PIRAMIDA.ID- Dalam rangka mengurangi angka kasus kekerasan seksual di dunia perguruan tinggi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Bapak Nadiem Makarim baru saja menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Selang beberapa waktu, peraturan tersebut mendapat respon di tengah-tengah masyarakat, baik tokoh masyarakat, tokoh politik dan juga tokoh agama; ada yang mendukung dan ada yang tidak. Hal tersebut ditengarai adanya frasa dalam Pasal 5 Ayat 2 huruf b, huruf f, huruf g, huruf i, dan huruf m, yang diduga multitafsir atau bermakna ganda, sehingga menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat.
Peraturan tersebut juga mendapat respon dari kalangan mahasiswa, yaitu Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pematangsiantar Santo Fransiskus dari Assisi.
Dian Siagian, selaku Presidium Gerakan Kemasyrakatan (PGK) PMKRI Cabang Pematangsiantar menyatakan dukungannya terhadap hadirnya peraturan tersebut. “Saya sangat mendukung adanya aturan ini, terlepas ada pro-kontra di masyarakat, itu hal yang biasa di negara demokrasi seperti bangsa kita,” ucapnya.
“Kita sangat berharap perguruan tinggi atau kampus merespon positif aturan ini dan segera mengimplementasikan dengan membentuk satgas atau draf turunan, seperti yang tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tersebut,” tambahnya.
Senada, Edis Galingging, selaku Ketua Presidium PMKRI Cabang Pematangsiantar mengapresiasi substansi dan semangat hadirnya aturan tersebut.
“Kalau ditanya soal aturan ini, saya sangat mendukung semangat adanya aturan tersebut, di mana aturan tersebut bertujuan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Soal kekerasan seksual di dunia kampus sudah menjadi rahasia umum bagi kalangan mahasiswa, tapi bukan berarti kita mengamini hal tersebut,” ungkapnya.
“Karena itu, kita sangat mendukung aturan ini. Hal tersebut bisa menjadi acuan atau SOP bagi kampus dalam hal pencegahan dan penangan kekerasan seksual di kampus. Kita sangat berharap agar pihak perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi yang ada di Kota Pematangsiantar agar merespon baik aturan ini dan segera membuat regulasi turunan, guna mencegah dan mengurangi kasus kekerasan seksual di dunia kampus,” tambahnya.
Namun, ia mengingatkan bilamana ada frasa yang menimbulkan polemik dan dirasa kabur di tengah masyarakat, hendaknya perlu dituangkan pemerintah secara jelas dan terang.
“Kalau ada subtansi yang kurang jelas dalam aturan tersebut, kita harap Bapak Nadiem Makarim untuk menyelesaikannya. Yang pasti kita sangat dukung adanya aturan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di peguruan tinggi, hal ini sudah lama kita tunggu. Sehingga seluruh warga kampus, baik mahasiswa atau mahasiswi, tenaga pendidik, dan pegawai memperoleh kenyamanan dalam beraktivitas di lingkungan kampus,” tutup Edis Galingging.(*)