PIRAMIDA.ID- Beredar penyataan pemerintah lewat Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai kelompok teroris. Keputusan ini menimbulkan pro dan kontra dan mengundang polemik di masyarakat.
Menanggapi kejadian tersebut Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP) menyatakan sikapnya kepada pemerintah.
Adapun yang menjadi poin-poin dari pernyataan sikap PP PMKRI, yakni:
1. Bahwa apa yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata Papua dengan melakukan aksi teror yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan mengganggu masyarakat sipil tidak dapat dibenarkan dalam kemanusiaan dan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, kami mendukung penyidikan dan penindakan tegas terhadap mereka yang menjadi bagian dari kelompok tersebut.
2. Gerakan teror yang masih sering terjadi di Papua merupakan peristiwa yang tidak berdiri sendiri, melainkan akumulasi dari sebuah problema sosial yang masih terjadi di Papua. Maka dari itu pemerintah perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan sebab bisa berujung pada semakin memanasnya konflik.
3. Penyebutan Kelompok Kriminal Bersenjata di Papua dengan sebutan kelompok teroris merupakan pernyataan yang perlu dikaji ulang, sebab sampai saat ini juga terkait dengan pendefenisan teroris masih menjadi perdebatan baik dalam ruang lingkup akademisi, hukum, maupun politik. Penyebutan tersebut akan berakibat pada stigma dan sterotipe yang rawan konflik dan penyebutan ini akan berimbas kepada masyarakat sipil Papua yang tidak berkaitan dengan KKB.
4. Dalam hal tersebut kami mendorong pemerintah agar tegas mengklasifikasikan siapa saja kelompok yang bisa disebut teroris berdasarkan ciri dan karakteristik dalam arti perlu ada batasan yang tegas dan spesifik Sehingga ini meminimalisir penyalahgunaan label tersebut kepada masyarakat sipil Papua lainnya.
5. Penyelesaian konflik di Papua perlu melalui pendekatan sosio-kultural sesuai karakteristik masyarakat Papua tanpa mengabaikan hukum yang berlaku di wilayah NKRI. Selain pendekatan sosio-kultural perlu pendekatan secara persuasi yang progresif untuk menghindari korban semakin berjatuhan baik dari masyarakat sipil maupun aparat sendiri.(*)