PIRAMIDA.ID- Polemik kehadiran Undang-Undang (UU) Sumatera Barat yang disahkah oleh Dewan Pimpinan Rakyat (DPR) RI pada tanggal 30 Juni 2022 belum berujung. Hingga saat ini, UU Sumbar tersebut mendapat penolakan keras berbagai lapisan masyarakat khususnya dari masyarakat Mentawai yang berdomisili di Provinsi Sumatera Barat.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan adalah ketiadaan pengakuan eksistensi Mentawai sebagai salah satu kearifan lokal di Sumatera Barat, di mana tertuang dalam Pasal 5 huruf C yang berbunyi “Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nigari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter religious dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.”
Pasal inilah yang kemudian memicu perdebatan di ruang publik. Ketua Lembaga Pengembangan SDM PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Thomas Aquinas, Gregorius Bryan G. Samosir mengatakan, bahwa UU Sumbar ini terkesan mengesampingkan masyarakat Mentawai sebagai bagian dari masyarakat yang ada di Sumatera Barat.
“UU Sumbar harus secara eksplisit mengakui kebudayaan Mentawai berada di Sumatera Barat. Tidak boleh ada dominasi,” kata Gregorius dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (10/09/2022).
Hal senada juga disampaikan oleh Presidium Gerakan Kemasyarakatan Pengurus Pusat (PP) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Thomas Aquinas, Billy Claudio yang juga turut menyikapi polemik ini.
Menurut dia, UU Sumbar seharusnya mengakomodir eksistensi kebudayaan masyarakat Mentawai sebagai satu kesatuan utuh dari Provinsi Sumatera Barat. Melalui UU Sumbar ini, menurutnya negara secara langsung menghapus serta tidak mengakui eksistensi kebudayaan Mentawai padahal perlu dicatat, masyarakat suku Mentawai merupakan salah satu suku asli yang mendiami wilayah tersebut.
“Khusus Pasal 5 poin C sangat kontroversial. Perlu diketahui, Sumatera Barat tidak hanya terdapat satu suku atau kebudayaan tertentu. Perlu penjelasan pada poin tersebut sehingga tidak menimbulkan resisten. UU ini perlu mengakui secara langsung, mengakomodir secara langsung eksistensi kebudayaan Mentawai sebagai bagian dari budaya yang ada di Sumatera Barat. Negara tidak boleh memaksakan dominasi satu suku terhadap suku lain. Perlu diingat, Sumatera Barat bukanlah daerah istimewa layaknya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam maupun Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,” tegas Billy Claudio.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa PMKRI mendukung adanya langkah untuk melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi sebagai solusi untuk UU Sumbar tersebut.
“Kita mendukung langkah judicial review di Mahkamah Konstitusi terhadap UU Sumbar tersebut. UU Sumbar tidak boleh diskriminatif terhadap Mentawai. Ini tidak boleh,” tukas Billy Claudio.(*)