Andry Napitupulu*
PIRAMIDA.ID- Pengalaman kali ini akan menjadi sebuah pembelajaran dan bekal untuk di kemudian hari. Berawal dari sebuah Gerakan Mahasiswa Siantar-Simalungun (GEMASS) yang di dalamnya ialah mahasiswa, dalam sebuah rencana-rencana yang telah didiskusikan bersama-sama, di mana akan dilakukan investigasi terkait persoalan isu tutup PT TPL.
Beberapa daerah yang turut lahan konsesi PT TPL seperti sektor Simalungun, sektor Habinsaran Tobasa, sektor Aek Raja, dan sektor Tele menjadi lokasi investigasi. Kemudian terbentuklah 4 tim investigasi yang telah disepakati bersama-sama di dalam forum GEMASS.
Semangat seorang mahasiswa yang memilih untuk menjadi bagian dalam tim investigasi kelompok 2 di lahan konsesi PT TPL sektor Aek Raja dan sektor Tele. 4 orang mahasiswa yang akan turun ke lahan tersebut, yaitu Yesmaita Marbun, Reiye Situmorang, Hilda Marpaung, dan Andry Napitupulu. Mereka ialah mahasiswa yang berbeda universitas dan dipertemukan di dalam sebuah Forum Gerakan Mahasiswa Siantar-Simalungun.
Sesampainya di daerah Nagasaribu, Kecamatan Lintong Nihuta, Kabupaten Humbang Hasundutan, sambutan hangat dari Kepala Desa Nagasaribu II, yaitu Bapak Lintong JF Nababan. Tanggapan dari Kepala Desa Nagasaribu II tersebut terkait dengan isu tutup PT TPL ternyata masih ragu-ragu dalam menanggapi konflik mengenai masyarakat adat dan pihak PT TPL ditengarai daerah Nagasaribu jauh dari lahan konsesi PT TPL.
Kemudian beliau mengarahkan tim investigasi ke desa yang dekat dengan lahan konsesi PT TPL, yaitu Desa Sait Nihuta, Kecamatan Dolok Sanggul dan kepala desa menyediakan transport menuju Desa Sait Nihuta, tetapi karena waktu sudah tengah malam akhirnya memutuskan diantar sampai kota Dolok Sanggul.
Ditengah-tengah kota Dolok Sanggul yang suhunya 16-18 derajat celcius, tetapi tidak membuat semangat tim menjadi berkurang. Rencana tim untuk menuju desa Sait Nihuta disepakati di pagi hari sembari mengisi energi untuk perjalanan berikutnya.
Gereja Katolik yang berada di tengah-tengah Kota Dolok Sanggul mungkin cocok untuk tempat istirahat dan akhirnya pastor menerima tim untuk nginap di asrama Katolik tepatnya di belakang gereja Katolik Dolok Sanggul tersebut.
**
Pagi hari yang cerah membuat tim lebih semangat untuk melakukan perjalanan menuju desa Sait Nihuta. Sebelum berangkat melakukan investigasi kembali tim ditawarkan untuk sarapan pagi bersama. Tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pastor, suster, frater dan calon frater yang telah menyediakan tempat penginapan dan jamuan sarapan pagi, mereka juga memberikan kami semangat. “Sukses buat investigasi,” tutur pastor.
Di perjalanan di dalam sebuah bus mini yang disupiri oleh Bapak R.Silaban , menyempatkan waktu kembali untuk berbincang mengenai isu tutup PT TPL. Bapak supir tersebut menyampaikan bahwa setuju untuk ditutupnya PT TPL.
“Semenjak hadirnya PT TPL, selalu membuat konflik kepada masyarakat sekitar lahan konsesi PT TPL, sehingga membuat banyaknya kerugian kepada masyarakat desa dan masyarakat menjadi sengsara salah satunya tanah diambil oleh pihak perusahaan sehingga beberapa masyarakat tidak dapat bertani di lahan tanah ulayat, tetapi ada juga masyarakat yang bekerja di perusahaan tersebut dan menjadi bagian dari pihak perusahaan tersebut,” demikian ia sampaikan alasannya.
Sambutan hangat kembali diberikan oleh Kepala Desa Sait Nihuta Siopat Ama, akhirnya tiam memberitahu tujuan datang ke desa Sait Nihuta. Kedatangan kami di sini untuk melakukan survei ke lahan konsesi PT TPL dengan mencari data mengenai tanggapan masyarakat sekitar lahan konsesi PT TPL ditengarai saat ini maraknya isu tutup TPL. Dengan itu kami datang hendak mensurvei apa tanggapan masyarakat di sini mengenai hal tersebut.
Singkat cerita, setelah selesai perkenalan dan menyampaikan tujuan kedatangan tim ke desa tersebut, kemudian tim melontarkan beberapa pertanyaan kepada bapak dan ibu kepala desa Sait Nihuta Siopat Ama.
“Kira-kira apakah masyarakat desa Sait Nihuta pernah berkonflik kepada TPL?” tanya tim.
“Pernah, tetapi itu sudah hal biasa karena masyarakat saat ini sudah punya hubungan baik dengan TPL,” ungkap mereka.
Mereka menerangkan, sejarah hadirnya TPL, dulu permasalahannya memang masih bersifat nasional, karena pada saat itu namanya Indorayon.
“Memang betul pada saat Indorayon sangat banyak permasalahan, tetapi setelah namanya PT TPL tidak terlalu banyak masalah. Permasalahan terakhir, yakni pada tahun 2017 masyarakat desa pernah menutup jalan kepada TPL sehingga TPL tidak bisa melakukan aktivitas. Setelah permasalahan tersebut membuat dampak baik kepada masyarakat melalui perbaikan jalan bantuan dari TPL dan mungkin beberapa bantuan yang diberikan TPL, yakni pembangunan aula, bantuan kepada gereja, dan masih banyak lainnya yang dibantu oleh pihak TPL kepada masyarakat desa Sait Nihuta,” tutur kepala desa.
Kemudian tim melanjutkan wawancara , dengan beberapa pertanyaan yang telah disediakan.
Reiye Situmorang melontarkan pertanyaan, terkait bagaimana dampak pendidikan ketika hadirnya TPL.
“Hadirnya TPL menjadi dampak positif bagi kesehjahteraan guru honor dan pihak TPL memberikan bantuan alat-alat kepada anak-anak PAUD,” kata warga.
“Apakah ada dampak kesehatan hadirnya TPL?” lontar Reiye kemudian.
“Saat ini mungkin belum ada dampak kesehatan ketika hadirnya TPL di desa ini,” ungkap warga.
“Kira-kira apa dampak ekonomi ketika hadirnya TPL?” sambung Hilda Manurung kemudian.
“Hadirnya TPL membuat dampak positif terhadap ekonomi masyarakat, yaitu mengurangi pengangguran dan masyarakat dapat bertani kembali,” jawab warga.
“Kalau dampak terhadap bidang sosial hadirnya TPL?” tanya Hilda kemudian.
“Dampak sosial hadirnya TPL mungkin belum ada, karena masyarakat saat ini masih tentram dan damai,” ucap warga.
“Kalau boleh tahu pak, apakah ada dampak di bidang budaya ketika hadirnya PT TPL?”
“Masih rendah, tidak pernah,” terang warga.
“Apakah ada dampak lingkungan ketika hadirnya TPL?” lontar Yesmaita Marbun.
“Adanya pencemaran lingkungan dan masih berkurangnya lahan pertanian kepada masyarakat desa ini,” jawab warga.
“Kemudian apakah ada dampak di bidang pertanian ketika hadirnya TPL?” lanjut Yesmaita.
“Di desa ini masih lebih tinggi dampak positif dibandingkan dampak negatif mengenai pertanian, apalagi di bidang ekonomi,” kata warga.
Setelah semua pertanyaan dilontarkan kepada kepala desa, Andry Napitupulu meminta tanggapan terakhir dari kepala desa tersebut.
“Mungkin, agar rangkum seluruh jawaban dari bapak, ada pertanyaan terakhir, yakni apakah bapak kepala desa setuju jika PT TPL ditutup?” tanya Andry.
“Pastinya saya tidak setuju, karena TPL berdampak positif di desa ini,” tutur kepala desa. kemudian Kepala Desa bersedia mengisi petisi yang telah disediakan oleh tim investigasi.
Singkat cerita, kepala desa mengajak tim ke acara Musyawah KSU (Koperasi Seba Usaha) yang dihadiri oleh beberapa kepala dusun yang ada di desa tersebut dan pengurus-pengurus desa lainnya.
Forum pertemuan balai desa tersebut, tim memperkenalkan diri satu-persatu kepada masyarakat yang hadir pada pertemuan tersebut dan menyampaikan apa tujuan datang ke desa tersebut.
Pertemuan tersebut sangat hangat sekali, sehingga akhirnya tim memberikan petisi kepada tiap-tiap masyarakat yang hadir agar diisi oleh masyarakat tersebut. Ketika masyarakat melihat beberapa pertanyaan yang diangket (petisi), pandangan masyarakat sedikit berbeda dari sebelumnya.
Dalam pertemuan tersebut, ada salah seorang masyarakat membisikkan ke telinga salah satu tim. “Kalau ada nanti datang yang menggertak kalian, itu kontraktor TPL, kalian langsung rekam dan video,” bisiknya.
Singkat cerita pertemuan berakhir dan tim menyepakati untuk kembali melanjutkan investigasi mencari dokumentasi ke lahan tanaman pohon eukaliptus yang ditanam oleh pihak TPL.
Setelah semua capaian-capaian selesai, akhirnya kembali memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju lahan konsesi TPL sektor Tele. Di perjalanan, kami melihat bahwa masyarakat sangat berbeda melihat kami ketika sedang menuju keluar dari desa tersebut, tetapi kami tidak putus asa dan tetap semangat untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Selanjutnya, sembari menunggu transportasi menuju Tele berangkat, kami ngeteh dan ngopi untuk menghangatkan tubuh. Pada saat suasana di kedai kopi, kami diperbincang-bincangkan oleh bapak-bapak yang di sekitaran kami sedang ngopi juga.
Terdengar suara mereka mengatakan, “Itu orang Siantar yang viral pada acara demo di depan salah satu kampus di Siantar, yang menghentikan truk TPL.” Di situ hati sangat tidak enak mendengar hal tersebut.
Telepon berdering dari salah satu tim menyampaikan bahwa kita akan istirahat malam ini di tempat saudara, dekat dari Kota Dolok Sanggul.
Ketika sampai di rumah saudara salah satu tim investigasi, kami disambut oleh masyarakat desa yang bernama desa Sipituhuta. Kemudian kami memberitahu kegiatan apa yang sedang kami lakukan.
Singkat cerita, kami berbicang-bincang tentang perjuangan masyarakat desa Sipituhuta yang pernah berkonflik terhadap PT TPL dan kami menggali apa awal permulaan konflik yang dilakukan TPL kepada Desa Sipituhuta tersebut.
Akhirnya salah seorang masyarakat memberitahu, awal mula desa Sipituhuta bentrok terhadap pihak TPL dikarenakan TPL menebang pohon haminjon (kemenyan) dan menanam pohon eukaliptus di lahan pohon haminjon yang telah ditebangi tersebut sehingga masyarakat membakar truk TPL yang lewat melalui desa Sipituhuta-Pandumaan, dan berawal dari situlah konflik desa Sipituhuta-Pandumaan terhadap PT TPL.
Selanjutnya, kami memberitahu kepada masyarakat bahwa tim investigasi akan melanjutkan investigasi ke daerah Tele atau ke lahan konsesi PT TPL sektor Tele.
Sebelum kami melanjutkan investigasi, kami diberitahu oleh masyarakat setempat untuk mengatur strategi dalam melakukan investigasi, jangan sampai kejadian yang kami alami sebelumnya di desa Sait Nihuta terulang kembali di daerah konsesi Tele.
Masyarakat desa Sipituhuta-Pandumaan sangat memberikan semangat kepada tim masyarakat desa Sipituhuta juga memberikan solusi bahkan masukan untuk melakukan investigasi ke lahan konsesi yang dominan masyarakat di daerah tersebut bekerja di perusahaan TPL.
Setelah selesai berbincang-bincang kepada masyarakat desa Sipituhuta, kami melakukan rapat untuk mengambil kebijakan dan membuat strategis, sehingga keputusan pada rapat kami di malam hari itu memutuskan untuk membatalkan investigasi ke daerah Tele.
Karena cukup berbahaya untuk terjun investigasi ke daerah tersebut. Akhirnya tim juga mengambil kebijakan, supaya tidak sia-sia kami berada di desa Sipituhuta, kami membuat jadwal untuk belajar di desa tersebut mengenai asal-usul pohon haminjon (kemenyan) dan kami terjun ke hutan (bahasa Batak Tobanya: tombak) didampingi oleh pemuda desa Sipituhuta, yakni Lae Richard Lumban Gaol.
Beberapa hari kemudian, akhirnya tim bergegas dan bersiap-siap untuk keberangkatan pulang ke Kota Pematangsiantar. Sesampainya di Kota Pematangsiantar keadaan tim masih tetap semangat dan kembali ke rumah masing-masing untuk istirahat.
Dari cerita di atas mungkin dapat dipetik dan harus diketahui bahwa setiap apapun proses yang dialami seseorang dalam berjuang demi membela masyarakat yang ditindas oleh korporat-korporat yang melakukan konspirasi untuk mengambil hak-hak masyarakat dan pelan-pelan dapat membunuh satu-persatu masyarakat harus tetap komitmen dalam menjalani perjuangan yang telah dimulainya saat ini.
Harapannya kepada pemuda dan mahasiswa lainnya agar dapat ikut bergerak dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat, khususnya masyarakat adat, mengambil kembali hak-hak masyarakat yang telah dirampas oleh korporat-korporat, dan menegakkan keadilan demi masyarakat saat ini untuk kesehjahteraan hidup bersama. Tetap ma semangat.(*)
Catatan ini ditulis oleh Andry Napitupulu, salah satu anggota tim investigasi Gerakan Mahasiswa Siantar-Simalungun (GEMASS).