PIRAMIDA.ID- Senin, 19 April, sejumlah warga gang Rukun dan gang Wakaf mendatangi kantor Bupati Deli Serdang atas undangan yang dilayangkan kepada warga untuk penyelesaian kasus yang terjadi antara warga dengan pihak pengembang, yakni PT. Evergreen Internasional Paper.
Hadir dalam pertemuan tersebut pihak PT. Evergreen dan dari Dinas Lingkungan Hidup, PUPR, Dinas Perhubungan, Inspektorat Deli Serdang, Satpol PP, Kepala Desa Dalu XA.
Namun sayang pertemuan yang dihadiri oleh lintas instansi ini tidak membuahkan hasil. Pertemuan berlangsung deadlock, tidak menemukan kesepakatan. Warga tidak diberi kesempatan banyak untuk menyampaikan persoalan yang dihadapi.
Pertemuan cenderung didominasi oleh pihak Pemkab yang dihadiri Asisten II Putra Jaya Manalu, SE, MM dan mencoba menggiring warga khususnya ahli waris tanah wakaf untuk bertemu secara khusus dengan pihak Evergreen yang difasilitasi oleh kepala desa Dalu XA.
Sebagaimana yang disampaikan Nenek Parjiem selaku ahli waris dari tanah wakaf, bahwa ahli waris menolak kalau tanah yang diwakafkan digunakan untuk jalan perusahaan Evergreen. Senada dengan yang disampaikan oleh Ustadz Annuar Alayyubi Alhafidz bahwa gang yang diwakafkan itu untuk akses jalan kekuburan.
“Gang yang diwakafkan digunakan sebagai akses untuk jalan ke kuburan, bukan untuk jalan perusahaan, jadi jangan diganggu. Itu saja,” ungkapnya.
Warga lain yang ingin menyampaikan pernyataannya tidak diberi kesempatan. Demikian juga ketika pendamping hukum dari BAKUMSU ingin memberi keterangannya terkait kasus gang Rukun yang tidak disinggung dalam pertemuan tersebut.
Malah, Asisten II meragukan kehadiran BAKUMSU sebagai pendamping hukum warga dan mempertanyakan surat kuasa. Padahal di awal-awal pertemuan dari puluhan yang hadir tidak ada dipertanyakan siapa saja yang hadir. Bahkan dari instansi lain tidak ada diberi kesempatan untuk berbicara.
Terkait hal ini, BAKUMSU yang diwakili Juniaty Aritonang, Kordinator Advokasi menilai Pemkab Deli Serdang sangat tidak menghargai kebebasan setiap orang untuk berbicara. Seharusnya setiap orang memiliki hak yang sama apalagi jika itu kasus yang saat ini sedang dihadapi dan butuh penyelesaian.
“Jadi, pertemuan ini untuk apa kalau peserta yang hadir khususnya dari korban langsung tidak diberi kesempatan berbicara, apalagi pendamping yang telah diberi kuasa oleh warga untuk mewakilinya baik di pengadilan maupun mediasi-mediasi yang sifatnya penyelesaian kasus,” terangnya.
Sebagaimana diketahui tahun 1984 warga memberikan tanah untuk dijadikan jalan umum seluas 3 meter dan terdaftar sebagai jalan desa gang Rukun Dalu X A.
Sementara tanah dan rumah sudah 3 generasi dihuni oleh masyarakat. Namun, pada tahun 2020 tanpa sepengetahuan warga dan tanpa keterlibatan masyarakat, pihak PT. Evergreen melebarkan jalan gang rukun untuk dijadikan jalan bagi kendaraan PT Evergreen Internasional Paper. Warga menolak pelebaran jalan tersebut karena menimbulkan kebisingan bagi warga.
Salah satu warga, ibu Ade mengatakan bahwa mereka tidak anti pembangunan. Bahkan bersedia memberi tanah untuk kepentingan umum, bukan kepentingan segelintir.
“Kami tidak anti pembangunan, bahkan kami akan beri tanah kami kalau untuk publik. Tapi ini untuk kepentingan perusahaan yang nyata-nyata tidak ada keuntungannya untuk warga. Oleh sebab itu kami tetap menolak pelebaran jalan,” tutupnya.(*)