PIRAMIDA.ID- Kita tahu, awal tahun 2020 menghadapi tantangan begitu berat, dimulai maraknya persoalan tentang pandemi Covid-19 yang menjadi bahan ulasan di seluruh dunia dan menyebabkan kematian.
Diketahui bahwa Covid-19 muncul pertama kali di negara China pada bulan November 2019 yang kemudian menyebar hingga ke Italia, Amerika, dan akhirnya sampai ke Indonesia.
Negara Italia adalah salah satu negara yang memakan korban terbanyak hingga jutaan umat manusia meninggal dunia di negara tersebut.
Terkait dengan Covid-19, pemerintah Indonesia langsung bertindak tegas untuk menangani penyakit tersebut dan mencari solusi bagaimana jalan keluar ditengarai sudah banyak masyarakat yang meninggal dunia akibat Covid-19.
Menteri Kesehatan dengan tegas mengingatkan kepada masyarakat Indonesia untuk tetap menjaga jarak, memakai masker, dilarang keluar untuk berkumpul dengan orang lain.
Dengan adanya pandemi Covid-19, masyarakat sengsara dan menderita bahkan banyak para buruh yang di PHK. Maka dengan itu, Presiden Jokowi Dodo memberikan bantuan kepada masyarakat Indonesia berupa paket sembako dan memberikan uang tunai sebesar Rp.600.000/bulan selama tiga bulan.
Kita dapat melihat sedikit demi sedikit pastinya dan kemudian akhirnya para koruptor bermunculan di mana-mana dengan menyalahgunakan politik.
Dimulai dari penanganan pandemi Covid-19, ketika harus bepergian kemana-mana harus melakukan rapid test dan swab test Covid-19 dengan mengeluarkan biaya sebesar Rp.900.000 untuk dapat menjalani swab test, pada akhirnya beberapa masyarakat mengatakan bahwa Covid-19 di Indonesia adalah politik yang disalahgunakan oleh Pemerintah Kesehatan.
Begitu juga dengan adanya, bantuan sosial yang dilakukan pemerintah untuk membantu masyarakat, di situ oknum pejabat malah korupsi bantuan tersebut.
Kejadian berikutnya, yang menjadi sorot publik yaitu tentang persoalan menyalahgunakan sosial media dan saling mengejek satu sama lain atau cekcok melalui akun sosial media, contohnya Instagram, Facebook, Twitter, bahkan Whatsapp, sehingga menyebabkan beberapa orang terjerat dalam UU tentang ITE.
Persoalan ini bisa menjadi pelajaran bagi kita orang-orang yang aktif di sosial media, jadi harus berhati-hati menggunakan sosial media, agar kita tidak terjebak dan terpancing. Boleh aktif dalam sosial media, tetapi ada baiknya sosial media digunakan dengan baik adanya. Jari mu harimau mu.
Selanjutnya, dengan di tengah pandemi, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) membuat suatu meraturan yang dinamakan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja, di mana di dalam oeraturan tersebut terdapat beberapa klaster-klaster yang akan menimbulkan keresahan dan menindas rakyatnya sendiri.
Sehingga meyebabkan banyaknya gelombang protes di seluruh Indonesia mulai dari mahasiswa/i, kaum buruh, petani, pedagang, mengaspirasikan suaranya di depan gedung DPR, MK bahkan di depan Istana Merdeka tempat kediaman Presiden Indonesia.
Mulai bingung dan menjadi pertanyaan, mengapa ketika di masa pandemi Covid-19 diam-diam di malam hari DPR mengesahkan UU Omnibus Law tersebut?
Timbul pertanyaan lainnya, ada apa di balik Covid-19 dan Omnibus Law tersebut?
Koruptor, tiba-tiba muncul lagi kejahatan yang terjadi di suatu perusahaan PERTAMINA Marine Region Cilacap, salah seorang yang berisinial AY telah membuat kerugian atau melakukan korupsi sebesar 4 Milyar Rupiah, sebelumnya ia juga sempat melakukan korupsi sebesar 1,4 Milyar Rupiah pada 2 tahun sebelumnya dan menjadi buronan.
Kemudian terungkap melakukan korupsi kembali dan akhirnya tertangkap oleh pihak KPK, direngarai keresahan dari beberapa pihak yang bekerja di perusahaan plat merah tersebut.
Selanjutnya, terjadinya musibah bencana alam di Tanah Air, mulai dari banjir, longsor, kemudian gunung meletus di berbagai daerah, kemudian kembali membuat masyarakat sengsara juga mengakibatkan beberapa orang terdampak penyakit diare, sesak nafas, dan meninggal dunia.
Pada kejadian tersebut, beberapa ulasan yang menjadi sorot publik, yaitu mengenai pungutan dana bansos terjadi kembali, di mana Menteri Sosial, Juliari Batubara menjadi tersangka kasus korupsi, hingga sampai saat ini proses gelar perkara terhadapnya masih berlangsung.
Tidak lupa untuk mengingatkan peduli korban musibah bencana alam, agar memberikan pastisipasinya dan menyalurkan donasi kepada masyarakat yang terkena musibah bencana alam.
Pilkada Serentak di berbagai daerah pada 9 Desember 2020, juga kembali menguak menjadi sorotan publik. Calon-calon pemimpin membuat janji, setelah menang lupa dengan janjinya kepada masyarakat. “Kalau enggak janji, enggak menang,” demikian sebuah lagu menyindirnya. Semoga tidak demikian.
Permasalahan yang terjadi pada Pilkada tersebut, di mana adanya money politic atau memberikan uang agar supaya masyarakat memilih pasangan calon yang akan menjadi pemimpin daerah.
Money politic adalah alah satu kejahatan yang melanggar peraturan UU No 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap yang diatur dalam KUHPidana pasal 209, 418 dan 419.
Hal tersebut, membuat beberapa masyarakat yang tidak percaya dengan janji-janji calon pemimpin daerah , sehingga tidak datang ke TPS untuk memilih (golput), dengan menyatakan #MosiTidakPercaya, dan ada beberapa orang yang datang ke TPS membuat kertas surat suara hak pilih bukan untuk dicoblos tetapi untuk dicoret-coret.
Salah satu contoh yang terjadi di Kota Tangerang Selatan, yang di dalam surat suara tersebut berisi dengan kata-kata: “hahahahahah, calon koruptor semua”.
Bertambah lagi dengan Informasi yang lagi marak-maraknya juga terkait dengan Tanah Papua Barat yang di mana salah seorang suaka politik dari Inggris, yaitu Benny Wenda yang saat ini menjabat sebagai ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua).
Benny Wenda mendeklarasikan Pemerintahan Sementara Papua Barat, agar pemerintahan Indonesia tetap fokus pada persoalan yang ada di Tanah Papua, agar penanganan di Papua bukan sekedar implementasi kebijakan terhadap pembangunan, tetapi yang paling penting supaya tidak terjadi lagi diskriminasi berlebihan terhadap masyarakat di wilayah tersebut.
Deklarasi Papua tersebut, menjadi bahan perbincangan publik, sehingga Duta Besar Inggris (Owen Jekins) mengecam keras bahwa deklarasi Papua adalah disinformasi terlalu berlebihan.
Pemerintahan Indonesia juga bersikeras ambil tindakan tegas terkait dengan Deklarasi Papua Merdeka tersebut, bahwa tindakan Deklarasi Merdeka tersebut adalah tindakan separatisme yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika yang merupakan 4 pilar kebangsaan Indonesia.
Hebohnya lagi, persoalan FPI yang membuat kerumunan dan menjadikan perbincangan di negara ini. Akibatnya, dikarenakan Ketua FPI (Muhammad Habib Rizieq) mengangkat berbicara dengan melecehkan nama baik Polri dan Tentara Republik Indonesia (TNI) sehingga kemudian aparat Kepolisian dan TNI menegaskan kepada Ketua FPI, apabila ada yang merendahkan dan melecehkan nama baik Polisi dan TNI, harus bertanggung jawab.
Dengan begitu, FPI dan Polri/TNI sekarang saling bertentangan satu sama lain di mana kabar terbaru menjadi sorotan publik terjadinya kejadian penembakan di Jalan Tol Cikampek km 50, menyebabkan 6 orang laskar FPI ditembak oleh aparat kepolisian dan 4 Laskar FPI kabur sampai saat ini belum ditemukan dan menjadi buronan bagi pihak Kepolisian.
Maka dengan itu yang menjadi bahasan sorotan publik adalah 6 laskar FPI ditembak mati.
Sekjen FPI (Sunarman) datang ke kantor Polres menyatakan bahwasannya itu bukan kejadian manipulasi, tetapi itu fakta bahwa Polisi sudah mengincar beberapa orang Laskar FPI dan menembak mati Pemuda Laskar FPI tersebut dikarenakan polisi yang mengintai memberhentikan saudara Habib Rizeq di Jalan Tol Cikampek dan terekam oleh CCTV Jalan Tol tersebut.
Timbul pertanyaan, mengapa polisi dengan ambisius menaikkan sorotan ke media terkait dengan 6 pemuda laskar FPI yang meninggal dunia yang ditembak oleh aparat kepolisian?
Sehingga sampai saat ini, Habib Riziez Shibab belum saja ditangkap oleh aparat kepolisian, padahal ia telah melakukan pelanggaran hukum dan telah melakukan tindakan kriminal yang berlandasan hukum.
Setelah membaca dari berbagai peristiwa-peristiwa dan kasus-kasus yang terjadi di Tanah Air kita Indonesia pada tahun 2020, banyaknya peristiwa dan kasus yang terjadi, mulai dari penanganan Covid-19, pasal karet di ITE, korupsi, Omnibus Law, money politic, Deklarasi Papua Merdeka, dan kasus FPI yang melecehkan nama baik juga martabat Polri dan TNI.
Ada apa dengan semua kejadian yang terjadi di tahun 2020 ini? Apakah ini yang dinamakan revolusi?
Sebelum mengakhiri tahun 2020, untuk memasuki tahun berikutnya seluruh masyarakat Indonesia harus menelusuri dan mengetahui ada apa di balik peristiwa tahun 2020.
Apakah angka (2 0 2 0) adalah awal penindasan terhadap masyarakat Indonesia, di mana pemerintahan Indonesia terlalu berambisius untuk lebih maju lagi dari negara lain, sehingga yang menjadi korban ialah masyarakat Indonesia.(*)
Penulis merupakan mahasiswa yang menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Simalungun dan Kader dari Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Pematangsiantar-Simalungun.