Aditia Purnomo*
PIRAMIDA.ID- Kretek adalah rokoknya orang Indonesia. Mau sebanyak apa pun rokok putihan berkresasi di Indonesia, pasar rokok kretek tidak pernah berkurang. Bahkan, saat ini kretek menguasai sekitar 90% pasar rokok di Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana sih sejarah rokok di Indonesia dari masa ke masa?
Jika bicara soal sejarah rokok, tentu kita tak bisa menafikan masa ketika tembakau pertama kali di bawa ke Indonesia. Pada abad ke 17, atau sekitar tahun 1600-an tanaman tembakau pertama kali dibawa oleh pedagang Portugis ke Pulau Jawa. Hal ini menyebabkan penyerapan kata tembakau sendiri merupakan turunan kata dari “tumbaco’ dalam bahasa Portugis.
Setelahnya, pemerintahan Kolonial Belanja memalui Gubernur Jendral Cornelis de Houtman membangun perkebunan tembakau di Banten. Hingga pada tahun 1800an didirikanlah Deli Maatschappij yang menjadi sentra industri tembakau di Deli. Setelahnya, barulah kultur budidaya tembakau berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di masa-masa tersebut tembakau banyak dibudidayakan sebagai tanaman ekspor melalui program tanam paksa yang diterapan pemerintah kolonial. Tembakau sebagai tanaman yang memiliki daya jual tinggi di pasar dunia diharapkan menjadi sumber pemasukan bagi pemerintah kolonial. Hal yang kemudian menyiksa rakyat Indonesia.
Untungnya, kultur menanam tembakau ini kemudian menjadi kebiasaan tersendiri bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hingga di abad 19, ditemukanlah produk bernama kretek yang menggabungkan tembakau dan cengkeh sebagai bahan baku untuk rokok jeni baru. Sebuah produk budaya yang masih bertahan hingga kini.
Di kisaran 1870 kemudian berkembang penjualan seorang Nasilah, perempuan yang nantinya akan dinikahi oleh Nitisemito sang raja Kretek. Saat itu, demi menghentikan kebiasaan para kusir yang kerap mengotori warungnya saat berbelanja di sana, Nasilah menjual rokok kretek kepada mereka. Berbekal tembakau dan cengkeh yang dibungkus daut jagung, dagangannya pun laris dan maju.
Setelahnya, seorang lelaki yang kerap melakukan bisnis bernama Nitisemito menikahi Nasilah. Pernikahannya dengan Nasilah ini lah yang kemudian menjadi titik awal sejarah membesarnya industri rokok kretek di Indonesia. Hingga pada tahun 1900an, Nitisemito membangun pabrik rokok Tjap Bal Tiga yang memiliki sekitar 10 ribu pekerja di Kudus.
Dari sinilah kemudian industri rokok kretek di Indonesia berkembang. Sempat surut pada masa pendudukan Jepang di kisaran tahun 1940an, bisnis ini mulai naik lagi setelah Indonesia merdeka. Namun di masa itu Tjap Bal Tiga mulai runtuh dan pasar rokok di Indonesia dikuasai rokok putih asing dan pabrikan kretek lokal yang baru mulai berkembang.
Industri kretek kembali berkembang di kisaran tahun 1970an ketika industri kretek mulai menggunakan mesin untuk memproduksi rokok kretek. Sigaret kretek mesin pun muncul dan mulai tumbuh hingga kembali menguasai pasar. Era ini dikuasai oleh tiga pabrikan besar yakni Djarum, Gudang Garam, serta Sampoerna berkat produk andalan mereka.
Barulah pada medio 1990an muncul sigaret kretek mesin mild yang mengandalkan rokok kretek low tar low nikotin. Rokok kretek jenis ini kemudian meledak di kisaran tahun 2000an dan berhasil menguasai pasar hingga sekarang. Beberapa merek seperti LA Lights dan Sampoerna A Mild tetap merajai pasar SKM Mild hingga saat ini.
Begitulah kiranya sejarah rokok kretek di Indonesia dari masa ke masa. Mulai dari kedatangan tembakau ke Indonesia, hingga pasar rokok yang saat ini dikuasai oleh rokok kretek mild.(*)
Penulis merupakan kontributor di Komunitas Kretek Indonesia.