Asrida Sigiro*
PIRAMIDA.ID- 25 November adalah hari nasional yang ditetapkan sebagai Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (HUT-PGRI), sejak tahun 1994 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1994 tentang Hari Guru Nasional oleh Presiden Soeharto.
Sejak ditetapkan sebagai hari nasional, 25 November setiap tahunnya menjadi salah satu hari yang spesial, yang seyogyanya diadakan perayaan khusus pada kalender satuan pendidikan. Dirayakan bukan untuk libur atau tidak bersekolah, akan tetapi dirayakan dengan kegiatan khusus baik formal maupun informal.
Dalam pelaksanaannya, biasanya diawali dengan kegiatan formal, yaitu melaksanakan upacara penaikan bendera, di mana dalam pelaksanaannya akan ada tambahan khusus untuk dibacakannya pidato dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) oleh pembina/inspektur upacara.
Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan penyematan bunga oleh perwakilan siswa-siswi kepada bapak/ibu guru, yang biasanya diiringi dengan nyanyian Hymne Guru oleh peserta upacara.
Setelahnya disusul dengan kegiatan-kegiatan informal, seperti pemotongan kue bersama, kegiatan siswa-siswi menyalam dan mengucapkan selamat kepada bapak/ibu guru, kegiatan pentas seni dan dengan berbagai kegiatan dalam memeriahkan spesialnya 25 November tersebut.
Di media sosial juga hari itu begitu riuh dengan pelbagai ekspresi ucapan selamat kepada para guru. Tentu ucapan itu adalah sebagai rasa terima kasih kepada para guru yang telah mengajari anak didiknya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu.
Rasa terima kasih kepada para guru karena melahirkan banyak profesi. Semua belajar dari guru. Guru adalah mereka yang memfasilitasi transisi dari pengetahuan dari sumber belajar ke peserta didik (Husnul Chotimah, 2008).
Namun tidak untuk tahun 2020, 25 November pada tahun ini menjadi berbeda.
Sebagian besar sekolah di Indonesia, baik di daerah dan di kota, tidak bisa merayakan sebagaimana biasanya, sebagaimana harapannya, untuk kembali memperingati HUT-PGRI ke-75. Kehadiran pandemi COVID-19 lah penyebabnya.
Kegiatan-kegiatan dalam satuan pendidikan telah dilumpuhkan, tidak hanya kegiatan Proses Belajar Mengajar (KBM), juga HUT-PGRI pun demikian. Data UNESCO mencatat lebih dari 90% atau di atas 1,3 miliar populasi siswa global harus belajar dari rumah. Hampir satu generasi di dunia terganggu pendidikannya. Akibat pandemi pula, sistem pembelajaran berubah menjadi jarak jauh. Guru mengajar dari rumah dan siswa belajar dari rumah.
Terhitung sejak konferensi pers Presiden Joko Widodo di Istana Presiden, Jakarta Pusat pada Senin (2/3/2020) yang menyatakan bahwa dua warga Indonesia masing-masing berusia 64 tahun dan 31 tahun adalah warga negara Indonesia pertama yang tinggal di Indonesia yang positif terinfeksi corona virus-disease (COVID-19) atau virus corona, hingga akhirnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, menerapkan kebijakan berupa mengeluarkan Surat Edaran untuk lingkungan Kemendikbud dan di lingkungan satuan pendidikan, yang mengintruksikan proses melakukan pembelajaran secara daring dari rumah bagi siswa dan mahasiswa.
Seiring berjalannya waktu, kini sudah 8 (bulan) lamanya sistem pembelajaran berjalan secara daring diberlangsungkan.
Gedung sekolah merindukan kehadiran para peserta didik, ruangan kelas mulai ditumpuki oleh butiran debu yang kian hari semakin menebal, kursi, dan meja belajar tetap pada posisi. Tidak ada siswa-siswa yang setiap paginya datang dengan seragam sekolah, menebarkan senyuman, mencium tangan bapak/ibu guru yang siap menyambut di gerbang sekolah.
Tidak ada siswa-siswi yang mengikuti kegiatan di barisan, ibadah pagi, bernyanyi, senam bersama, dan lain sebagainya. Suara riuh siswa-siswi yang melekat pada gendang telinga guru, kini tak terdengar lagi. Ibaratkan rumah tanpa penghuni, begitulah sepinya sekolah tanpa kehadiran siswa-siswi.
Solidaritas di ruang publik di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini adalah suatu pembelajaran yang menuntut kita semua lebih kreatif dan harus bisa berkembang.
Tentu ini pelajaran yang bisa kita petik hikmahnya, bukan hari ini saja di kala pandemi itu masih melanda, tetapi juga setelahnya, setelah saat-saat krisis ini telah berlalu.
Saat inilah waktu yang tepat untuk para guru meningkatkan peran dan kemampuannya, melakukan inovasi dalam proses pembelajaran, melakukan eksperimen untuk anak-anak masih bisa mengikuti proses belajar mengajar meski tidak tatap muka secara langsung, dan tetap mendapatkan haknya seperti mereka mendapatkan hak ketika belajar langsung di sekolah.
Saat inilah hati nurani para guru diuji, bahkan dituntut belajar dari wabah yang menyerang tanpa tahu kapan jeda berakhirnya. Corona saat ini menjadi guru bagi semua guru.
Guru harus tetap komit untuk tetap menjalankan tanggungjawab sebagai panggilan moral. Guru harus tetap menjadi kepercayaan orang tua siswa-siswi dalam mendidik dan membekali ilmu generasi-generasi anak bangsa, bekerjasama dengan seluruh elemen, membangun kekuatan untuk bangsa yang lebih baik lagi ke depannya.
Seperti harapan yang dinyatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim pada pidatonya dalam memperingati hari Guru Nasional ke-75 mengatakan, “Seluruh insan pendidikan menjadikan situasi pandemi ini sebagai laboratorium bersama untuk menempa mental pantang menyerah dan mengembangkan budaya inovasi. Menjadi pandemi momentum dan pelajaran berharga untuk mengakselerasi penataan ulang sistem pendidikan untuk melakukan lompatan dalam menghailkan SDM-SDM unggul untuk Indonesia Maju.”
Semoga bumi Indonesia segera dipulihkan dengan ditemukannya vaksin COVID-19. Sehingga sistem pembelajaran kembali berjalanan normal sebagaimana yang kita harapkan bersama.
Selamat Hari Guru Nasional Tahun ke-75 tahun, 25 November 2020 wahai bapak/ibu guru se-Indonesia. Salam sehat.(*)
Penulis merupakan guru honorer di SD Swasta Latihan SPG YP HKBP Pematangsiantar.