam dua bentuk inti sari solidaritas, yang pertama adaah solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik merupakan keadaan di mana setiap manusia dalam kelompok masyarakat tidak memiliki perbedaan dan spesifikasi kerja yang telah ditetapkan sehingga kegiatan yang dilakukan termasuk ke dalam kategori kebersamaan dan kolektivisme secara menyeluruh.
Lain halnya dengan solidaritas organik, solidaritas organik menciptakan perbedaan dalam kebersamaan dalam kelompok masyarakat, artinya perbedaan yang terjadi bukan menjadi sebuah konflik, namun menciptakan spesifikasi kerja dalam kehidupan masyarakat.
Durkheim mendefinisikan hukum sebagai sebuah cerminan kehidupan yang dimulai dari sebuah refleksi solidaritas sosial di masyarakat. kolektivisme dalam masyarakat menciptakan aturan – aturan yang mengikat yang harus dipatuhi oleh setiap individu dalam kelompok masyarakat, termasuk di antaranya adalah tata aturan berupa norma yang tidak tertulis dan aturan hukum adat serta hukum yang berlaku dalam konteks negara.
Melalui solidaritas mekanik hukum dibentuk untuk menciptakan ikatan keteraturan melalui hukum tertulis maupun tidak tertulis. Dalam konteks solidaritas mekanik, setiap individu yang melanggar harus diberi hukuman karena berkenaan dengan cara masyarakat memandang keteraturan sebagai entitas yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Cara hukum untuk menciptakan keteraturan dalam kehidupan masyarakat adalah melalui jalan represif dan pemaksaan, dimana hukum bersifat tegas dan mengadili yang bersalah.
Pada konteks ini, solidaritas mekanik menjadi sebuah bangunan untuk menguatkan hukum dan kolektivitas yang dibentuk oleh masyarakat melalui aparatur negara yang berwenang dalam pembuatan kebijakan dan aturan sehingga hukum dapat merepresentasikan keadilan bagi masyarakat dalam penanganan sebuah permasalahan.
Seperti contohnya ketika terjadi kasus pembunuhan atau kriminalitas lainnya, hukum dapat bertindak melalui institusi pengadilan guna menciptakan jugment disetai bukti – bukti yang relevan dengan pasal – pasal dalam hukum tersebut.
Berbeda dengan solidaritas mekanik dengan basis kolektivismenya, hukum dalam arti solidaritas organik berusaha untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Solidaritas organik yang diargumentasikan oleh Durkheim telah menempatkan hukum sebagai basis pemulihan dari kenyataan sosial yang telah berubah dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, termasuk di antaranya adalah norma yang menjadi aturan umum dalam pemikiran setiap individu di masyarakat.
Kasus Saipul Jamil merupakan kasus pencabulan yang merupakan tindak pidana yang telah menyimpang dari hukum yang telah ditetapkan sehingga Saipul Jamil ditahan selama 8 tahun penjara dan diberi remisi sebesar 30 bulan.
Pasca kebebasannya banyak pihak menilai bahwa penyambutan Saipul Jamil terlalu berlebihan, alasannya adalah Saipul Jamil telah melakukan tindakan menyimpang dan cara penyambutan di Lapas Cipinang terkesan penyambutan seorang pahlawan yang berjuang melawan musuh-musuhnya.
Perspektif hukum yang diargumentasikan oleh Durkheim dapat digunakan dalam menganalisis permasalahan tentang penyambutannya seorang tokoh publik pada saat keluar dari tahanan dengan kasus yang menyimpang. Petisi merupakan bentuk protes dari keadaan yang tidak diinginkan sehingga menciptakan aturan baru yang harus diakui keberadaannya.
Dalam kasus Saipul Jamil, petisi digunakan untuk memobilisasi dan mendesak agar KPI segera melarang Saipul Jamil untuk tampil di depan televisi. Hal ini berkaitan dengan norma sosial dan aturan hukum yang telah berlaku di Indonesia. Solidaritas sosial yang diperkenalkan oleh Durkheim merupakan basis bagaimana sosiologi hukum menjelaskan realitas sosial yang menyimpang dari aturan hukum yang berlaku.
Solidaritas sosial merupakan suatu wadah untuk menyuarakan perpaduan pemikiran dari setiap orang dalam masyarakat untuk merealisasikan sebuah perubahan yang dapat dijadikan acuan hidup bersama sehingga ketika solidaritas mulai terbentuk dalam perspektif dan keadaaan yang sama, maka akan tercipta suatu proses untuk mempersatukan pandangan pemikiran dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Salah satu solidaritas yang diperkenalkan Durkheim adalah solidaritas organik. Solidaritas organik yang diargumentasikan oleh Durkheim telah menempatkan hukum sebagai basis pemulihan dari kenyataan sosial yang telah berubah dan tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, termasuk di antaranya adalah norma yang menjadi kepercayaan umum dalam pemikiran setiap masyarakat.
Petisi digunakan untuk mengembalikan realitas yang tidak sesuai dengan keadaan yang telah tertanam pada aturan yang tidak tertulis oleh norma di masyarakat. Petisi untuk Saipul Jamil merupakan representasi dari solidaritas organik, pemulihan keadaan dengan cara-cara preventif dapat dilakukan sebagai cara untuk menempatkan tokoh publik sebagai obyek yang harus taat pada aturan norma dan hukum yang berlaku sehingga keadaan yang semestinya dapat dikembalikan menurut aturan masyarakat.
Selain itu, media juga harus turut andil dalam menciptakan tayangan-tayangan yang berkualitas, terlepas dari bagaimana kekuassan dijalankan untuk mengangkat isu-isu yang kontroversial demi kepopuleran media, namun di sini saya ingin menegaskan bahwa hukum bisa menjadi represif dan preventif, tergantung bagaimana individu melakukan tindakan menyimpang.
Tindakan Saipul Jamil dalam hal ini tidak bisa dibenarkan dalam konteks hukum karena kasus pencabulan merupakan kasus yang menggangu kejiwaan korban dan masa depannya sehingga proses hukum terus berlanjut, dalam hal ini Saipul Jamil telah bertangungg jawab.
Dalam konteks sosial, penyambutan Saipul Jamil memang terkesan berlebihan, terlepas dari bagaimana pro dan kontra di masyarakat berlaku.
Namun, di sini penulis ingin meletakkan dasar pemikiran bahwa penyambutan Saipul Jamil memang terkesan berlebihan karena menurut penulis pribadi, ketika seorang public figure memiliki permasalahan mengenai kehidupannnya dan kemudian bersangkutan dengan hukum, setidaknya para penggemar bisa merefleksikan itu sebagai keadaan yang biasa saja tanpa ada euforia yang berlebihan sehingga tidak menimbulkan pro dan kontra dalam realitas masyarakat umumnya.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Sosiologi Universitas Jember yang melakukan program merdeka belajar bilateral dengan Universitas Maritim Ali Haji.