Nadila*
PIRAMIDA.ID- Kemajuan teknologi yang pesat dan cepat menuntut masyarakat untuk beradaptasi sehingga banyak perubahan yang terjadi. Teknologi dan informasi menjadi bagian dari kemajuan masyarakat menjadi lebih berwawasan luas dan modern. Perubahan teknologi komunikasi yang sangat cepat dan pesat dari tahun ke tahun dapat mempengaruhi cara berpikir seorang anak remaja dan mempengaruhi interaksi sosial mereka.
Perubahan teknologi komunikasi ini dapat mempunyai dampak positif dan negatif bagi seorang anak remaja. Apalagi masa remaja adalah masa transisi yang sedang mencari jati diri. Tanpa adanya bimbingan, dan pengawasan dari keluarga ataupun orang-orang terdekat, teknologi komunikasi dapat dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan yang negatif, yang melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Henslin dalam bukunya Nanang Martono (2011) secara sosiologis, teknologi memiliki makna yang lebih mendalam daripada perlatan. Teknologi menetapkan suatu kerangka bagi kebudayaan nonmaterial suatu kelompok.
Jika teknologi suatu kelompok mengalam perubahan, maka cara berpikir manusia juga akan mengalami perubahan. Hal ini juga berdampak pada cara mereka berhubungan dengan yang lain. Menurut Marx, teknologi merupakan alat, dalam pandangan materialisme historis hanya menunjuk pada sejumlah alat yang dapat dipakai manusia untuk mencapai kesejahteraan.
Webber mendefinisikan teknologi sebagai ide atau pikiran manusia itu sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Bagi Durkheim, teknologi merupakan kesadaran kolektif yang bahkan diprediksi dapat menggantikan kedudukan agama dalam suatu masyarakat (Martono, 2011).
Menurut pengamat sosial media dan teknologi informasi Nukman Luthfie, selain harus waspada, orang tua juga harus mempelajari secara mendalam media sosial ini demi masa depan anak-anak.
Berdasarkan penelusurannya, ditemukan fakta bahwa dari 17,6 juta memiliki akun jejaring sosial facebook berasal dari Indonesia, dan 360.000 orang di antaranya berumur 13-15 tahun. Bagi orang tua, penulis sarankan untuk segera menghindarkan anak-anaknya yang belum berumur 13 tahun dari Facebook atau jejaring sosial sejenisnya.
Memang banyak games menarik di media sosial yang bisa menggoda anak-anak remaja. Namun tetap saja harus dihindari. Masih banyak games lain yang menarik dan bisa dimainkan tanpa harus jadi anggota Facebook, TikTok, dan media sosial yang seharusnya belum dijangkau oleh anak-anak remaja.
Teknologi di Kepulauan Riau Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), 54 persen dari 143 juta jiwa anak muda Indonesia telah menggunakan internet. Sebanyak 90,61 persen di antaranya hanya memanfaatkan untuk media sosial, khususnya di masyarakat pendesaan sudah berkembang pesat sebagaimana pada zamannya.
Banyak sekali anak-anak remaja terlena atas kemodernan teknologi yang canggih sehingga mereka melupakan tanggung jawab dan kewajiban mereka di bangku sekolah. Kejadian ini berdampak dari jejaring sosial tersebut dari telepon seluler mereka pada saat proses pembelajaran berlangsung, sehingga konsentrasi mereka hanya pada jejaring sosial yang mereka akses melalui telepon genggam.
Melihat keadaan ini, lambat laun motivasi belajar rendah maka yang terjadi adalah prestasi mereka juga akan mengalami penurunan. Hal inilah yang sangat mengkhawatirkan dalam dunia pendidikan. Banyak masalah yang ditimbulkan jejaring sosial di kehidupan nyata, terlebih dampak nyatanya pada dunia pendidikan.
Menanggapi masalah tersebut, penulis menyarankan solusi yang dapat mencegah dampak negatif internet dan jejaring sosial di antaranya: Pertama, memberikan pemahaman kepada anak-anak remaja tentang bahaya situs jejaring sosial. Langkah ini perlu dilakukan agar para remaja tahu bahaya dari penggunaan situs jejaring sosial, dan dapat menggunakan secara lebih bijak. Selain itu langkah ini juga dapat menimbulkan rasa waspada kepada anak-anak remaja sehingga dalam menggunakan situ jejaring sosial mereka lebih berhati-hati. Maka dari itu sebagai orang tua, usahakanlah untuk tidak memberikan telepon seluler kepada anak usia dini, karena kebanyakan anak usia dini belum dapat memanfaatkan internet dengan baik, maka akan berakibat pada prestasi mereka di sekolah karena terlalu sering mengakses internet atau jejaring sosial.
Ketiga, mengawasi siswa dalam berinternet atau berjejaring sosial. Pergaulan mereka akan mudah melawan perkataan orang tua, dan usaha kita menyelamatkan anak-anak untuk tidak menggunakan akses internet secara berlebihan akan sia-sia dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.
Pergaulan anak yang bebas dan pengaruh dari teman-teman juga dapat memudahkan anak untuk mengakses situs jejaring sosial dengan mudah. Maka dari itu mereka perlu diawasi dan didampingi untuk tidak mengakses internet dengan bebas.
Dengan mengimplementasikan gagasan di atas, diharapkan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan penggunaan internet dan situs jejaring sosial dapat ditanggulangi, baik sebelum terjadi atau sesudah dampak itu terjadi.
Alangkah baiknya sebelum para remaja terdampak oleh bahaya internet para orang bersiap siaga selalu mengawasi, membimbing dan lebih memperhatikan anak-anak remaja dalam penggunaannya.(*)
Penulis merupakan Mahasiswa Sosiologi, Universitas Maritim Raja Ali Haji.