PIRAMIDA.ID- Masyarakat Adat Sihaporas mendaftarkan gugatan praperadilan mengenai penghentian penyidikan terkait laporan pidana oleh anggota Masyarakat Adat Sihaporas, yakni Thomson Ambarita yang merupakan korban penganiayaan oleh humas PT TPL, yakni Bahara Sibuea.
Masyarakat Adat Sihaporas bersama kuasa hukumnya dari Bakumsu mengajukan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Simalungun atas tindakan Kejaksaan Negeri Simalungun dan Kepolisian Ressort Simalungun yang menghentikan proses hukum (SP3) pengaduan dari Thomson Ambarita.
Thomson Ambarita sebagai korban kekerasan tidak terima dengan kinerja Polres Simalungun hingga akhirnya sepakat mengajukan gugatan praperadilan.
“Saya tidak terima dengan kinerja dari pihak Polres Simalungun dan Kejari Simalungun. Oleh sebab itu kami bersama kuasa hukum saya mengajukan praperadilan supaya pihak pengadilan menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Simalungun dan Kepolisian Ressort Simalungun, kiranya pengadilan bisa menegakkan hukum dan keadilan di Indonesia kita ini,” katanya dalam konferensi pers yang berlangsung di halaman PN Simalungun, Selasa siang (15/03/2022)
Hal senada diungkapkan Roy Marsen Simarmata dari Bakumsu selalu kuasa hukum Masyarakat Adat Sihaporas.
“Kami bersama Masyarakat Adat Sihaporas dan aliansi mahasiswa sekota Pematangsiantar-Simalungun yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Adat (AMMA) menentang atas penghentian pengaduan saudara Thomson sebelumnya. Termohon Kejaksaan Negeri Simalungun dan Kepolisian Ressort Simalungun berdalih bahwa laporan saudara Thomson Ambarita tidak mencukupi bukti, padahal dalam proses penyelidikan dan penyidikan kami sudah memberikan alat bukti berupa keterangan saksi, foto, video, maupun visum. Atas bukti-bukti itu juga Polres Simalungun telah menetapkan humas PT TPL Bahara Sibuea sebagai tersangka pada 27 Mei 2020. Lalu, kenapa sekarang justru mereka menganulir penetapan tersangka itu,” bebernya.
Maka untuk itu, lanjutnya, mereka berharap Polres Simalungun agar konsisten terhadap keputusannya terdahulu.
“Jangan seakan-akan Polres Simalungun diintervensi pihak tertentu, Polres Simalungun harus merdeka dalam berpikir dan bertindak, jaga nama institusi dan jangan terkesan meludah di atas muka sendiri. Begitu pula Pengadilan Negeri Simalungun, khususnya hakim tunggal yang nantinya menangani perkara ini kami berharap untuk dapat bekerja secara professional dan memberikan putusan yang seadil-adilnya,” ujar Roy Marsen Simarmata.
Di kesempatan yang sama, Ketua GMKI Cabang Pematangsiantar-Simalungun seturut juga menyampaikan rasa kecewa atas tindakan sepihak tanpa memberitahukan kepada masyarakat.
“Kami mosi tidak percaya kepada pihak kepolisian. Kami mahasiswa siap mengawal kasus ini. Kami berharap kepada bupati dan DPRD Simalungun boleh mengeluarkan SK Pengakuan MA Sihaporas,” ucap Juwita Panjaitan.
Hengky Manalu selaku perwakilan dari AMAN Tano Batak juga menyampaikan, gugatan praperadilan yang didaftarkan hari ini, itu membuktikan bahwa konflik antara masyarakat adat (MA) dengan pemerintah masih terus berjalan.
“Posisinya MA selalu menjadi korban. Dengan ditetapkannya oleh pihak kepolisian Bahara menjadi tersangka namun kasusnya itu dihentikan. Ini menunjukkan bahwa keadilan bagi MA itu belum terpenuhi,” ucap Hengky Manalu yang selama ini mendampingi masyarakat.
Menelisik kembali kasus yang terjadi kepada MA Sihaporas pada tanggal 16 September 2019, Masyarakat Adat Sihaporas yang saat itu melakukan penanaman di atas tanah adatnya didatangi Humas PT TPL, Bahara Sibuea bersama security yang tujuannya untuk melarang kegiatan Masayarakat Adat Sihaporas menanam di lahan yang diklaim sebagai konsesi PT TPL sehingga menyebabkan bentrokan antara masyarakat dan pihak PT TPL terjadi.
Atas peristiwa bentrokan tersebut Masyarakat Adat Sihaporas dan pegawai PT TPL mengalami luka-luka, namun Polres Simalungun hanya menindaklanjuti laporan pidana dari PT TPL dan memenjarakan dua orang anggota Masyarakat Adat Sihaporas sementara berbanding terbalik dengan penanganan pengaduan pidana Masyarakat Adat Sihaporas yang berakhir SP3.(*)