Oleh: Epifanius M. Mbale*
PIRAMIDA.ID- Demokrasi merupakan jalan terbaik dalam mengagregasi segala kepentingan karena sistem demokrasi di dalamnya terdapat sebuah kedaulatan rakyat. Salah satu ciri negara yang menganut sistem demokrasi, yaitu adanya penyelenggaraan pemilihan umum, di mana setiap warga negara memiliki hak untuk dapat memilih sendiri para pemimpin dan wakilnya.
Keriuhan memasuki tahun politik menjelang pemilihan umum 2024 semakin terasa. Partai-partai pemenang tahun lalu giat menyibukkan diri untuk mencari solusi agar posisinya aman, hingga lahirnya gagasan untuk membentuk koalisi besar, pun di sisi lain partai-partai penantang tidak mau kalah untuk memperebutkan kekuasaan dari tangan sang juara bertahan, dengan dalil ingin membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Pada titik ini partai tidak hanya menyiapkan koalisi tetapi juga harus mengusung individu yang cedas dan bijaksana, cerdas dalam artian seseorang yang dicalonkan kelak bisa membuat terobosan baru yang menguntungkan bagi bangsa, bukan pandai dalam merangkai kata manis yang membawa pada kehidupan rakyat kian menjadi miris, atau bijak dalam mengambil keputusan dengan lebih mempertimbangkan keuntungan bagi partai pengusung walaupun menggantungkan harapan rakyat sendiri.
Rakyat sendiri merupakan alat vital bagi penentu siapa yang akan langgeng dalam kompetisi ini, maka dari itu calon tidak jarang menebar pesona dengan mebingis kata hingga membentuk kalimat seksi yang mampu membius otak rakyat agar tak tercium bau kepalsuan mereka Ketika kelak menjadi jawara dan rakyat hanya mampu melihat ketulusan yang cuma fiktif belaka.
Kata-kata manis itulah yang menjadi senjata para calon penguasa, untuk melanggengkan langkah mereka di balik bilik suara. Pemilu sebenarnya adalah seorakan bagi penantang karena punya misi menjadi jawara baru dan ancaman bagi juara bertahan karena bisa menggeserkan merka dari singasana kekuasaan, karena hal ini pula tak jarang mereka akan memainkan isu agar bisa melumpuhkan rival politik, rakyatlah yang akan menjadi penonton dan pendengar setia dari drama yang terkadang menyesatkan dan meresahkan ini, bagaimana tidak? Mereka bukan hanya menunjukan kelebihan mereka untuk meraup suara rakyat, akan tetapi mereka juga terkadang harus merendahkan satu sama lain sebagai calon.
Pada dasarnya pemilu merupakan bagian integral dalam negara demokrasi, sebuah conditio sine qua non karena tanpa hadirnya maka negara menggagalkan demokrasi, karena itu pemilu dan demokrasi ibarat taman dan bunga karena tanpa pemilu negara ini tidaklah bisa dikatakan negara demokrasi, sedangkan oknum-oknum yang lahir menjadi kuruptor dari sebuah pemilu, itu bak benih penyakit yang menyerang tanaman bunga yang indah.
Korupsi lahir dari banyak politisi yang dipilih secara demokratis, ini membuat Kita seperti terjebak dalam konfigurasi politik yang dibangun secara demokratis itu sendiri. Penangkapan politikus akibat tersandung kasus korupsi seharusnya menjadi cambuk bagi partai untuk berbenah diri agar menyiapkan politikus yang punya prinsip sehingga demokrasi ini tak terus digerogoti praktik korupsi yang berkepanjangan.
Bagi Aristoteles politik merupakan master of science, yaitu kunci untuk memahami lingkungan melalui pengetahuan tentang politik. Selain itu, Aristoteles meyakini bahwa dimensi politik memengaruhi lingkungan lain dalam kehidupan manusia yang meliputi aturan bernegara seperti apa yang dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, dalam kebebasan politik memiliki tujuan-tujuan moral atau nilai ideal yang bersifat abstrak, seperti kebaikan, keadilan, kebahagiaan kebenaran, dan kebebasan.
Segala hal yang berkaitan dengan kepentingan umum memiliki nilai moral yang tinggi jika dibandingkan dengan urusan-urusan yang menyangkut kepentingan individu atau kelompok masyarakat.
Politik jangan lagi hanya dijadikan ajang untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Apalagi dijadikan arena menjegal lawan dan menyandera orang maupun kelompok tertentu hingga kssepentingan rakyat terabaikan. Jadilah pempimpin yang siap untuk melayani rakyat bukan untuk dilayani!(*)