Thompson Hs*
PIRAMIDA.ID- Sanggar identik sebagai suatu tempat untuk berlatih dan berguru. Luas tempat untuk sebuah sanggar tidak harus luas, seperti luasan lokasi padepokan di Pulau Jawa. Dulunya makna sanggar dalam tradisi Jawa adalah sebuah tempat pemujaan di dalam rumah.
Namun dalam makna sehari-hari dan teknisnya adalah tempat berlatih dan menghasilkan produk pelatihan. Jadi di sebuah sanggar harus ada aktivitas pelatihan; rutin atau terbuka. Dikatakan rutin karena ada kaitan dengan upacara tertentu seperti di Bali.
Konon di setiap desa di Bali ada muncul banyak sanggar sesuai dengan latar belakang dan tujuan seni/budaya yang dilatih dan ditampilkan. Dikatakan terbuka karena setiap saat murid-murid ingin berlatih kepada sepuh yang terkadang tinggal di sanggar.
Nah, itu spekulasi kecil untuk mengantar pemahaman kita tentang sanggar seni budaya. Sanggar Seni Budaya dapat mencakup bidang-bidang yang begitu luas. Misalnya untuk produksi tertentu. Juga untuk menunjukkan minat atau kecenderungan, seperti kecantikan.
Jadi ada yang disebut sanggar produksi, sanggar kecantikan (seperti salon), sanggar tari, sanggar seni lukis, sanggar seni drama/teater, sanggar menjahit (tempat kursus menjahit), sanggar tenun, sanggar patung, sanggar kuliner, sanggar sastra, sanggar musikalisasi puisi, dan sanggar-sanggar yang lebih dikenal fungsinya melalui pendiri dan pimpinannya.
Kalau sanggar ditekankan pada namanya saja tanpa kejelasan bidang kegaitan dan aktivitas itu akan sangat meragukan.
Sanggar dapat tergantung kepada pendiri dan pimpinannya. Sebagai pendiri sanggar, fungsi sanggar itu dapat dijelaskan pula melalui latar belakang dan tujuannya. Lalu pimpinannya mengoperasikan pelatihan dan sasaran yang diinginkan.
Umumnya sanggar didirikan atau dibentuk untuk para generasi muda dan para pendirinya menyadari sesuatu bidang kegiatan harus berlanjut dan diteruskan generasi selanjutnya. Maka melalui sanggar, tradisi tertentu dari budaya dapat dilanjutkan.
Sanggar Seni dan Managemen Organisasi Budaya
Sanggar Seni merupakan bentuk organisasi budaya dalam tingkat yang sederhana. Sederhananya sebuah sanggar seni karena ada proses pelatihan di sana. Proses itu dapat berkembang kemudian menjadi sebuah program rutin atau proyek percontohan.
Namun dalam konteks organisasi, setiap sanggar seni harus mulai bangun dalam berbagai macam strategi. Pertama, harus ada managemen organisasi budaya yang diterapkan. Bagaimana bentuk managemen organisasi budaya pada setiap sanggar seni dapat dilihat dari perumusan bersama tentang nama sanggar, misi dan visinya, dan programnya.
Namun ada juga kekuatan satu sanggar tergantung kepada kapasitas pendirinya. Kalau pendirinya itu meninggal, maka berhentilah sanggar itu, karena sifat ketergantungan kepada sosok atau ketokohan.
Ada anggapan umum membuat sanggar itu sulit atau gampang. Sulit karena tidak adanya pengetahuan tentang sanggar, termasuk karena semangatnya yang belum jelas. Sedangkan dibuat gampang karena peluang di sekitarnya mendorong situasi itu. Dalam konteks pariwisata budaya, sanggar-sanggar harus muncul dengan spesifikasi masing-masing.
Jangan sampai muncul beruntun sanggar-sanggar karena melihat yang dilakukan orang lain lebih laris. Percayalah, sanggar yang lebih laris itu semua menurut teori managemen karena strategi.
Berbagai strategi muncul karena fungsi managemen itu tidak dilupakan oleh pendiri, pimpinan, dan kordinator bidang-bidang yang digarap. Gampang juga dibuat karena ada dorongan dan kendali dari pemerintah setempat.
Kita mungkin masih ingat tentang dasar-dasar managemen atau tata kelola. Ada empat dasar-dasar managemen yang ternyata masih berkembang untuk membantu operasional organisasi apapun.
Keempat dasar itu seperti dalihan natolu plus paopat sihal-sihal, yakni: perencanaan (suhut), pengorganisasian (boru), pengarahan (hula-hula), dan pengendalian (pemerintah setempat). Perencanaan dibayangkan sebagai konsep untuk memecahkan masalah/ide/gagasan menuju situasi yang lebih baik.
Pengandaiannya dapat menyadari apa prestasi sekarang dan apa prestasi seharusnya atau yang harus dicapai, lalu menentukan apa yang harus dilakukan. Manfaat setiap perencanaan dapat mengurangi resiko ketidakpastian, memusatkan perhatian pada sasaran, dan menjadi dasar untuk fungsi managemen yang lain.
Setiap perencanaan ada juga ciri-ciri kemantapannya, yakni: adanya pengetahuan dengan bidang kegiatan atau aktivitas, adanya batas toleransi atas penyimpangan, memperluas sumber daya yang dimiliki, fleksibel, melihat kemungkinan adaptasi, dan memperhatikan kendala-kendala.
Pengorganisasian dimaksudkan untuk menjamin kemampuan orang-orang yang terlibat di dalam sanggar, terutama para pengurusnya. Proses pengorganisasian ini harus diperhatikan dengan membuat rincian pekerjaan, mengelompokkan pekerjaan, dan menyusun mekanisme untuk kordinasi semua pekerjaan. Konsep dasarnya harus bertumpu kepada spesialisasi atau pembagian kerja, kesatuan komando, rentang kendali, wewenang/tanggung jawab/sistem hubungan.
Pengarahan dimaksudkan sebagai bukti adanya kepemimpinan dengan berbagai gayanya. Seorang pimpinan sanggar harus mempelajari psikologi motivasi karena itu terkait dengan kekuatan kepemimpinan.
Terakhir soal pengendalian menurut teori managemen dimaksudkan ada atau perlu untuk sebuah sanggar merupakan tanda adanya fungsi kontrol. Ciri pengendalian yang baik ada lima, yakni: fokus pada hal yang penting, pengendalian harus ekonomis, tepat waktu, dapat dimengerti, dan dapat diterima.
Demikianlah kira-kira masukan untuk sanggar-sanggar dalam konteks pariwisata budaya. Sekarang hubungan komunitas pariwisata dan komunitas seni budaya dapat memikirkan strategi bersama untuk membuat sanggar. Zamannya sanggar dengan kekuatan pendirinya saja tidak memadai lagi. Harus ada jaringan, militansi, penguasaan komunikasi dan diplomasi yang baik, intelektualitas, dan dokumentasi yang rapi.
Tahun 2013 ada 300-an grup seni budaya di Sumatera Utara. permasalahan utamanya adalah tata kelola. Tata kelola yang belum mandiri biasanya menciptakan ketergantungan terhadap bantuan, bukan prinsip kerjasama. Sehingga kesannya gampang menciptakan grup atau sanggar. Namun mempertahankannya sulit.
Dunia Pariwisata Budaya selalu berubah dan berkembang. Grup atau sanggar seni/budaya juga harus berubah dan berkembang. (Dari berbagai sumber).(*)
Penulis adalah Penerima Penghargaan Kebudayaan dari Kemendikbud RI pada September 2016 dan terlibat dalam Tim Kreatif Presiden untuk Acara Karnaval Kemerdekaan Danau Toba pada Agustus 2016.