Oleh: Novelin Silalahi*
PIRAMIDA.ID- Hidup itu bagai panggung sandiwara, seperti cerita drama saat sekolah dulu, seperti kisah yang ada di buku bacaan saat kecil dulu, seperti film yang ditayangkan di televisi.
Satu per satu warna kehidupan kunikmati, ada yang berwarna putih, kuning, hijau, biru, merah, abu-abu, hitam dan banyak lagi. Setiap insan memiliki otoritas atas hidupnya.
Begitu juga manusia, manusia itu begitu unik; terkadang dia baik, terkadang dia jahat, terkadang dia penuh kasih, terkadang dia penuh dendam, terkadang dia marah, terkadang dia terdiam, terkadang dia jatuh, terkadang dia bangun, terkadang dia mencintai, terkadang dia melukai, terkadang dia jujur, terkadang dia bohong, dan masih banyak lagi sisi kemanusiawian yang dimiliki oleh manusia.
Seperti koin yang memiliki dua sisi yang berbeda, namun tetap satu kesatuan di dalam tubuh koin, begitu juga dengan manusia, sifat kemanusiawian itu tetap satu tubuh di dalam tubuh setiap manusia.
Aku memperhatikan banyak peran manusia yang bergerak di depan mata, aku melihat tutur kata setiap manusia yang diungkapkan, aku merasakan setiap hembusan perasaan manusia yang membagikannya untuk sesamanya.
Dari sebuah peran aku tahu bahwa manusia itu memiliki topeng kehidupannya masing-masing, kadang dia menggunakan topengnya saat ingin tegar, kadang dia menggunakan topengnya saat ingin menipu, kadang dia menggunakan topengnya saat ingin memiliki, pada dasarnya manusia dengan topengnya akan menjadi kepunyaannya.
Dari tutur kata aku melihat kenyataan bahwa yang manis tak selalu manis seutuhnya, yang pahit juga bukan berarti pahit seutuhnya, terkadang dia bertutur dengan manis di depan namun begitu pahit di belakang, terkadang dia bertutur pahit di depan namun pada kenyataannya dia begitu manis untuk diterima.
Dari sebuah perasaan aku tahu bahwa kasih itu indah untuk dibagikan, namun terlalu pahit untuk disalahgunakan. Dari sebuah rasa aku menyadari bahwa banyak orang yang mengelabuhi sesamanya hanya untuk menjatuhkan dan menyakiti sesamanya, dari sebuah kasih aku meyakini bahwa oleh karenanyalah hidup bisa dinikmati dan dimaknai dengan banyak pengorbanan.
Pahit manisnya kehidupan harus diperjuangkan, asam garam perjalanan harus dinikmati. Dengan caramu sendiri maka akan terjadi pensyukuran.
Hidup terlalu bodoh untuk dikendalikan dengan keinginan dan kerakusan, hidup terlalu kecil untuk kau tipu perjalanannya, hidup terlalu menyedihkan untuk kau dustai perjuangannya.
Sebagai manusia yang diciptakan sempurna, maka teruslah menjadi percontohan yang dapat diteladani mereka dari luar sana. Sebagai manusia dengan akal, budi dan perasaan, maka teruslah menjadi penikmat kopi kehidupan dengan membagikan setiap buah manis untuk dinikmati kebaikannya.
Terima kasih banyak kepada semesta yang telah menyelimuti perjalanan atas kehidupan ini dengan banyak hal. Terima kasih banyak kepada pemiliki kehidupan karena kasih dan anugrahnya yang begitu besar kita dimampukan. Terima kasih untuk setiap insan yang terlahir unik di bumi pertiwi ini.
Terima kasih untuk setiap perjuangan yang telah menuntun perjalanan, terima kasih untuk setiap rasa dan warna yang boleh ada. Terima kasih untuk pemeran-pemeran lainnya yang telah menemani perjalanan kehidupan. Terima kasih untuk perjalanan panjang sampai dengan saat ini.
Biarlah apa yang kita tanam hari ini, boleh kita tuai nanti saat waktu penuaian tiba. Biarlah setiap perjuangan boleh diteruskan dengan penuh hikmat dan kebijaksanaan.
Sejatinya tidak ada yang benar-benar menanam bibit dengan kualitas yang baik, tidak ada yang benar benar menghasilkan tuaian yang sempurna. Namun ketika semua disyukuri, diikhlaskan dan terus dinikmati perjuangannya, maka semua akan terasa manis. Trust, Wisdom and Wise. Morning Glory.(*)
Penulis merupakan Bendahara Umum PP GMKI.