Agi J.M Purba*
PIRAMIDA.ID- Pembelajaran daring 2020/2021 telah usai. Tidak ada yang menyangka bahwa Belajar Dari Rumah (BDR) akan berlangsung selama ini. Covid-19 seperti terus bergejolak di Indonesia dan mengambat rencana untuk belajar di sekolah sebagaimana biasanya.
Keberlangsungan pembelajaran daring ini tidak lepas dari peran guru, murid dan orang tua. Ketiga elemen ini saling berkaitan demi berhasilnya suatu pembelajaran hari ini. Walaupun tidak sedikit protes dilayangkan oleh orang tua karena mereka dipaksa berperan sebagai guru di rumah. Masih segar di ingatan istilah “Daring Bikin Darting” di kalangan orang tua yang mendidik dan mendampingi anak-anaknya belajar dari rumah.
Protes ini berpijak pada alasan bahwa sekolah tetap menetapkan pembayaran uang sekolah walaupun sekolah “dilihat” tidak sungguh hadir dalam pembelajaran peserta didik di rumah. Orang tua yang lelah untuk mendampingi anak-anaknya berpartisipasi dan aktif dalam pembelajaran daring. Guru dianggap hanya memberikan setumpuk tugas untuk dikerjakan, sekaligus tenggat waktunya.
Padahal kita tahu bahwa keluarga adalah sumber pendidikan terdekat bagi anak. Lalu mengapa orang tua seakan tidak siap untuk menjalankan peran ini?
Sekolah bukan tempat penitipan anak dan mengantarkan anak ke sekolah untuk belajar kurang lebih 6 (enam) jam bukan berarti melepaskan perannya sebagai sumber pendidikan terdekat anak itu sendiri. Kesibukan orang tua hingga enggan untuk mendampingi anak untuk belajar sejatinya bukanlah suatu alasan yang bisa dimaklumi. Anak mungkin saja menerima pembelajaran yang baik di sekolah, namun bukan berarti pembelajaran hanya berhenti sampai di situ. Apa yang mereka lakukan setelah mendapatkan beragam pelajaran adalah hal yang lebih penting untuk diamati.
Di samping itu, guru, sebagai orang tua bagi anak di sekolah juga memiliki peran yang teramat penting. Perannya juga tidak terlepas dari menjalankan rangkaian aktivitas pembelajaran yang bermutu bagi siswa walau di tengah pandemi. Guru juga masih beradaptasi pada model pembelajaran daring hari ini, namun tuntutan yang disematkan pada mereka tetap dijalankan dengan sebaik mungkin.
Bagaimanapun, adaptasi ini juga tidak bisa dikambinghitamkan. Guru juga mendapatkan protes yang nyata sebagaimana laporan menumpuknya tugas-tugas yang diberikan kepada siswa sejalan dengan tingkat stres dan kelelahan sebagaimana yang diutarakan KPAI (Komisi Penanganan Anak Indonesia).
Murid, sebagai subjek dalam aktivitas pembelajaran, seyogianya menjalankan kewajibannya untuk belajar dengan baik. Dengan memperhatikan upaya-upaya yang dilakukan oleh guru dan orang tua demi kerberlangsungan pembelajaran daring sebaik mungkin. Namun, tidak jarang ditemukan siswa-siswa yang acuh dalam pembelajaran daring ini.
Di satu sekolah di Kabupaten Deli Serdang misalnya, terdapat satu siswa yang sangat jarang sekali ikut serta dalam pembelajaran. Bahkan dalam semester genap, kehadirannya saja bisa dihitung dengan jari apalagi keaktifannya. Guru kelasnya sudah melakukan upaya yang maksimal dengan melakukan Homevisit dan berupaya dalam menemukan solusi bagi sang anak. Membuat surat perjanjian kepada orang tua juga sudah dilakukan tetapi tidak ditepati sebagaimana yang diharapkan.
Tidak jarang kejadian seperti ini membuat siswa berada di posisi yang rentan untuk disalahkan. Di satu sisi, guru ingin menuntaskan pembelajaran dengan baik dan di sisi lain orang tua merasa bahwa pembelajaran adalah kewajiban guru sepenuhnya.
Menelisik persoalan semacam ini yang penulis yakini banyak terjadi pada pembelajaran daring ini, bisa disimpulkan bahwa kerjasama antara guru, siswa dan orang tua adalah bagian yang tidak terpisahkan demi keberlangsungan pembelajaran daring yang baik. Langkah yang paling mungkin diambil orang tua adalah menyadari bahwa merekalah sumber pendidikan terdekat anak yang pertama. Pembelajaran daring seakan membawa kita kembali pada kenyataan itu. Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi membawa kita pada realita-realita yang perlahan dilupakan.
Kedua, guru juga seyogianya menimbang permasalahan seperti ini sebagai masukan bahwa banyak pengalaman yang dialami siswa di luar pembelajaran secara formal. Pengalaman-pengalaman ini terkadang berada diluar kendali seorang guru, yakni seperti latar belakang siswa, permasalahan keluarga, keadaan ekonomi yang tidak jarang memprihatinkan. Pembelajaran nyatanya tidak hanya berhenti pada teori-teori yang begitu indah di atas kertas.
Melakukan pendekatan-pendekatan yang memungkinkan siswa terbuka terhadap permasalahan yang sedang diembannya adalah salah satu solusi yang bisa diambil seorang guru. Sebagaimana kita tahu bahwa salah satu kompetensi guru yang harus dipenuhi adalah kompetensi sosial. Kompetensi berkaitan dengan keterampilan komunikasi, bersikap dan berinteraksi secara umum, baik itu dengan siswa, sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua siswa, dan masyarakat secara luas.
Komunikasi antara guru dan orang tua siswa juga menjadi hal yang krusial untuk dilakukan. Walaupun tidak jarang, seperti dijelaskan di atas, bahwa sebagian orang tua pun acuh terhadap kondisi belajar anaknya. Namun, upaya membangun komunikasi yang baik dengan orang tua siswa adalah hal yang harus dilakukan demi kemajuan siswa tersebut.
Siswa adalah subjek yang bertanggungjawab pada dirinya sendiri. Namun, seiring waktu peran guru dan orang tua masih diperlukan dalam bekerjasama demi kebaikan siswa itu sendiri.
Di penghujung tahun ajaran 2020/2021 ini sekaligus menandai telah berlangsungnya 2 (dua) tahun pembelajaran daring, telah memberikan banyak hikmah pada pendidikan. Adaptasi metode pembelajaran dan pengoptimalan teknologi, hingga kerja sama antara guru, siswa dan orang tua adalah beberapa dari banyak hikmah yang bagaimanapun patut untuk disyukuri. Panjang Umur Pendidikan!(*)
Penulis merupakan tenaga pendidik di Tanjung Morawa.