PIRAMIDA.ID- Kenaikan cukai 2021 yang dinyatakan resmi berlaku pada Februari menimbulkan berbagai kegelisahan, terutama bagi stakeholder pertembakauan. Apalagi dampak kenaikan cukai ini langsung dirasakan oleh petani yang tembakaunya tak terserap pabrikan. Selain soal ini, tembakau impor menjadi satu persoalan lain yang dikhawatirkan oleh petani.
Pabrikan punya target produksi yang menyesuaikan dengan kondisi pasar. Sejak beberapa tahun lalu, seturut regulasi cukai yang baru, pabrikan lebih sering melakukan pembatasan kuota produksi. Ini disebabkan oleh tingginya beban cukai yang harus dibayar ke pemerintah.
Tak heran jika pada tahun lalu, banyak aksi protes petani lantaran tembakaunya tak terserap. Sampai harus membakar tumpukan hasil panen yang tak laku itu. Protes semacam ini menjadi potret kegelisahan yang dialami petani akibat regulasi cukai yang tidak berpihak.
Pemerintah harus bertanggung jawab akan kondisi semacam itu. Bukan tanpa alasan, kedepan jika dibiarkan berlarut akan ada aksi yang lebih mengancam lagi tentunya. Ini dari sisi dampak kenaikan cukai.
Satu hal yang menjadi kegelisahan petani sejak 2014-an, iya menyangkut tembakau impor yang kuotanya menggangu serapan tembakau lokal. Perlu diketahui, tembakau yang dimaksud salah satunya adalah tembakau Virginia.
Tembakau jenis ini memiliki karakter yang disukai pasar, tren perokok sejak awal 2000-an sudah terorientasi pada karakter tembakau semacam ini. Sederhananya, iya karena rendah nikotin. Umumnya dibutuhkan untuk rokok-rokok kelasan mild.
Akibat adanya kondisi ini, organisasi petani Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) akan mengadukan perihal nasib tembakau lokal yang tak terserap pabrikan. Dengan tidak terserapnya tembakau yang dikelola rakyat ini, petani harus menanggung kerugian. Mengingat pula, sebulan kedepan, petani sudah memasuki fase semai.
APTI akan menyurati presiden Jokowi melalui KSP, pula Menkeu Sri Mulyani untuk memberi perhatian akan kegelisahan yang dialami petani. Sudahlah cukai digenjot terus, ini masih pula menghadapi persoalan tembakau impor.
Menurut pihak petani yang diwakili oleh Agus Parmuji, pemerintah harus membenahi permasalahan yang terjadi di sektor pertembakauan ini. Jangan hanya mau duit cukainya saja, tetapi mengabaikan persoalan tata niaga yang butuh dibenahi.
Praktek dan mekanisme tata niaga harus mengacu pada peraturan yang ada. Inti dari peraturan tersebut memuat tentang pembatasan tembakau impor. Dengan kata lain, pabrikan tidak dapat secara bebas membeli tembakau dengan kadar nikotin rendah itu.
Kegelisahan ini tentu saja bukan hal baru, di satu sisi pabrikan tentu akan berorientasi pada tren pasar, namun bukan berarti tembakau lokal tidak dibeli oleh pabrikan. Tentu problem ini akan berimbas juga terhadap pabrikan. Sejak lalu, pemerintah sedianya sudah diminta untuk ambil sikap. Tetapi, tak juga digubris.
Ada tata kelola yang harus diurus dengan baik dan berkeadilan. Harus ada win-win solution agar tak berlarut. Dalam konteks ini, mestinya pemerintah dapat mengajak semua pihak untuk duduk bersama. Tidak hanya rapat terbatas dengan jajaran saja.
Stakeholder pertembakauan, mulai dari petani, pengusaha rokok, serta lembaga yang concern pada isu konsumen dan regulasi, perlu dilibatkan untuk mengevaluasi pemerintah terkait kegelisahan di sektor pertembakauan ini.(*)
Komunitas Kretek Indonesia