Oleh: Cornelius Corniado Ginting, S.H.
PIRAMIDA.ID- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan Omnibus Law dibawa ke Rapat Paripurna agar disetujui sebagai inisiatif DPR. Dari 9 fraksi di parlemen, mayoritas menyetujui RUU Kesehatan itu dibawa ke rapat paripurna.
Dari 9 fraksi sudah membacakan pandangan mini fraksinya, dan 8 menyatakan persetujuan untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yakni di paripurna menjadi usulan insiatif DPR dengan beberapa catatan. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.
Pembentukan RUU Kesehatan Omnibus Law masih menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan baik dari organsiasi Kesehatan/profesi maupun serikat buruh dan masyarakat indonesia, banyak hal yang dilakukan tidak transaparan dan kurangnya partisipasi publik dalam RUU tentang Kesehatan Omnibus Law ini.
RUU Kesehatan sendiri akan menggunakan mekanisme omnibus law atau menggabungkan undang-undang lainnya. Sejumlah undang-undang yang disebut akan digabungkan adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
RUU Omnibus Law Kesehatan dihadirkan dalam rangka menjamin hak warga negara dalam hal mewujudkan kehidupan yang baik dan sehat serta dalam pembangunan kesehatan masyarakat berpegang pada pilar paradigma sehat, pelayanan kesehatan, dan jaminan kesehatan nasional untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya berdasarkan prinsip kesejahteraan, pemerataan, nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan.
Oleh sebab itu, dalam rangka pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, mengurangi kesenjangan, memperkuat layanan kesehatan bermutu, meningkatkan ketahanan kesehatan, menjamin kehidupan yang sehat, serta memajukan kesejahteraan seluruh warga negara dan daya saing bangsa bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional; serta RUU ini di bentuk untuk meningkatkan kapasitas dan ketahanan kesehatan diperlukan penyesuaian berbagai kebijakan untuk penguatan sistem kesehatan secara integratif dan holistik dalam 1 (satu) undang-undang secara komprehensif.
Tantangan terjadinya Pro dan Kontra
Tantangan yang di hadapi dalam pembentukan dan penyusunan RUU Omnibus law Kesehatan menimbulkan pro dan kontrak di tengah masyarakat, kecenderungan pemerintan dan Dewan Perwakilan rakyat menggangap bawah proses ini hanya urusan mereka, padahal dalam penyusunan tersebut diperlukan partisipasi publik menjadi sangat funadamental dan tidak di jadikan sebagai hal formalistik saja.
Terkait RUU Omnibus Law Kesehatan tersebut rancangan tersebut menempatkan semua urusan Kesehatan dari hulu sampai dengan hilir langsung di bawah Kementerian Kesehatan, bahkan Kemenkes sebagai regulatory akan membawahkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hingga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan BPJS Ketenagakerjaan yang di mana lembaga tersebut merupakan operation dalam menjalankan kebutuhan Kesehatan di Indonesia.
Wewenang organisasi profesi selama ini sangat dominan dipangkas, bahkan Menteri Kesehatan kelak yang menentukan sendiri standar Pendidikan Kesehatan, mengeshakan surat tanda register (STR ), juga mengeluarkan izin praktik yang merupakan lisensi profesi bagi pekerja Kesehatan.serta yang tidak kalah anehnya Konsil Kedokteran Indonesia yang sebelumnya bersifat independen kelak juga harus bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan.
Maka dari itu, organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) serta organisasi profesi Kesehatan lain seperti Persatuaan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawatan Nasional, Ikatan Bidan Indonesia dan Ikatan Apoteker Indonesia menolak secara tegas adanya RUU Omnibus Law Kesehatan yang sangat merugikan dan memangkas peran organisasi profesi dan akan mengorbankan kualitas dan mutu pelayanaan Kesehatan.
Kenyataan yang terjadi sekarang ini, ketersedian dan distrubisi dokter merupakan masalah besar dan menjadi catatan serius dalam pelayanan kesehatan di Indonesia serta dokter-dokter hanya berfokus di pusat Kesehatan yang ad di kota, tidak mau menjangkau daerah-daerah terpencil dan tertinggal yang sangat minim pelayanan Kesehatan.
Penolakan tidak terjadi saja di dunia organisasi/profesi Kesehatan saja, pengusaha dan beberapa Serikat Buruh pun juga turut memberikan kritik dan masukan kepada pemerintah dan DPR, khususnya Kementerian Kesehatan yang tidak memperdulikan “asas keterbukaan” dalam pemenuhan pembentukan peraturan perundang-undangan terkait partispasi publik yag tidak dibuka seluas-luasnya untuk memberikan ruang diskusi dan masukan sesuai kebutuhan terkait RUU Omnibus Law Kesehatan.
Salah satu menjadi hal penting dan sangat krusial adalah tidak di pisahkan antara peran regulator (Kemenkes) dan peran operator (BPJS), padahal hal tersebut menjadi penting dalam prinsip tata Kelola jaminan sosial bagi masyarakat di Indonesia sehingga dapat terwujudnya akuntabilitas dan indepensi, tidak hanya itu saja terkait supermasi penegakan hukum dan pengawasan terhadap bidang jaminan sosial yang harus di lakukan dalam pemenuhan unsur check and balance.
Peluang Disahkan RUU Omnibus Law Kesehatan
Terkait peluang disahkan RUU Omnibus Law Kesehatan, dalam hal ini pemerintah diwakilkan oleh Kementerian Kesehatan dan lembaga lainya terus melakukan sosialisasi dan membuka Focus Group Discussion (FGD) terhadap pihak yang berkepentingan dan masyarakat luas untuk memberikan kritik dan masukan terkait RUU Omnibus Law Kesehatan ini yang akan di tentukan dan dimasukan dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Hasil dari penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) antara kementerian dan lembaga akan di sampaikan kepada DPR dalam pembahasan tingkat pertama. RUU Omnibus Paw Kesehatan harus memenuhi hak masyarakat atas layanan kesehatan dan memastikan negara hadir memenuhi layanan kesehatan untuk masyarakat. Hak masyarakat atas akses dan layanan kesehatan berkualitas menjadi tujuan utama RUU Kesehatan.
RUU Kesehatan digagas untuk menjadi regulasi yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kesehatan di Indonesia, baik dari aspek peningkatan layanan kepada masyarakat, kualitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan, pemerataan dokter spesialis, dan aspek bisnis.
RUU Kesehatan tersebut akan memberikan peran penting bagi tata kelola dan industri kesehatan dalam mewujudkan transformasi kesehatan Indonesia dan memwujudkan pemeretaan pelayanan kesehatan di seluruh Wilayah Republik Indonesia.(*)
Penulis merupakan Founder Pusat Kajian dan Advokasi Kesehatan Indonesia (PKAKI).