Oleh: Arianto Sitorus Pane*
PIRAMIDA.ID- Kampus Universitas Simalungun (USI) tepatnya di Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan (FKIP) tempat awal mula aku melihat dan selalu memperhatikanmu dari Kejauhan.
Bila semua ini ditarik menjadi satu garis lurus, meruntutkan suatu kronologi dan merujuk pada titik awal di mana aku pertama kali jatuh cinta padamu.
Jatuh cinta diam-diam itu layaknya seperti kopi. Pahit namun menjadi candu. Jatuh cinta diam-diam juga memaksaku untuk terus menebak-nebak. Menebak-nebak dalam ketidaktahuan, menebak-nebak dalam selimut keraguan.
Aku jatuh cinta pada pikiranmu, sudut pandangmu, pada duniamu yang tak kuketauhi seluas apa, pada setiap katamu yang selalu menimbulkan tanya, pada sikapmu yang menuntunku untuk memperlakukan diriku menjadi lebih baik, pada cerita yang tak ada habisnya, hingga akhirnya aku jatuh cinta pada ketidaktahuanku sendiri.
Entah. Memang sejak awal pertemuan kita di ruang kelas, aku selalu memperhatikanmu dari kejauhan. Mengamatimu dari jarak yang kuciptakan sendiri.
Entah. Memang entah siapa yang salah. Mungkin keadaan. Mungkin juga hati yang berjalan terlalu jauh hingga sukar tuk kembali dan berdamai dengan logika.
Entah. Memang entah mana yang benar. Kau sebagai dinamika yang membuatku terbiasa. Atau kau adalah hal biasa yang membuatku terbiasa berdinamika.
Entah. Memang entah setan mana yang membuatku memberanikan diri berterus terang padamu.
Maaf. Maaf untuk perasaan yang dengan lancangnya telah ada dan sialnya aku membiarkannya terus ada. Maaf telah menjadikanmu sebagai tokoh utama untuk tulisan yang kubuat.
Aku takut semua ini hanya sementara, maka aku mengabadikanmu dalam tulisan. Dalam setiap gerakan pena.Terima kasih.
Terima kasih atas setiap pembicaraan yang entah berpangkal darimana dan akan berujung entah kemana. Terima kasih atas tindakanmu yang selalu berhasil meng-akukan diriku.(*)
Penulis merupakan alumnus FKIP USI. Saat ini tenaga pengajar di Yayasan Pendidikan SMA Mars. Aktif sebagai jurnalis lepas.