Oleh: Nadila*
PIRAMIDA.ID- Konflik? Satu kata yang tidak asing di telinga kita, begitu luas pemaknaan tentang konflik bagi masyarakat membawa penulis sedikit menjabarkan definisi konflik. Berdasarkan pendapat Daniel Webster, konflik diartikan, yakni (1) persaingan atau pertentangan antara pihak yang tidak cocok, (2) keadaan atau perilaku yang bertentangan, (3) perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan atau tuntutan yang bertentangan, (4) perseteruan.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konflik adalah pertengkaran sengit atau kekuatan perselisihan hebat, yang di mana dalam hal ini adanya pergesekan antara dua kelompok atau lebih yang di mana terjadi perselisihan yang sengit dan hebat yang memunculkan perpecahan yang kecil maupun besar antar kelompok.
Seiring berjalannya waktu dan adanya warna-warni yang beragam dalam kehidupan manusia. Konflik tak jarang hadir dalam setiap kebijakan maupun kemajuan zaman yang berlalu begitu cepat dan singkat, seperti di zaman ini. Teknologi yang cangih, zaman yang sudah begitu maju, banyaknya kelompok masyarakat yang semulanya adalah masyarakat tradisional dengan zaman yang semakin maju mereka akhirnya menjadi masyarakat modern memanfaatkan perkembangan zaman yang ada, tak terkecuali masyarakat pedesaan.
Masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat yang masih dalam lingkup tradisional tak jarang mendatangkan konflik sesama masyarakat pedesaan.
Masyarakat pedesaan sendiri merupakan masyarakat yang homogen. Dalam kehidupan sehari-hari interaksi yang terjalin dan dilakukan sudah memiliki tingkat keakraban yang tinggi, mereka pada umumnya sudah saling mengenal satu sama lain keakraban antar manusia menumbuhkan kegiatan yang ada dilakukan secara bersama-sama.
Masyarakat desa yang identik dengan kesederhanaan masih menjaga nilai-nilai kearifan lokal. Solidaritas sosial masyarakat pedesaan masih kuat, yaitu saling tolong-menolong dalam berbagai hal. Aktivitas sosial yang dilakukan mencerminkan kerja sama, kekompakan, dan gotong royong sebagai modal tindakan keseharian dalam kegiatan yang dilakukan.
Masyarakat desa masih memiliki nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam wujud aktivitas sosial. Aktivitas yang dilakukan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu budaya, sosial, politik, hukum, agama, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain. Kiranya serangkaian aktivitas manusia masyarakat pedesaan menjadi menarik untuk diperbincangkan karena memuat unsur keseragaman dalam pola kehidupan.
Masyarakat desa adalah masyarakat yang unik yang masih tradisional jauh dari bingar-bingar perkotaan. Antara manusia yang satu dengan yang lainnya terjalin hubungan sosial yang sangat erat sehingga kalau terjadi apa-apa pada saudara, tetangga, kerabat pasti mengetahuinya dengan cepat. Manusia yang satu dengan manusia yang lain saling membutuhkan sehingga ketika ada pekerjaan bisa dilakukan secara bersamaan.
Solidaritas sosial yang ada pada masyarakat pedesaan masih kental, ikatan sosial juga tinggi. Hal demikian menandakan bahwa keintiman pada masyarakat dapat menjaga nilai dan norma yang ada di masyarakat dengan baik. Masyarakat desa dalam menjalankan aktivitas sosial berkaitan dengan solidaritas sosial, yang mana tipe solidaritas sosial pada masyarakat pedesaan cenderung bersifat primitif-pedesaan.
Salah satu yang menjadi profesi masyarakat pedesaan adalah nelayan. Nelayan yang dituntunt mengikuti perkembangan zaman dalam berbagai hal tak jarang terjadinya konflik, salah satunya yang paling sering terjadai adalah konflik antar nelayan klasik dan nelayan modren. Kedua kubu nelayan ini yang memilik kepentingan satu sama lainnya, yakni nelayan tradisional yang dengan kesederhanaan dan keterbatasan alat tangkap yang mereka miliki dan nelayan modren yang memiliki strartegi dan kelengkapan alat penangkapan.
Salah satu konflik yang paling fenomenal dari kedua kubu ini ialah konflik nelayan tradisional dan nelayan yang menggunakan alat tangkap trawl. fenomena konflik tersebut adalah salah satu permasalahan yang muncul dari efek kebijakan pelarangan alat tangkap trawl/pukat harimau dan alat tangkap sejenis.
Hal ini menyebabkan rendahnya penghasilan nelayan tradisional sebagai salah satu sub sistem masyarakat pedesaan pantai, karena teknologi penangkapan ikan laut pada umumnya masih rendah atau masih menggunakan peralatan tradisional. Akibatnya, nelayan tradisional sedikit sekali memiliki penyangga ekonomi untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.
Kehidupan mereka dari hari ke hari sangat fluktuatif karena pendapatan dari hasil menangkap ikan selain rata-rata kecil juga bersifat tidak pasti, apalagi pada saat musim badai datang. Kadang-kadang hingga berhari-hari mereka tidak dapat melaut dikarenakan ombak dan angin yang sangat besar dan kencang, sementara dapur mereka menuntut untuk terus mengepul. Lain halnya dengan kehidupan nelayan modern, dimana mereka rata-rata merupakan keluarga yang kaya, atau bisa dikatakan serba berkecukupan.
Mereka mempunyai kapal-kapal motor yang dilengkapi dengan alat tangkap ikan yang lumayan baik, dimana rata-rata dari mereka menggunakan alat tangkap jaring trawl atau jaring pukat harimau. Dengan menggunakan kapal bermotor yang lumayan besar, nelayan modern dapat menangkap ikan hingga ke tengah laut dan bermalam hingga berhari-hari karena kapal mereka dilengkapi dengan alat pendingin ikan.
Konflik antar nelayan sudah sering terjadi bahkan sekitan tahun 2000-an konflik serupa juga terjadi di Bengkulu, di pesisir utara pulau Jawa hingga Muncar Banyuwangi Jawa timur konflik nelayan trawl dengan nelayan tradisonal ( Non alat tangkap trawl ) masih sering terjadi sejak era tahun 1980an.
Konflik lain yang kerap kali dihadapi oleh masyarakat nelayan adalah konflik terhadap bahan bakar yang akhir-akhir ini menjadi pemantik konflik antar masyarakat nelayan pedesaan kepada instatnsi terkait yang mengurusi ketersediaan bahan bakar untuk kapal-kapal yang digunakan nelayan untuk melaut. Adanya kebijakan untuk mengadakan rekomendasi terkait bahan bakar dari dinas terkait kepada masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan menyebabkan konflik, yakni penolakan masyarakat terhadap rekomendasi yang dikeluarkan dinas terkait untuk mensubsidi bahan bakar solar yang dapat dibeli masyarakat.
Terlebih ditambah pemberitaan yang beredar bahwa adanya penangkapan warga yang membeli bahan bakar melebihi rekomendasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini memicu terjadinya konflik yang menyebabkan masyarakat nelayan terhambat aktivitasnya untuk pergi melaut. Akibat adanya keterbatasan bahan bakar dan jarak yang ditempuh oleh nelayan cukuplah jauh untuk mendapatkan hasil tangkapan.
Untuk itu ada baiknya penyelasaian dari pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam mengatasi konflik sosial masyarakat nelayan diwilayah pedesaan Upaya pencegahan menjadi hal yang sangat mendasar dan penting ditekankan dalam upaya manajemen konflik horizontal yang dilakukan pemerintah daerah. Upaya pencegahan konflik yang dilakukan dengan terstruktur, mendalam dan konsisten tentu akan membuat akar konflik mati dan potensi-potensi konflik tidak muncul kepermukaan.
Sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 hingga Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015, upaya pencegahan konflik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya membangun sistem peringatan dini konflik, penguatan kerukunan umat beragama, pendidikan bela Negara dan wawasan kebangsaan dan juga pemetaan wilayah konflik melalui penelitian yang komprehensif guna membabat habis akar konflik agar bukan hanya menjadi pencegahan sementara namun bersifat permanen.
Adanya antisipasi dari pemerintah atau pihak yang memiliki kewenangan dalam mengatasi konflik sosial di masyarakat pedesaan masih sangat dibutuhkan dan diperlukan. Melihat banyaknya konflik sosial antar masyarakat yang terjadi memberikan cela hitam dalam solidaritas masyarakat pedesaan yang kental akan kebersamaan dan berjiwa gotong-royong yang tinggi.(*)
Penulis merupakan Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji Semester V.