Nico Nathanael Sinaga*
PIRAMIDA.ID- Di periode awal tahun 1960-an, salah seorang pemuda asal Cambridge, Inggris yang begitu antusias –dengan sedikit keluguan di usia remaja-menjelang-dewasanya itu– hendak mencari rekaman album debut dari salah satu musisi favoritnya.
Sebagai penggemar berat yang tidak melulu sampai pada tahap ‘fanatisme’, barangkali ingin dikoleksikannya rekaman album itu.
Di toko-toko rekaman Cambridge, dicarinya rekaman album itu, namun sangat mengesalkan baginya dan begitu mengecewakan, karena dari semua toko yang dia datangi, tak ada satupun toko yang menjual rekaman album seperti yang dimaksudkannya.
Dengan begitu kesal dan sedikit kebingungan, dia urungkan niat untuk melanjutkan pencarian, sambil meyakinkan diri bahwa dia telah begitu sangat jelas menyebutkan nama musisi favoritnya itu kepada semua penjaga toko, yakni “Bob Die Lion”.
Seorang –yang dalam benaknya merupakan– penyanyi folk dan blues asal Amerika yang namanya sedang populer saat itu, tidak hanya di Cambridge, bahkan menurutnya telah hingga di kota-kota lain di Inggris.
Pada akhirnya, dia tetap saja tidak mendapatkan rekaman album itu, sebelum akhirnya dia menyadari kekeliruannya kemudian hari.
Kisah ini kemudian jelas akan menjadi cerita unik, mana kala kalian tahu bahwa pemuda itu adalah seseorang bernama, “Syd Barret”.
Barangkali, bagi kalian pencinta musik ‘oldies’ yang mengetahui salah satu grup band legendaris asal Inggris, “Pink Floyd”, tidak akan asing dengan nama “Syd Barret”.
Syd merupakan salah satu pendiri band tersebut, dan juga yang paling memiliki pengaruh serta karisma paling kuat di awal-awal popularitas band “Pink Floyd”, sebelum akhirnya keluar ditengarai faktor narkoba (LSD) dan kesehatan mentalnya.
Akibat dari kecenderungan Syd dalam penggunaan narkoba jenis ‘LSD’, membuat band “Pink Floyd” diidentikkan dengan aliran ‘Psychedelic’, bahkan disebut-sebut sebagai penggagas awal atau band pertama yang beraliran “Psychedelic Rock”.
Kembali soal kekeliruan Syd Barret sehingga tidak mendapatkan rekaman album tadi adalah karena –entah bagaimana ceritanya dikemudian hari dia akhirnya menyadari– telah keliru menyebutkan nama ‘Bob Die Lion’ yang seharusnya adalah ‘Bob Dylan’ sang musisi yang legendaris itu.
Wajar saja bila saat itu Syd tidak mendapatkan rekaman album debut ‘Bob Die Lion’, karena tidak ada penyanyi yang menggunakan nama tersebut, melainkan yang dimaksudkannya adalah ‘Bob Dylan’.
Pada akhirnya, dia juga menyadari kekeliruannya itu. Bob Dylan merupakan salah satu musisi yang menjadi pengaruh paling awal dalam minat musik Syd, selain musisi ataupun Band seperti, The Beatles, Booker T. & the M.G.’s dan Miles Davis.
Salah satu bentuk simpati Syd terhadap Bob Dylan bisa dilihat dalam lagu yang pernah ditulis oleh Syd pada tahun 1965 (Pra Pink Floyd), berjudul “Bob Dylan Blues”.
Meskipun lirik-liriknya memunculkan pro-kontra apakah itu merupakan sebuah pujian atau ejekan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Syd adalah penggemar Dylan.
Barangkali lirik dalam lagu “Bob Dylan Blues” yang ditulis oleh Syd, hanyalah salah satu entitas kreativitas khas dari seorang Syd Barret muda yang lirik-liriknya sarat akan humor dan permainan kata-katanya.
Hingga sekarang, Pink Floyd dan Bob Dylan masih memiliki pengaruh yang mendalam terhadap budaya musik kontemporer.
Dan Syd Barret tetap akan dikenang manakala menyebut band legendaris, Pink Floyd.*)
Penulis merupakan penggiat di bidang lingkungan hidup. Memiliki minat terhadap dunia musik.