Debby Sepriyanti Damanik*
PIRAMIDA.ID- Istilah demokrasi merupakan istilah ambigu, sehingga kerap kali terjadi manipulasi terhadap konsep demokrasi dengan pemaksaan, penyiksaan, dan pelanggaran hak asasi manusia, seperti yang kerap kali terjadi pada saat menjelang pemilihan umum dengan praktik money politic.
Politik uang (money politics) merupakan praktik kotor yang merusak pemilu dan tentu saja juga sudah merusak demokrasi sebagai bangunan pemilu itu sendiri.
Money politics juga secara tidak langsung merupakan kejahatan dalam kehidupan berdemokrasi. Politik uang juga sangat memicu mata rantai perilaku korup dan demoralisasi dalam kehidupan berpolitik.
Politik yang dibangun dengan praktik kotor money politics juga akan selalu menghadirkan politikus-politikus kotor yang baru. Money politics ini sangat berdampak terhadap perilaku masyarakat pada saat ini.
Dampak yang kini sedang muncul dan sangat menonjol adalah ketergantungan masyarakat dalam memilih caleg berdasarkan uang yang diberikan bukan pula dengan visi misi, serta latar belakang para caleg.
Dampak perilaku akibat money politics di masyarakat adalah seseorang memilih caleg bukan karena idealismenya tetapi melainkan atas dasar lingkungan sekitar yang memberikan uang dan bahkan pengaruh dari tetangganya. Dengan demikian, masyarakat dengan mudahnya mengikuti lingkungannya dengan materi bukan teori.
Kata politik mengacu pada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Politik uang ini cenderung terjadi pada saat-saat pemilu, sehingga politik uang berpengertian adalah tindakan yang disengaja oleh seseorang atau kelompok dengan memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada sesesorang atau sekelompok supaya memberikan hak pilihnya.
Praktik politik uang dalam pemilu selama ini seolah telah menjadi praktik yang lazim terjadi. Hal tersebut terjadi dalam bentuk bagi-bagi uang, pemberian barang atau lainnya, baik diberikan kepada individu maupun secara kolektif kepada kelompok tertentu.
Pada setiap event pemilu telah ada upaya yang dilakukan oleh pengawas pemilu dan stakeholder lainnya untuk mencegah atau menindaknya. Banyak juga faktor yang menyebabkan, salah satunya adalah karena praktik politik uang ini telah menjadi budaya, baik dari warga pemilih maupun kontestan.
Kalau tidak adanya money politics seperti ini, justru dianggap aneh dalam pesta demokrasi, dan sementara bagi kontestan pemilu juga meyakini menjadi hal biasa sebagai, pengikat atau cara yang instan dalam mengambil suara.
Maka tidak heran pula jika ada sebagian kalangan meyakini praktik politik uang ini sebagai salah satu penyumbang bagi angka partisipasi pemilih.
Berkaca dari setiap pemilu politik uang selalu terjadi, maka hal inilah yang menjadi ancaman yang sangat serius bagi upaya membangun kualitas pemilu. Seorang pemimpin atau wakil rakyat dapat terpilih sangat mungkin bukan karena track record atau kualitas visi, misi dan programnya, melainkan karena seberapa besar dan massif melakukan politik uang tersebut.
Inilah yang sangat sering terjadi, maka ujungnya pemimpin atau wakil rakyat yang menjabat cenderung kurang amanah dan tergoda melakukan praktik korupsi untuk mengambil kembali modal politik uang tersebut.
Politik uang juga digambarkan dengan praktik suap di kalangan lembaga legislatif dalam pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh DPRD, pembelian suara dalam kongres partai politik, dan penggelapan uang proyek pemerintah atau penerimaan suap dari pengusaha.
Dalam pelaksanaanya, pemilu di Indonesia kerap sekali terlihat sebagai pemilu tidak sehat. Pemilihan umum yang dinilai sebagai pesta demokrasi pun ternyata belum bisa mengimplementasikan sistem demokrasi yang sesungguhnya. Di dalam proses pelaksanaan pemilu, sampai saat ini masih disuguhi dengan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh setiap kandidat pemilu maupun partainya sendiri.
Politik uang juga memiliki faktor penyebab terlaksananya praktik politik uang antar peserta pemilu dan masyarakat yang sebagai pemilih. Alasan lainnya adalah ketidakpercayaan masyarakat terhadap para calon pemimpin. Biasanya, peserta pemilu yang tidak memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat akan membuat program-program yang didalamnya terindikasi politik uang.
Di samping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah yang paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan. Pemilih pemula sangat mudah dipengaruhi dengan kepentingan-kepentingan dalam mengenal politik dengan melalui berbagai cara, yakni keluarga, teman, dan media massa.
Perilaku memilih juga sarat dengan ideologi antar pemilih dengan partai politik atau kontestan pemilu. Selama periode kampanye pemilu dengan politik uang, muncullah kristalisasi dan pengelompokkan antar ideologi yang dibawa kontestan.
Sangat disayangkan, ketika masyarakat dapat dikelabui dengan iming-iming uang 50 ribu rupiah untuk memenangkan calon pemimpin yang akan menjadi pemimpin beberapa tahun kedepan tanpa melihat visi dan misi dari calon. Bijaklah memilih pemimpin negeri ini.(*)
Penulis merupakan mahasiswa Universitas Efarina. Kader PMKRI Cab. Pematangsiantar.