Piramida.id|Siantar – Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Peribahasa tersebut sangat tepat ditujukan bagi keluarga Ibu R.Batubara (65).
Ibu yang kini berstatus janda tersebut masih selalu mengenang saat saat waktu suami tercintanya menghembuskan nafas terakhir dan harus menelan pengalaman pahit karena telah merasa diperas oleh oknum pegawai rumah sakit (Rumkit) Efarina yang berada di jalan Pdt.J.Wismar Saragih, kelurahan Bane, kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar.
“Saat itu tanggal 4/5/2023, sekira waktu Subuh, Suami saya tiba tiba batuk dan merasa lemas, trus saya dan keluarga mencoba mencari upaya untuk memberikan pertolongan dan bapak (suami) langsung menuju kamar. Pada saat di kamar saya lihat bapak sudah tidak bergerak dan jam kira kira sudah pukul 6 lewat,” bilang R.Batubara (RB) mengisahkan kepada Piramida.id.
“Dengan kondisi bapak yang sudah tidak bergerak, kami berupaya membangunkan dengan cara menggoyangkan badannya, namun hasilnya tetap tidak bangun juga. Saat itu kami ragu bahwasannya suami saya sudah meninggal, namun untuk mendapatkan kepastian, atas desakan keluarga kami membawa suami saya ke Rumkit Efarina dan saat itu sekira pukul 6.30 wib,” lanjut RB.
Sesampai di ruang UGD Rumkit Efarina, RB dan anaknya menjelaskan peristiwa yang baru mereka alami, namun belum lagi melakukan tindakan apapun pegawai yang bertugas saat itu meminta kartu BPJS dan KTP pasien (suami RB).
“Setelah mendengar permintaan mereka, anak saya pergi ke rumah dan mengambil KTP bapak, pada saat itu kami minta agar pihak Rumkit memastikan apakah suami saya masih ada atau tidak,” tukas RB warga kelurahan Bane, kecamatan Siantar Utara itu, Kamis (26/10) sore.
Melihat kondisi suaminya yang tidak kunjung ada perubahan, RB dan anaknya pun memutuskan bahwa A Hutagalung (suami) telah meninggal dunia.
Saat hendak membawa A Hutagalung yang sudah meninggal kembali ke rumah, pihak Rumkit Efarina menahan alias tidak memperbolehkan jenazah dibawa kalau tidak menggunakan Ambulance Efarina dan harus membayar ongkos mahal berkisar 2 juta lebih.
RB dan keluarganya pun saat itu berontak dan tidak terima dengan tindakan pegawai teraebut, perdebatan panjangpun terjadi dan akhirnya jenazah diperbolehkan dibawa pulang dengan mobil pribadi milik keluarga namun harus membayar senilai 900 ribu lebih.
“Kami bayarlah yang 900 lebih itu dan membawa jenazah suami saya pulang ke rumah, mulai dari sampai hingga kami bawa kembali suami saya yang ternyata sudah meninggal tidak disentuh sama sekali, tetapi mereka tega meminta uang kami dan ini namanya pemerasan,” tandas Ibu RB sedih.
RB dan keluarga berharap agar pihak Rumkit Efarina tidak mengulangi tindakannya lagi kepada orang lain.
“Saya kisahkan ini bukan untuk mengharap apa apa dari Rumkit itu, tapi agar Pimpinan Efarina tau bagaimana kelakuan dan kinerja pegawainya,” pungkas RB mengakhiri.
Pihak Rumkit Efarina Pematangsiantar hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi.(Fas)