Tiklas Babuah Hodja*
PIRAMIDA.ID- Sesuai pertanyaan di atas, lagi-lagi pemerintahan kita melakukan pinjaman dengan dalil dan dalih yang mengandung unsur kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Banyak pertanyaan awam bertebaran, salah satunya ialah bagaimana bisa pinjaman sebesar itu terealisasi untuk pembangunan infrastruktur dalam limit waktu kurang lebih tiga (3) tahun masa kepemimpinan? Mari kita jabarkan bersama-sama.
Mari kita lihat fakta-fakta pembangunan di berbagai kota yang ada di Indonesia, salah satunya pembangunan jembatan Holtekamp di tanah Papua, rinciannya kurang lebih begini: Pembangunan jembatan Holtekamp dimulai dari tahun 2015. Presiden Joko Widodo meresmikan Jembatan Holtekamp atau Jembatan Youtefa di Jayapura, Papua, Senin (28/10/2019). Jadi, proses pembangunan memerlukan waktu sekitar 4 tahun.
Pembangunan jembatan ini menghabiskan total nilai konstruksi sebesar Rp.1,8 triliun dan dikerjakan oleh kontraktor konsorsium BUMN yang terdiri dari PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero) Tbk, dan PT Nindya Karya (Persero). Rinciannya, dana APBN untuk jembatan utama sepanjang 400 meter, dana APBD dan APBD II digunakan untuk membangun jembatan pendekat sepanjang 332 meter yang terdiri dari 33 meter jembatan pendekat arah Hamadi dan 299 meter arah Holtekamp.
Di Halmahera Barat (Halbar) sendiri, rencana pembangunan dengan menggunakan uang pinjaman sebesar 300 miliar dan difokuskan pada beberapa titik, di antaranya ialah mengusung program penataan wajah kota yang berlokasi di FTJ hingga penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Melanjutkan program infrastruktur jalan Goin-Kedi, jalan pusat kota, jalan menuju Tosoa, Ibu, Tobaol, Naga dan jalan Tacim ke Goro-Goro, dalam jangka waktu kurang lebih 3 tahun.
Pasti ada juga yang bertanya, apa hubungannya pembangunan di tanah Papua dan rencana pembangunan di Halmahera Barat? Pertanyaan sederhana namun sulit ketika kita tidak memahaminya!
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita sama-sama melihat perbedaannya terlebih dahulu. Pertama, di Jayapura, Papua, memfokuskan pembangunan jembatan ini dan menghabiskan dana dan waktu yang tidak sedikit. Kedua, dari sumber anggaran yang sudah jelas, namun pembangunan masih saja terhambat mulai dari tahun 1990. Di Halbar sendiri, sumber anggaran berasal dari pinjaman ke Kementerian Keuangan dan memiliki kurang lebih tiga titik pembangunan, dan memiliki mimpi untuk mendiahi dan membangun Halbar secara merata. Dengan cara apa? Dengan menggunakan cara yang penuh mistis.
Saya kemudian teringat pada tulisan saya 2 tahun lalu, kira-kira begini isinya:
PERAMPOK CERDAS
Perampok berteriak kepada semua orang di bank: “Jangan bergerak! Uang ini semua milik negara. Hidup Anda adalah milik Anda”. Semua orang di bank kemudian tiarap. Hal ini disebut “Mind changing concept–merubah cara berpikir”. Semua orang berhasil merubah cara berpikir dari cara yang bisa menjadi cara yang kreatif.
Salah satu nasabah yang seksi mencoba merayu perampok. Tetapi malah membuat perampok marah dan berteriak, “Yang sopan mbak! Ini perampokan bukan perkosaan!” Hal ini disebut “Being professional–bertindak professional”. Fokus hanya pada pekerjaan sesuai prosedur yang diberikan.
Setelah selesai merampok bank dan kembali ke rumah, perampok muda yang lulusan MBA dari universitas terkenal berkata kepada perampok tua yang hanya lulusan SD, “Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita”. Perampok tua menjawab, “Dasar bodoh, uang yang kita rampok banyak, repot menghitungnya. Kita tunggu saja berita TV, pasti ada berita mengenai jumlah uang yang kita rampok.” Hal ini disebut “Experience–Pengalaman”. Pengalaman lebih penting daripada selembar kertas dari universitas.
Sementara di bank yang dirampok, si manajer berkata kepada kepala cabangnya untuk segera lapor ke polisi. Tapi kepala cabang berkata, “Tunggu dulu, kita ambil dulu 10 milliar untuk kita bagi dua. Nanti totalnya kita laporkan sebagai uang yang dirampok.” Hal ini disebut “Swim with the tide–ikuti arus”. Mengubah situasi yang sulit menjadi keuntungan pribadi.
Kemudian kepala cabangnya berkata, “Alangkah indahnya jika terjadi perampokan tiap bulan”. Hal ini disebut “Killing boredom–menghilangkan kebosanan”. Kebahagiaan pribadi jauh lebih penting dari pekerjaan Anda. Keesokan harinya berita di TV melaporkan uang 100 milliar dirampok dari bank. Perampok menghitung uang hasil perampokan dan perampok sangat murka. “Kita susah payah merampok cuma dapat 20 milliar, orang bank tanpa usaha dapat 80 milliar. Lebih enak jadi perampok yang berpendidikan rupanya.”
Hal ini disebut sebagai “Knowledge is worth as much as gold–pengetahuan lebih
berharga daripada emas”. Dan di tempat lain manajer dan kepala cabang bank tersenyum bahagia karena mendapat keuntungan dari perampokan yang dilakukan orang lain. Hal ini disebut sebagai “seizing opportunity–berani mengambil risiko”. Selamat mencermati kisah diatas. Meski mengandung humor namun ada point-point yang bisa kita tangkap dari humor bisnis di atas.
Apakah anda bisa melihat, mengapa bangsa ini selalu ada keributan?
Kisah Perampokan di atas, adalah representing segala sesuatu yang terjadi di negara ini. Di setiap lini dari pejabat tinggi sampai tingkat paling bawa selalu ada orang jahatnya. Dan rencana pinjaman merupakan dalih dari kinerja mistis.(*)
Penulis merupakan pemuda Halmahera Barat.